4. Minta Maaf

747 61 13
                                    

Tolong jangan jadi silent readers ya sayang-sayangku!

***

Thea melangkahkan kaki keluar dari kelas biologi. Hari ini, ia memang bersekolah. Sebelumnya, ia terkesan menghindar dan diam dari semua orang. Tapi hari ini, Thea sudah jauh lebih baik. Ia hanya tidak habis pikir dengan keluarganya, ratusan tahun tinggal dan dibesarkan bersama, ternyata bukan jaminan bahwa mereka mengenal Thea sepenuhnya. Lagipula, Thea tidak akan mungkin melukai orang lain yang tidak bersalah. Ia juga tidak berambisi pada darah suci.

"Thea."

Thea berhenti tapi tidak membalikan badannya ke arah sumber suara itu. Ia tidak harus membalikan badannya, karena ia mengenal aroma dan pemilik suara itu. Itu, Galang. Galang mendahului dan kini berdiri dihadapan Thea. "Gue minta maaf."

Thea mengangguk, "Gue duluan ya, Lang."

Galang menahan tangan Thea. Suasana sekolah sedang sepi karena kebanyakan sedang istirahat di kantin, ia membawa Thea melesat. Ia mendudukan dirinya dan Thea disebuah bangku di taman sekolah.

"Gue minta maaf Thea. Gue nggak bermaksud untuk nuduh lo waktu itu. Gue cuma,.."

"Gue cuma kalut dan terlalu panik mencium darah suci itu tumpah."

Thea mengalihkan arah pandangnya. "Panik karena darah suci tumpah atau karena Nayla?"

Galang terdiam. "Gue udah denger semuanya dari Sisi. Gue merasa bersalah. Mungkin, gue udah terlalu kasar waktu itu. Tapi lo harus tau, gue nggak bermaksud."

Thea tertawa. "Lo bahkan nggak menjawab pertanyaan gue."

"Gue yakin kalo kedekatan itu berjalan beriringan dengan kepercayaan, Lang. Kalo kita deket tapi kepercayaan itu bahkan nggak bertumbuh, semua nggak ada artinya." Jujur Thea yang membuat Galang terdiam.

Galang sadar bahwa tuduhan waktu itu begitu menyakitkan untuk Thea. Apalagi, ketika tuduhan itu datang dari orang-orang terdekat. Semua terkesan menyerang dan memojokan Thea untuk kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan. Galang benar-benar merasa bersalah untuk itu. Tapi Galang bersyukur, setidaknya Thea terbuka dan jujur mengenai apa yang dirasakan. Karena dengan begitu, Galang akan semakin belajar.

"Udah Lang, gue cape juga ngebahas ini. Gue maafin. Jadi, ini bukan sesuatu yang perlu dibahas lagi atau diperpanjang."

Galang tersenyum sumringah. "Iya juga ya. Daripada bahas masalah kemarin, mending bahas tentang kita aja, kan?"

"Eh tentang kita." Tawa Galang kemudian menepuk pelan mulutnya. Galang selalu saja lepas kendali ketika bersama Thea. Tak jarang merutuki diri karena terlihat bodoh dihadapan Thea.

"Tapi gue minta maaf beneran, The. Lo mau maafin gue kan?"

"Ya tapi lo harus maafin gue sih. Gue nggak tahan kalo dimarahin sama vampire secantik lo."

"Thea, lo masih marah ya? Senyum dong." Heran Galang saat mendapati Thea tidak bergeming.

Galang menghadapkan tubuhnya ke arah Thea. Ia menyentuh pipi itu dan menarik garis senyum di wajah Thea. "Gini kan makin cantik. Eh tapi lo cantik terus sih. Nggak pernah jelek."

"Apaan sih, Lang." Ucap Thea sambil tersenyum tipis.

***

AGAINST USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang