Jangan lupa vote, comment, dan share ya. Nanti ngambek HAHAHAHA.
Bab ini sedikit menyenangkan.
Selamat membaca.
***
Semua orang tau bahwa udara puncak itu dingin, dan menyejukkan. Berbeda dengan udara kota yang banyak terpapar polusi, debu, dan lain sebagainya. Tapi rasanya berbeda bagi Galang.
Galang memperhatikan interaksi dua individu yang kian hari kian lekat. Bersenda gurau. Mengulas senyuman manis dan tawa satu dengan yang lain.
Galang mendekat, kemudian berdeham.
Thea menoleh ke arah sumber suara. Itu Galang.
"Vid, apa kabar Vid?" Tanya Galang mengambil tempat di antara keduanya sambil menepuk bahu David.
David tertawa. "Lah kan kita baru ketemu?"
Galang baru sadar. Pertanyaan David itu ada benarnya. Karena keduanya punya tujuan yang sama, akhir-akhir ini keduanya sering bertemu. "Oh, nggak apa-apa. Kan nggak ada salahnya nanya. Banyak yang bisa berubah dalam hitungan menit bahkan detik."
David mengangguk. Meskipun sekarang rasanya ia paham. "Bisa aja lo."
"Kalian makin deket ya? Kayak lebah sama bunga, nempel mulu." Tanya Galang sambil tertawa, kemudian melirik David dan Thea ganti-gantian.
Thea terdiam.
"Nggak bermaksud kepo juga sih. Nggak mau dijawab juga nggak apa-apa." Ucap Galang terlihat tenang, padahal sedang menunggu jawaban.
David tampak berpikir. Sebuah ide muncul di kepalanya. "Deket? Ya cukup deket sih. Tapi ini sekarang jadi ada jaraknya karena lo di tengah."
Galang menggaruk kepalanya. "Maksudnya bukan jarak sih."
"Terus?"
Galang berucap ragu. "Pacaran ya?"
David bergumam. "Kalo pacaran juga harusnya nggak ada yang marah kan?"
Thea melotot. David menatap Thea, kemudian menggeleng pelan. Seolah memberi kode.
"Ada. Ada banget."
Melihat tatapan heran dari Thea dan David, Galang meralat ucapannya. "Ya maksudnya bokapnya pasti marah. Kan beda bangsa. Agra lumayan galak sih, terakhir ketemu. Tapi nggak tau ya kalo sekarang. Saudara-saudaranya juga apalagi si Digo."
Thea tertawa kecil. Sebenarnya Galang ini cemburu atau apa?
"Oh gitu. Nggak apa-apa sih, kalo jodoh pasti dimudahkan jalannya. Selama berjuang sama-sama pasti ada aja jalannya. Ya hidup kan nggak selalu mulus. Jadi nggak apa-apa kalo gue jadi pejuang restu."
Galang melongo. David terlalu frontal. Eh jadi maksudnya? David ingin memperjuangkan Thea? "Tapi kayaknya nggak jodoh deh. Lebih cocok sama..." Ucap Galang tidak sadar.
"Hah. Gimana?" Tanya David kemudian tertawa.
Galang menepuk mulutnya. Selalu saja keceplosan. Ia melihat Nayla melintas, kemudian memanfaatkan momen ini.
"Eh Nay, Nay." Panggil Galang sambil mendekati Nayla.
Nayla berhenti sejenak. Melayangkan pandangan ke arah David dan Thea. "Kenapa?"
"Kok lo tambah cantik sih malam ini?" Goda Galang. Sengaja.
Nayla melongo. "Lo apaan sih? Udah deh. Nggak usah aneh-aneh."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAINST US
FantasyJika kebencian abadi terpatri dalam sanubari, apakah menyerah pada keadaan adalah solusi? Untuk kita dan mereka yang saling mencintai, namun terhalang oleh pengabdian abadi. Seberapa jauh cinta mampu menepis perbedaan dan meruntuhkan sekat yang be...