Jangan lupa vote, comment and share!
Yuk bisa yuk minimal 25 vote dan 50 komen.
Bab ini sedih. Semoga rasanya ada ya.
Selamat membaca.
***
Tobi menarik Thea pelan menuju taman rumah sakit. Ia butuh ruang dan waktu untuk bicara berdua dengan gadis itu. Setidaknya Thea harus tau.
"Gue nggak pernah bicara serius Thea, dan gue juga rasanya nggak cocok kayak gini. Tapi gue minta jawaban atas pertanyaan gue tadi, apa setelah semua yang terjadi sama Galang, lo bakal tetap ninggalin dia?"
Thea menggeleng. Ia bimbang akan keputusan yang harus ia ambil. Perkara hati, ia tau siapa yang menang, tapi di satu sisi nuraninya menyangkal. "Gue nggak bisa ambil keputusan dalam keadaan seperti ini, Tobi. Lagipula keputusan yang gue ambil nggak akan mengubah apapun."
Tobi menatap Thea sejenak. "Lo nggak capek bohongin hati lo sendiri?"
Thea menghela nafas pelan. Matanya mulai berkaca-kaca. "Hati gue nggak apa-apa kok."
Tobi tersenyum tipis. "Galang bilang lo mau dia untuk tetap bahagia. Sekarang pertanyaannya gue balik, apa lo cukup bahagia dengan keputusan yang lo ambil?"
Air mata Thea perlahan luruh. Dengan cepat ia mengusapnya. "Ya, gue cukup bahagia kok."
"Apa lo tau kalo Galang itu bener-bener cinta sama lo? Selama ini, dia sedih dan uring-uringan."
Thea menoleh. "Gue nggak tau Tobi mana yang harus gue percaya."
"Mungkin lo mikir karena gue temennya Galang, makanya gue belain Galang. Tapi nggak Thea, gue dan Ken adalah saksi dari betapa menyesalnya dia, karena telah menyia-nyiakan perempuan sebaik lo."
Tobi menyerahkan sebuah album dan sebuah buku yang sempat ia ambil dari ruang rawat Galang. "Lo bisa cek sendiri isinya apa."
"Dia ngumpulin foto-foto lo, foto-foto kalian, terus dia cetak di album. Sama Nayla, dia nggak pernah kayak gini."
"Terus di dalam buku itu, Galang suka nulis tentang lo. Gue baru sadar tulisan dan foto itu udah dari lama, bukan dibuat baru-baru ini."
"Ternyata dia cinta sama lo sejak lama. Tapi rasa cinta itu tertutup sama rasa pedulinya terhadap Nayla. Gue tau itu bikin lo sakit. Tapi sekarang Galang jauh berbeda Thea. Dia selalu berusaha membatasi interaksinya sama Nayla bahkan saat lo nggak ada."
Thea mengusap wajahnya pelan. Ia membuka album dan buku yang diberikan Tobi. Benar, foto-foto itu foto lama. Tulisan-tulisan dalam buku itu pun tulisan lama, karena di bagian kanan atas ada tanggalnya. Dalam halaman pertama di buku itu tercantum tanggal dimana Thea dan Galang bertemu.
"Gue rasa Galang mencintai Nayla itu karena keadaan Thea. Mereka tumbuh besar bersama, menjadi saksi hidup satu dengan yang lain, jadi kayaknya wajar kalo rasa itu bertumbuh. Karena banyak waktu yang mereka habiskan bersama."
"Tapi gue rasa Galang mulai bisa menerima keadaan kok. Dia mau untuk buka lembaran baru. Tapi kan sekarang, saat dia mau, lo menolak."
"Secara objektif, gue tau David itu laki-laki baik Thea. Dia keliatan sayang sama lo. Gue juga laki-laki, jadi kurang lebih gue paham. Tapi apa semudah itu untuk menghapus Galang dari hati dan hidup lo?"
Thea menggeleng. "Nggak pernah mudah juga buat gue Tobi. Tapi mungkin ini yang terbaik."
Tobi menyangkal. "Nggak masuk akal, Thea. Nggak mungkin ini yang terbaik kalo baik lo maupun Galang aja nggak bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAINST US
FantasyJika kebencian abadi terpatri dalam sanubari, apakah menyerah pada keadaan adalah solusi? Untuk kita dan mereka yang saling mencintai, namun terhalang oleh pengabdian abadi. Seberapa jauh cinta mampu menepis perbedaan dan meruntuhkan sekat yang be...