RASANYA baru kali ini Sheila melihat bagaimana raut panik yang Razka tutupi. Begitu sampai di rumah sakit, Sheila mengikuti ke mana Razka pergi. Namun, belum sempurna napasnya, Sheila terpaku sesaat memasuki UGD¹, meskipun tidak di perbolehkan, Sheila bisa melihat bagaimana Razka berbicara pada beberapa perawat yang berjaga bersama dua orang polisi.
"Dengan keluarga korban atas nama Rameesha?"
"Ya, saya kakaknya."
"Mari berbicara sebentar,"
Menoleh pada Sheila, Razka mendekat sebelum pergi bersama polisi. "La, gue titip Rameesha sebentar, nanti gue jelaskan," ucapnya, lantas tersenyum dan sedikit menjauh dari ruangan UGD.
Memilih untuk memasuki ruang UGD meskipun tertutup, Sheila mengamati beberapa pasien yang sedang di tangani. Berjalan cepat menuju ranjang yang memperlihatkan Rameesha, Sheila bisa melihat Rameesha yang sudah menangis tanpa suara.
"Rameesha." Sheila mendekat.
"Shei, sakit." Rameesha menutup wajah dengan beberapa bagian tangannya yang sudah di perban. Isak tangis gadis itu keluar.
Menggenggam tangan Rameesha yang bebas luka, Sheila berusaha agar Rameesha tidak melihat apa yang sedang Dokter lakukan. Luka pada lutut yang sedang di tangani Dokter gadis itu cukup parah. Dalam hati, Sheila hanya mampu berdoa saat melihat darah yang keluar. Benar memang, Rumah Sakit adalah tempat di mana doa lebih sering orang panjatkan.
"Hidungnya masih sakit?" tanya Dokter itu setelah melakukan perban pada lutut Rameesha.
"Sedikit, Dok," jawab Rameesha, sembab.
"Mimisannya sudah berhenti, nanti kita periksa ulang. Saya bisa beri rujukan pada Dokter spesialis untuk tindak lanjut."
Lama menunggu Rameesha hingga gadis itu di pindahkan ke Instalasi Rawat Inap. Sheila hanya mampu menemani Rameesha meskipun bingung dengan Razka yang kini masih belum kembali.
Menutup pintu ruangan besar yang menjadi tempat opname Rameesha, Sheila mendekat saat melihat Rameesha sudah lebih tenang.
"Shei, kenapa lo bisa disini?" tanya Rameesha, dengan suara serak.
"Tadi saya sedang bersama Razka," jawab Sheila. Duduk di kursi samping ranjang.
"Raz-ka?" Rameesha bertanya dengan raut tak percaya. "Dia sekarang di mana?"
"Razka mengurus beberapa hal yang menyangkut kamu dulu." Sheila kembali menjawab singkat. Membuat Rameesha menghela napas.
"Lo pasti bingung dengan semua ini, ya?" tanya Rameesha lagi.
Tersenyum, Sheila menggeleng. "Razka sudah berbicara untuk menjelaskannya nanti. Sekarang, saya ingin menemani kamu disini. Kamu mau apa? Biar saya bantu,"
Bahkan, mendengarnya membuat Rameesha tidak menyangka. Sheila dengan tenang tidak mau mengetahuinya sekarang, gadis itu malah menawarkan jasa dengan sangat baik. Lantas, bagaimana mungkin Rameesha tidak mengagumi sosok gadis di depannya sebagai motivasinya dalam ia memperbaiki diri.
Menggeleng, Rameesha meringis. "Badan gue sakit semua," ucapnya pelan.
"Apa yang terjadi memangnya, Sha?" tanya Sheila.
"Gue ngejar perampok yang ngambil tas gue secara paksa. Gue terpaksa mempertahankan tas gue walau ke seret karena perampok itu pakai motor, dan gue gak sadar jika dari arah berlawanan ada mobil. Akhirnya, gue hampir terlindas jika saja mobil itu enggak berhenti. Tapi, gue memberi perlawanan karena mereka tarik hijab gue hingga lepas." Rameesha tersenyum, menatap Sheila. "Badan gue kayaknya kena semua, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEIRAZ PLAN ✓
Fiksi Remaja"Tidak ada jatuh cinta yang lebih baik dari pada menjemputnya dengan cara yang baik." Atharazka Rayyan Ahza, sejak pertama kali memasuki Manajemen, atensinya sudah mengarah pada salah satu gadis yang sangat berbeda dengan gadis yang selama ini ia te...