Jangan lupa vote, comment, and share!
Bisa kali minimal 20 vote.
This part might break your heart. So sorry.
Selamat membaca.
***
Thea menghentikan langkahnya, kemudian bersandar di salah satu pohon. Sejenak ia melirik David. "Makasih ya."
David mengerutkan sebelah alisnya. "Makasih buat apa?"
Thea masih ingat jelas pertolongan David ketika di istana Venossa. Wadah berisikan bubuk perak, siang yang seolah-olah menjadi malam, atau bahkan yang terpenting; pertolongan David saat ia kena tusukan Venossa. "Buat semua pertolongan lo waktu di istana Venossa."
David tertawa. "Santai aja lagi, gue juga nggak membantu banyak."
Thea berdecak. "Lo selalu kayak gitu. Selalu merendah. Padahal, gue tau banget kalo misalnya gue ketusuk lebih dalam, bisa aja gue mati di tempat."
"Bukan sepenuhnya jasa gue juga sih, tapi ya melalui perantaraan gue. Menurut gue, lo didekap oleh harap dari orang-orang yang sayang sama lo. Makanya, semesta nggak panggil lo pulang." Ujar David.
"Kayaknya lo terlalu baik deh."
David tampak bingung dengan pernyataan Thea. "Bukannya menjadi baik itu keharusan ya?"
Thea mengangguk. "Iya bener. Baik itu keharusan, meskipun kadang kedengeran naif juga sih. Tapi lo nggak lupa kan kalo gue vampire?"
"Bukannya lo punya tugas untuk menghabisi bangsa vampire? Lo kan serigala putih, pemburu vampire."
David terdiam. Thea benar. Pada awalnya, tujuan kepindahan David adalah untuk memburu vampire di kawasan ini. Ia masih melakukan itu, tapi kini dengan pengecualian. "Gue masih lakuin itu kok, tapi fokus gue lagi kebagi aja."
"Berarti lo penyebab dari banyaknya vampire yang tewas menjadi debu dalam rentang waktu yang singkat itu kan?" Tanya Thea memastikan.
David mengangguk. Gadis di sampingnya ini punya analisa yang luar biasa.
"Tapi kenapa lo nggak pernah nyentuh keluarga gue?" Tanya Thea penasaran.
"Kenapa lo selalu baik sama gue dan keluarga gue?"
Demi apapun, Thea jadi penasaran. Niat awal untuk mengucapkan terima kasih, kini memunculkan banyak rasa penasaran. Karena benar adanya, untuk ukuran serigala apalagi serigala putih, David itu terlalu baik.
David mengalihkan arah pandangnya. Ia memandang lurus ke depan. "Mungkin karena keluarga lo nggak berbahaya."
Thea mengerutkan alisnya. Ia baru sadar ternyata selama ini banyak yang janggal tentang David. Kejanggalan itu memicu rasa penasaran. "Gue nolongin lo sekali, kenapa lo mau nolongin gue berkali-kali?"
"Karena pertolongan yang sekali itu menyelamatkan nyawa gue."
Thea tampak berpikir. Ingatannya melayang pada pertemuannya dengan Keluarga Marco, beberapa saat sebelum Agra menyatakan bahwa Keluarga Marco tewas. "Gue baru ingat, Keluarga Marco sempat ketemu sama gue dan Yasha, beberapa saat sebelum mereka tewas. Tapi anehnya, mereka tewas setelah gue dan Yasha pergi. Lo kenapa lakuin itu? Maksud gue kenapa itu terjadi saat gue dan Yasha udah nggak ada di situ?"
David menelan ludahnya. Ia tidak menyangka Thea akan bertanya sejauh itu. Ia berupaya menenangkan dirinya. "Karena kayak yang gue bilang tadi kalian nggak berbahaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAINST US
خيال (فانتازيا)Jika kebencian abadi terpatri dalam sanubari, apakah menyerah pada keadaan adalah solusi? Untuk kita dan mereka yang saling mencintai, namun terhalang oleh pengabdian abadi. Seberapa jauh cinta mampu menepis perbedaan dan meruntuhkan sekat yang be...