Stone Anderson #17

2.8K 363 135
                                    

"Dia adalah batu yang bersanding dengan hujan, tapi tak pernah kalah pada derasnya air

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia adalah batu yang bersanding dengan hujan, tapi tak pernah kalah pada derasnya air."



...




Saat itu tahun 2063 dan Jeno nekat mendaftarkan diri pada sebuah audisi petarung bebas. WFF terlihat seperti satu-satunya jalan setelah dia kehabisan uang saku yang terakhir didapatnya dari Paman Choi. Karena harga diri dan rasa malu yang tinggi, Jeno tidak mau mengemis uang maupun pekerjaan pada kolega mendiang ayahnya itu.

Setelah berhasil lolos audisi yang cukup ketat, dia menjalani masa karantina selama tiga bulan. Karantina itu bertujuan untuk melatih fisik dan mencari gimik paling sesuai yang akan dipertunjukkan saat debut nanti. Jeno melahirkan sebuah kepribadian baru yang dingin dan brutal dengan nama Stone Anderson. Dia muncul sebagai petarung misterius yang selalu memakai topeng tengkorak.

Entah keberuntungan atau memang bakatnya yang mumpuni, Jeno menjadi juara dunia di tahun keduanya bersama WFF. Sosoknya menjadi yang paling didambakan jutaan orang, dianggap sebagai mesin pembunuh paling kharismatik sepanjang sejarah per-televisian. Dan di tempat itulah dia bertemu dengan dua orang lain dengan kisah hidup hampir serupa.

"Nama panggungmu terdengar keren, sementara namaku? Come on, apa yang muncul di pikiran orang-orang saat mendengar kata The Hen? Tidak akan ada yang takjub mendengar ayam betina bertarung di ring."

Entah berapa kali Mark Lee menggerutu tentang nama panggungnya itu. Dia baru saja debut sebagai petarung beberapa hari yang lalu. Meskipun tergolong junior, dia sudah berteman dengan dua senior yang kebetulan satu kamar dengannya di gedung asrama.

"Kenapa kau tidak memilih namamu sendiri, Mark?" Kali ini Jaehyun masih mencoba bersabar menanggapinya.

Mereka sedang berada di kamar, bersama Jeno yang sejak tadi hanya diam. Matanya fokus mengarah pada lembaran buku bersampul putih yang bertengger apik di tangannya. Itu adalah hobi Jeno yang tidak diketahui banyak orang, dia kutu buku sejati.

"Mereka langsung memutuskan ide itu secara sepihak. Padahal saat masa karantina nilaiku tergolong tinggi, dasar diskriminasi!" celetuk Mark lagi.

Helaan nafas terdengar dari mulut Jeno, sembari menegakkan kepalanya dia berkata, "Kau bisa lihat judul buku yang kubaca saat ini?"

Mark yang kebingungan pun menunjuk dirinya sendiri. "Kau bertanya padaku?"

Yang ditanya hanya mengangguk sebagai jawaban.

"The hen who dreamed she could fly," kata Mark, ia mengeja tulisan pada sampul buku yang dibawa Jeno.

"Benar. Buku ini rilis pada tahun 2000 dan ditulis oleh Hwang Sun Mi. Apa kau ingat bahwa saat masa karantina dulu ada satu sesi konseling oleh psikolog dari WFF? Mereka menggali informasi tentang latar belakang semua calon petarung. Mencari warna dari tiap orang, apakah dia biru atau kelabu. Mencari gimik yang sesuai dengan kepribadian asli para petarung itu?"

703Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang