Jangan lupa vote, comment, dan share!
Selamat 3k+ readers<3.
Tembusin minimal 20 vote dong.
Bab ini nano-nano.
Selamat membaca.
***
Di tangan Hara, darah Nayla yang semula membeku kembali normal, layaknya darah pada umumnya, yang siap untuk digunakan. Tapi darah itu harus digunakan sesegera mungkin. Untuk itu, Galang dan David, diikuti oleh Nayla dan Sisi bergegas menuju sungai es. Tempat Thea dibekukan.
Langkah Galang terhenti saat melihat Keluarga Agra dengan formasi lengkap berada di sana. Ia menarik nafas pelan, bukan karena nyalinya ciut, hanya saja ia seolah menyiapkan diri dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
"Lo kenapa berhenti sih?" Tanya Nayla heran.
Nafas Galang mendadak tidak teratur. Ia semakin gelisah. "Nggak apa-apa."
Nayla menatap Galang serius. "Nggak apa-apa gimana? Orang lo gelisah banget kayak gitu? Lo sakit?" Tanya Nayla saat melihat ada yang aneh dengan sikap Galang.
David merangkul Galang, seolah menyalurkan kekuatannya. "Semua bakal baik-baik aja. Lo tenangin diri lo. Kalo mereka marah itu wajar. Tapi setidaknya lo udah berusaha untuk memperbaiki semuanya."
Nayla mengerutkan alisnya. Ia belum mengerti maksud dari ucapan David. Sementara Sisi fokus dengan dunianya sendiri; menatapi Digo dari kejauhan.
"Duluan aja Nay." Ucap Galang.
Nayla menuruti dan berjalan mendekati Keluarga Agra. Ia mengambil posisi di sebelah Tristan, begitu juga dengan Sisi yang mengambil posisi di sebelah Digo.
"Nayla."
"Sisi."
Digo menatap Galang tajam. "Lo ngapain ke sini? Nggak ngerti bahasa manusia?" Ujar Digo dengan suara tinggi. Ia melangkah untuk menghampiri Galang, tapi Sisi menahan tangannya.
"Jangan kayak gini Digo." Tegur Sisi dengan tangan yang mengandeng Digo. Ia mencoba untuk meredam emosi Digo.
Digo menggeleng, kemudian diam.
Suasana mendadak tegang. Keluarga Agra tampak diam. Tidak ada satu pun yang menjadi pemecah keheningan setelah Digo.
Agra memandangi Thea, lalu sekilas memandangi Galang. "Selama ini saya menjaga anak-anak saya dengan cara saya. Saya pastikan keselamatan mereka, karena tidak ada yang lebih penting dari itu, bahkan saya korbankan kebahagiaan mereka. Karena bagi saya, keselamatan ada di atas kebahagiaan."
Galang menatap Agra dengan tatapan heran. Sungguh ini diluar perkiraannya. Ia pikir Agra akan membabi buta, memukulinya, bahkan menghabisinya. Padahal, ia sudah siap untuk menerima semua resiko dari perbuatannya.
"Lewat kejadian ini, dari sudut pandang seorang ayah, saya mau minta tolong untuk menjauhi anak saya. Karena menjaga keselamatannya saja, kamu tidak mampu."
Nayla memandangi sekelilingnya, kemudian menatap Tristan seolah menuntut penjelasan. Sebenarnya ada apa?
"Saya tidak pernah merendahkan harga diri saya, dengan meminta tolong pada bangsa serigala, tapi mungkin dengan seperti ini, kamu akan mengerti. Karena melepaskan anak saya pada laki-laki yang tidak punya rasa tanggung jawab, adalah sebuah ketidakmungkinan Galang."
Galang tidak percaya bahwa ia berhadapan dengan Agra, seorang bangsawan vampire. Agra yang terkenal kejam, keras, tegas, dan otoriter. Semua tau itu, tapi kali ini tidak lagi Galang lihat itu semua. Kini murni, Galang melihat Agra sebagai seorang ayah yang sebenarnya sangat mengasihi anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAINST US
FantasyJika kebencian abadi terpatri dalam sanubari, apakah menyerah pada keadaan adalah solusi? Untuk kita dan mereka yang saling mencintai, namun terhalang oleh pengabdian abadi. Seberapa jauh cinta mampu menepis perbedaan dan meruntuhkan sekat yang be...