Jangan lupa vote, comment, and share!
Happy 4k readers.
Bab ini semoga ada rasanya. Semoga.
Disclaimer : Aku masih dalam masa pemulihan, maaf kalo agak pendek ya. Terus untuk part yang belum aku update, akan aku tebus di hari sabtu ya.
Jadi kalo nggak ada halangan, sabtu double up.
Tapi minimal 25 vote bisa kali!
Selamat membaca.
***
Galang berjalan menyusuri koridor sembari merenungi keadaan. Penolakan Thea cukup menjadi pukulan telak bagi Galang. Pasalnya Thea tidak pernah menolak Galang untuk apapun itu. Barangkali itu membuat Galang terlena dan lupa bahwa tiap insan punya batas kesabaran.
Galang terlalu terbiasa dengan Thea yang selalu ada. Selalu dekat. Selalu bisa. Selalu mau. Tidak pernah tidak. Jadi begitu Thea tidak ada, tidak dekat, tidak bisa dan tidak mau, rasanya asing. Selain itu, di antara sekian banyak pilihan, Galang belum mengerti kenapa harus David? Yang notabene adalah saudaranya sendiri.
"Paku payung."
Galang tau persis pemilik suara ini. Ia menatap Tobi malas. "Kenapa?"
"Lah kucel banget. Lecek lagi. Lo baru sampe? Kok gue duluan datangnya?"
Galang menggeleng. "Gue udah dari admission kok. Udah submit form regis sama berkas."
Tobi melihat ke sekeliling Galang. Matanya seolah mencari sesuatu. "Katanya tadi mau jemput ayang? Mana? Bohong lo ya? Ih Galang berdosa." Tuduh Tobi.
Galang menghembuskan nafasnya pelan, kemudian berdecak. "Thea nggak bareng sama gue."
"Loh kenapa?"
Galang mengangkat kedua bahunya. "Tau ah. Lapar gue."
***
Suasana kantin cukup ramai mengingat banyak yang mendaftarkan dirinya di universitas ini. Salah satu universitas swasta terbaik di Jakarta. Di sinilah, Thea dan David berada.
"Lo udah pesan makan?" Tanya Thea.
David mengangguk. Kebetulan ia belum sempat sarapan. "Udah. Katanya bakal dianterin. Makasih ya udah mau nemenin makan dulu."
Thea tersenyum. "Santai kali. Kebetulan urusan di sini juga udah selesai. Lo juga belum sempat sarapan kan."
"Sorry ya tadi agak telat jemput. Lo jadi nungguin agak lama. Terus karena kita telat jadinya agak ngantri pas di admission tadi." Thea sama sekali tidak marah, hanya saja David merasa perlu untuk meminta maaf, karena sudah membiarkan gadis itu menunggu.
"Nggak masalah. Kan sebenarnya nggak ada jamnya juga, selama masih jam operasional. Bukan masalah besar kok Vid." Ujar Thea.
Thea teringat akan kedatangan Galang ke rumahnya tadi. Ia berucap ragu. "Tadi Galang ke rumah."
David mengangkat sebelah alisnya. "Oh iya? Ada apa?"
Thea mengangkat kedua bahunya. "Katanya mau ajak berangkat bareng."
David tertawa. "Terus kok nggak bareng?"
Thea menatap David heran. "Kok pertanyaannya gitu? Emangnya lo nggak marah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAINST US
FantasyJika kebencian abadi terpatri dalam sanubari, apakah menyerah pada keadaan adalah solusi? Untuk kita dan mereka yang saling mencintai, namun terhalang oleh pengabdian abadi. Seberapa jauh cinta mampu menepis perbedaan dan meruntuhkan sekat yang be...