Purple #3

5.9K 1.1K 255
                                    

"Seperti warna ungu dalam lingkup alam semesta, ia begitu langka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seperti warna ungu dalam lingkup alam semesta, ia begitu langka. Diperankan oleh bagian alur pemeran utama dan kisah rumitnya. Kau akan tahu makna itu setelah mengenalnya."




...





Pagi itu Jaemin habiskan dengan lamunan panjang. Malam kemarin begitu melelahkan, badannya remuk. Tidur di atas lantai dingin tanpa penghangat membuat tulangnya mengeluh. Pusing yang menyerang lama juga tidak membantu sama sekali.

Ayolah, dia baru tahu bahwa mantan kekasihnya sekarang jadi ketua mafia. Apa yang bisa diharapkan? Haruskah Jaemin tersenyum lebar dan bersuka cita? Tentu tidak.

Mantan kekasih paling gelap baginya itu adalah wujud dari mimpi buruk. Jeno seolah menghantuinya selama empat tahun tanpa henti. Hanya mendengar namanya saja akan membuat Jaemin takut. Memorinya memanggil kembali tragedi yang membuat hidup keluarganya yang semula hancur, jadi kian melebur. Tragedi yang membuatnya terluka dan hampir membunuh jiwanya sendiri.


Haechan yang baru saja terbangun dengan mata sembab -dia menangis lagi kemarin malam- menatap Jaemin yang tengah melamun. Pria Lee meregangkan tubuh dan merangkak pelan mendekati sahabatnya.

"Nana, ada apa?" tanya Haechan sembari mengelus lengan Jaemin pelan.

Yang dipanggil terkesiap sejenak, pandangannya linglung.

"Nana mau minum dulu? Haechan ambilkan, ya?" Pemuda tan itu hampir saja berdiri menuju dapur, tapi tangan Jaemin menariknya duduk kembali.

"Aku tidak haus, Haechan. Jangan berdiri dulu nanti kau pusing, ingat darah rendahmu!" kata Jaemin guyon.

Haechan mencebik mendengar ejekan itu. Dia sangat sensitif terhadap dua hal di dunia. Yang pertama adalah saat disinggung tentang berat badan. Dan yang kedua perihal riwayat darah rendah yang membutnya sering bertemu dengan kegelapan tiap berdiri mendadak.

"Matamu bengkak sekali, pasti karena kemarin menangis selama tiga jam," kata Jaemin tiba-tiba, dia menelisik raut wajah sahabatnya yang memasang mimik sedih.

"Aku rindu keluargaku di rumah. Meskipun ibu sering memanggilku anak nakal, tapi aku tahu sekarang dia pasti kelimpungan setengah mati. Apa kau tidak rindu ibumu, Na?"

Jaemin tersenyum getir. Tentu saja dia merindukan ibunya, dan juga takut.

"Ibuku sedang sakit di rumah. Kemarin pagi sebelum berangkat sekolah aku melihatnya muntah-muntah lagi. Aku takut penyakitnya dulu kambuh, Chan!" cicit Jaemin, menggenggam tangan sahabatnya erat.

703Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang