Susah payah aku mendaki sejauh kepalamu tegak menengadah ke ujung langit, tau-tau hujan lebat turun deras dari rangkaian bola matamu. Meluluhlantakan jalanan terjal yang sedang aku tapaki. Kamu baik-baik saja?
Dadanya berdegup cepat, mengisyaratkan haus akan udara bebas seperti sedia kala, yang mana di hirupnya aroma dari mawar-mawar segar yang di jajakan setiap hari dari maheswarinya, ternyata dia tengah sekarat sebab merindu.
Aku terpatung di batang hidungnya, menunggu untuk sabda sebuah perjalanan, "haruskah aku kembali memanjatnya sampai dapat atau kembali turun untuk sekadar berbagi pelajaran?" Riuh desis dari bibir ranumnya yang terus melafalkan nama.
Sejenak aku terdiam dan memutarkan badan, membelakangi segala hal yang nampak serupa dia. Aku menghentak keras dada sebelah kiri yang mulai retak dan menumpahkan cairan segar yang mengartikan sebuah ikhlas.
Rupanya aku tidak di ijinkan untuk memeluk sampai tenggelam. Aku tidak di ijinkan untuk memanjat sampai pucuk kepala. Aku bukan pendaki mahir yang dia harap. Aku bukan obat yang menjadi candunya.
Derap kecil-kecil ku buat sebagai iringan nyanyi sunyi di perjalanan pulang, "aku pamit sampai sini."
_Catatan punai, 3 Mar 23
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Senja Kita [Sebagian Puisi Dibukukan]
RandomSekumpulan puisi, sajak dan quote. Untuk yang patah hati recommend banget deh 😂 Jika ada kesamaan rasa di dalam, oke kita senasib 😅 Ciee... ciee... 😂😂😂 Note : Sebagian dari puisi ini sudah dibukukan, gaes. Tapi, versi di wattpad dan dibuku sud...