RAPAT KALI ini cukup memakan waktu yang sangat lama. Awal yang bagus karena semua bidang telah tercipta, salah satunya Sheila menjadi bagian dari Divisi Dakwah. Sedangkan, Chessy sendiri menjadi Wakil Ketua dari Abhizar. Tidak lengkap rasanya jika hanya mengandalkan logika, maka dari itu mereka memilih wakil dari putri saja. Agar semuanya seimbang dalam menjalankan tugas atau memutuskan suatu keputusan.
Karena, tidak semua keputusan dapat diandalkan oleh perasaan. Maka dari itu, mengapa laki-laki lebih dominan menjadi pemimpin dikarenakan pemikiran mereka yang sangat logis. Laki-laki mampu menahan tekanan dan memang Allah sudah ciptakan kelebihannya seperti itu.
Menatap kertas yang sudah penuh dengan coretan list tugas dari Divisi yang ia pimpin, Sheila mulai mencari cara bagaimana setiap materi tentang agama ia publikasikan tanpa menyinggung perasaan yang lain. Meskipun sekolah ini semua muridnya beragama Islam. Namun, masih ada beberapa murid yang enggan sekadar memakai hijab. Mungkin tujuan adanya Rohis kali ini untuk meminimalisir permasalahan tersebut, mengingat Kepala Sekolah sekarang memang baru menjabat selama dua tahun di SMK Doa Bangsa ini.
"Kayaknya kita harus kerja sama, sama tim TIK. Mungkin mereka bisa bantu buat ngedit poster atau semacamnya," ujar Razea.
"Kalau seperti itu, kita juga harus bicarakan dulu sama tim Bestari. Soalnya, kan, mading di pegang sama mereka, gak mungkin kita langsung tempel-tempel di sana," kata Dea, menambahkan.
"Dua bagian yang harus kita handle." Sheila menulis apa yang tadi sempat ia dengar. "Masalah perizinan ini biar saya yang bicara ke tim TIK sama Bestari. Kalian bantu saya saja mencari materi yang sekiranya menjadi daya tarik dan permasalahan umum yang terjadi. Mengingat literasi di sekolah ini lumayan tinggi. Semoga saja kita akan cepat berhasil jika mereka mengamalkan."
"Oke, Kak Shei. Nanti pasti kita cari materi. Kayaknya, kita juga perlu riset apa yang umum terjadi," ujar yang lain. Membuat Sheila mengangguk sembari tersenyum.
Satu hal yang Sheila syukuri hari ini karena Divisi Dakwah putri berisi murid yang telah Sheila kenali. Seperti Dea dan Razea contohnya, adik kelas yang kemarin selalu belajar bersama disaat-saat libur Nasional.
Setelah penyampaian argumen dari seluruh anggota tim Dakwah. Sheila langsung membuat notula hari ini bersama Fikri, adik kelasnya yang menjabat sebagai penanggungjawab Divisi ini bersamanya.
"Kayaknya target kita cuma dua, yaitu bikin akun media sosial sama materi di mading," ucap Fikri. Membuat Sheila mengangguk.
"Sekarang, fokus ke pelantikan dulu aja. Senin nanti kita harus sudah siap sama pelantikannya," ucap Sheila, mengingatkan.
"Baik, Kak Shei. Kalau gitu, buat revisi notulanya biar gue urus. Nanti gue kirim, deh." Fikri tersenyum.
"Oke, terima kasih." Sheila ikut tersenyum. Lantas, gadis itu mempersilahkan saat Fikri berpamitan untuk pulang.
Menatap jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah lima sore, Sheila menyenderkan punggung ke kursi. Gadis itu menatap Chessy yang masih berdiskusi dengan Abhizar juga Razka. Ternyata, waktu memang sangat tidak terasa jika kita memakainya dengan baik.
Mengambil ponsel yang tidak ia aktifkan sedari tadi, Sheila menatap pesan yang baru saja ia terima.
ABANG:
Sudah selesai belum rapatnya?
Sudah, abang jemput sekarang, ya?
Siap, tuan putri!
Terkekeh saat membaca pesan terakhir yang Ghaazi kirim, Sheila segera bangkit dari duduknya. Gadis itu mengambil tasnya yang ia simpan di atas meja, lantas menghampiri Abhizar untuk berpamitan.
"Abhizar, saya pulang duluan, ya?" pamit Sheila langsung, membuat Abhizar menoleh. Pemuda itu langsung menatap jam tangannya sendiri.
"Kamu pulang sama siapa?" tanya Abhizar.
"Ada yang menjemput," jawab Sheila, tersenyum tipis.
"Gak mau bareng gue, Shei? Bentar lagi, kok." Chessy ikuy bersuara.
"Enggak usah, arah rumah kira beda. Kejauhan nanti kalau kamu harus nganterin saya dulu," ujar Sheila.
"Kamu hati-hati, ya," kata Abhizar membuat Sheila mengangguk.
"Saya duluan, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Segera pergi dari ruangan tersebut, Sheila membiarkan tatapan Razka mengarah padanya. Pemuda itu kembali menatap ke arah Abhizar yang terlihat berbeda saat Sheila berpamitan. Lama mereka berdiskusi, dan anggota Rohis sudah pulang sebagian. Namun, kalimat terakhir dari Abhizar hanya Sheila yang mendapatkan. Lantas, apa Abhizar memiliki rasa lain terhadap Sheila?
Sedang memikirkan hal yang sebenarnya bukan urusannya, Razka menoleh saat ponselnya yang ia simpan di meja berdering. Tanpa mau menyentuh ponsel yang menyala, Razka hanya membaca pesan yang baru saja ia dapatkan. Ternyata, setelah sekian lama, Azura kembali mengiriminya pesan.
Azura:
Kamu masih rapat, ya? Aku juga baru setelai latihan karate. Gimana kalau kita ketemu dulu?
___________
SORE hari yang begitu menyejukkan. Tidak terlalu terik namun sinar matahari membuat suasana terlihat sangat menarik. Sheila, gadis itu baru saja keluar gerbang. Memilih untuk duduk di tempat tunggu yang pihak sekolah berikan, Sheila tersenyum saat seorang gadis tersenyum padanya.
"Sheila, kan?" tanya Azura, membuat Sheila mengangguk.
"Iya, Ra," jawab Sheila. Tentu ia masih mengingat Azura. Gadis itu sempat belajar tentang pengetahuan Literasi dengannya yang dibimbing langsung oleh Bu Risma.
"Kamu anak Rohis, kan?" tanya Azura, membuat Sheila mengernyit. "Ah, aku tau karena aku cari tahu siapa saja yang ikut Rohis tahun ini," sambung Azura langsung. Gadis itu tersenyum sembari menatap Sheila yang menampilkan raut bingung.
"Kenapa memangnya?" tanya Sheila.
"Apa Razka masih ada di dalam?" tanya Azura, pelan.
"Aku di sini."
Belum sempat Sheila menjawab, suara bariton milik Razka langsung membuat Azura mendongak. Gadis itu tersenyum lebih lebar saat melihat Razka menghampirinya. Sedangkan, Sheila hanya mampu menatap keduanya.
"Kenapa gak bales?" tanya Azura.
"Akunya baru selesai rapat," jawab Razka. Lantas, tatapannya langsung mengarah pada Sheila yang masih terduduk.
"Beneran dijemput, kan, Shei?" tanya Razka.
Mendengar Razka bertanya padanya, Sheila langsung mengangguk. "Iya."
"Hati-hati," ucap Razka, pelan. Lantas segera berjalan menuju Parkiran. Pemuda itu menggenggam tangan Azura yang tersenyum tipis ke arah Sheila.
Razka dan Azura memang dekat dari tahun lalu, Sheila mengetahui itu karena pernah latihan bersama dengan Azura mengenai pemilihan Duta Literasi tahun kemarin. Awalnya, Sheila dan Azura memang perwakilan putri dari sekolah ini. Namun, Sheila memutuskan untuk mengundurkan diri karena kondisi kesehatannya yang menurun saat itu.
Satu hari di mana mereka pulang sangat sore, Sheila melihat jika Razka yang menjemput Azura. Ditambah dengan Azura yang seringkali mempertanyakan keberadaan Razka seperti tadi, membuat Sheila mengetahui apa yang terjadi diantara mereka.
____________
@shafiraksara
Besok kita ketemu lagi👋
Note:
Ambil yang baik.
Buang yang buruk.Terima kasih sudah membaca.
JANGAN LUPA BACA AL-QUR'AN.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEIRAZ PLAN ✓
Fiksi Remaja"Tidak ada jatuh cinta yang lebih baik dari pada menjemputnya dengan cara yang baik." Atharazka Rayyan Ahza, sejak pertama kali memasuki Manajemen, atensinya sudah mengarah pada salah satu gadis yang sangat berbeda dengan gadis yang selama ini ia te...