Episode 14 Perjalanan Cerita

24 0 0
                                    

Pagi-pagi sekali, aku melangkah menuju stasiun dengan tekad bulat. Kereta adalah sarana yang akan membawaku kembali ke keluarga, dan aku ingin berdiri di depan mereka sebagai mahasiswa yang bangga, yang selalu menepati janji kuliah tepat waktu. Meskipun aku merasa cerdas, terkadang keluarga tetap meragukan kemampuanku dan menilai aku hanya berdasarkan keahlian yang belum tentu sejalan dengan cita-citaku.

Perjalanan dari Jogja ke Jakarta berdurasi sekitar 7 jam, waktu yang cukup untuk merefleksikan pilihan hidupku.

Setelah menunggu sekitar setengah jam, keretaku tiba. Kali ini, aku memilih tiket kelas ekonomi premium, berbeda dari perjalanan sebelumnya yang menggunakan kelas eksekutif.

Kursi di samping jendela selalu menjadi favoritku. Di sampingku duduk seorang bapak berpakaian rapi, tampaknya sedang dalam perjalanan dinas.

"Berkunjung ke Jakarta?" tanya bapak itu ramah.

"Iya, pak. Kuliah di Jogja, tapi sekarang ke Jakarta," jawabku sambil tersenyum.

"Ah, Jakarta juga nih tujuanku," bapak itu menjawab.

Kami mulai terlibat dalam percakapan yang menyenangkan. Dalam waktu singkat, kami merasa akrab dan bapak itu seperti teman lama.

Namun, pesan dari Ayu di ponselku memecah kesenangan itu. Aku membaca pesannya dengan wajah serius, dan bapak itu melihatnya.

"Pacarmu, ya?" bapak itu bertanya sambil tertawa.

"Bukan, pak," jawabku sambil menggeleng.

"Ah, baiklah, tapi dari caranya bicara sepertinya begitu," kata bapak itu.

Kami terdiam sejenak, lalu aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Pak, jika Anda menyukai seseorang dan dia memiliki seseorang yang dia suka, tapi mereka belum memiliki hubungan resmi. Dan dia meminta Anda untuk menunggu, bagaimana seharusnya bertindak?" tanyaku.

Bapak itu terlihat memikirkan pertanyaanku, lalu dengan bijak dia menjawab, "Kamu tidak perlu menciptakan cerita-cerita kompleks. Ceritakan saja apa yang ingin kamu ceritakan."

Aku pun bercerita tentang awal perjalanan ini.

Bapak itu mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu berkata, "Jadi begitu. Kamu sudah terlanjur terlibat, dan seringkali kita tak ingin menyerah begitu saja. Jangan ragu untuk menunjukkan perasaanmu, pertaruhkan apa yang ada, buktikan bahwa kamu sungguh tulus. Terkadang menyerah sekarang hanya akan memicu penyesalan di masa depan. Semangat, nak."

Perjalanan kami terus berlangsung dengan cerita-cerita mengalir. Aku merasa terinspirasi oleh kata-kata bijak bapak itu.

Akhirnya, setelah beberapa lama, kami tiba di stasiun tujuan.

"Terima kasih atas percakapannya, pak," ucapku sambil tersenyum.

"Selamat datang, nak. Semoga segala pilihanmu membawamu ke tempat yang baik," kata bapak itu dengan senyuman hangat.

Kami berpisah dengan salam yang ramah, dan aku merasa ada semangat baru dalam diriku setelah perbincangan itu. Kini, aku tiba di Jakarta dengan keyakinan yang lebih kuat untuk memilih arah hidupku sendiri, dengan segala pertaruhan yang mungkin terjadi.

PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang