Jangan lupa vote, comment, dan share.
Ada kata-kata kasar, jadi mohon kebijaksanaannya.
Bab ini antonim bahagia.
Selamat membaca!
***
"ARGHHHHH."
David terlambat. Tepat di depan matanya, ia melihat bagaimana Venossa menusuk Thea dengan pedang perak milik Galang.
Di belakang David, semua (kecuali Galang) juga melihat peristiwa itu dengan jelas. Semua membeku.
"Thea." Seruan David menyadarkan semuanya.
David melesat dengan cepat dan menjauhkan Venossa dari Thea. Ia menendang pedang perak milik Galang dari tangan Venossa. Ia menghajar Venossa dengan seluruh kekuatannya.
"Thea."
"ARGH." Rintih Thea sambil memegangi perutnya. Darah merembes. Kesadarannya sepertinya menipis. Ia hampir rebah ke tanah, tapi ia tidak merasakan sesuatu keras menghantam punggungnya. Ia merasa berada dalam pelukan seseorang. Dari aromanya, ini Tristan.
"Thea. Tetap sadar. Gue mohon." Ujar Tristan dengan panik. Ia mendekap Thea dalam pelukannya. Hatinya mendadak tidak karuan, begitu mendapati Thea dalam keadaan seperti ini.
"Thea." Seru Aurel dan Ken.
Liora menutup mulutnya. Ia tidak percaya. "Thea, kenapa bisa kayak gini?"
"Anjing. Semuanya kayak anjing." Seru Digo.
Yasha memegang tangan Thea. "Lo harus tetap sadar. Gue dan yang lain bakal cari cara buat obatin luka lo."
Thea menggeleng pelan dengan air mata. Ia tidak yakin akan tetap terjaga, karena rasanya sakit sekali. Bukan hanya fisik, tapi juga hati.
Aurel, Ken, dan Rey menatap Thea prihatin bahkan mereka tidak bisa mengeluarkan kata apapun. Mereka sama-sama tau bahwa pedang perak milik Galang itu sangat berbahaya.
"Gue mohon bertahan."
"Lo bakal selamat. Gue yakin itu."
"Kalian pasti tau kan apa yang bisa menyembuhkan Thea? Tolong kasih tau." Tanya dan pinta Yasha menatap Aurel, Ken dan Rey secara bergantian.
Aurel menggeleng. "Balut aja dulu lukanya Yasha untuk menghentikan pendarahannya."
Jujur, Aurel, Ken dan Rey belum tau pasti apa yang bisa menjadi penawar untuk luka Thea.
Tristan melakukan seperti yang Aurel perintahkan.
Digo mengepalkan tangannya. "Kesalahan besar, Galang!"
David mencakar Venossa dengan cakaran serigala. Ia menghajar Venossa tanpa ampun. Rintihan dan jeritan Venossa tidak memiliki pengaruh apapun bagi David. Pada akhirnya, tubuh Venossa terbujur kaku di tanah, dan David masih terus menghajar Venossa.
Rintihan dan jeritan kesakitan dari Venossa tidak lagi terdengar.
Rey menghampiri David dan menariknya. "Cukup Vid." Ia berjongkok untuk memastikan apakah Venossa masih hidup.
Rey berdiri. "Udah cukup, dia udah mati."
"Dia emang udah sekarat kok sebelumnya, gue cuma selesain aja." Ujar David dengan emosi yang tertahan.
Rey menatap tubuh Venossa. Darah dimana-mana. Ia bergidik ngeri. Pada waktunya, Venossa tetap akan mati. Tapi tidak terbayangkan jika caranya seperti ini. Ia mengambil sebuah wadah tak kasat mata, kemudian melakukan sesuai dengan tujuan kedatangan mereka. Mengambil darah hijau Venossa.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAINST US
FantasyJika kebencian abadi terpatri dalam sanubari, apakah menyerah pada keadaan adalah solusi? Untuk kita dan mereka yang saling mencintai, namun terhalang oleh pengabdian abadi. Seberapa jauh cinta mampu menepis perbedaan dan meruntuhkan sekat yang be...