Maura kira satu minggu mengurung diri terasa seperti neraka dunia. Salah besar. Sejak keberadaannya ditemukan oleh Mami, api neraka pun rasanya masih kurang memberi derita.
Rencana Maura untuk muncul lagi di hadapan publik setelah berita tentangnya mereda jadi gagal total. Mami mengacaukan segalanya.
Mami memaksa Maura untuk klarifikasi dengan narasi yang tolol. Seperti skrip sebuah film, Maura dipaksa menghapal naskah klarifikasi yang akan dia ucapkan beberapa saat lagi.
Bahkan kostumnya pun sudah disiapkan Mami sejak jauh hari. Apalagi kalau bukan pakaian yang islami. Sayang sekali Maura nggak kuasa untuk membantah.
Padahal baju serba tertutup dengan pasmina yang menutupi rambutnya justru menghambat langkah Maura untuk menghadang lautan wartawan di pelataran gedung Sky Blue Management. Bodyguard yang disewa Mami nggak mampu mencegah cekalan wartawan yang menarik pasminanya sehingga dia sempat tercekik. Nyaris saja emosinya meledak.
"Mbak Momo, apa betul Mbak Momo adalah pelaku kekerasan di video yang sedang viral?"
"Mbak, apa video tersebut rekayasa?"
"Kak Momo, boleh dijelaskan apa alasan dibalik penganiayaan Raka?"
"Kak Momo terlalu mendalami peran ya?"
"Momo, apa kemarin kamu kerasukan setan?"
"Kak Momo mau ikutan kompetisi tinju atau golf? Nggak sayang stik golfnya dipakai untuk memukul orang?"
"Momo sekarang tobat ya pakai kerudung?"
"Maura, apa Anda menyesali kekerasan yang Anda lakukan pada Raka?"
Dan puluhan pertanyaan lain yang nggak tertangkap telinga Maura. Dia sedang fokus mengurai pasmina yang mencekik lehernya. Keringat mengembun di dahi Maura. Sesak Maura semakin bertambah karena asupan oksigen berkurang, berebutan dengan puluhan wartawan yang mengerubung.
"Tolong, minggir ya!" teriak sang Bodyguard. Meski Maura diapit oleh dua bodyguard, tapi tubuhnya tetap susah bergerak.
Berbagai pertanyaan wartawan terus dilemparkan. Maura tetap bungkam. Kacamata hitam dan masker yang menutupi wajahnya nggak mampu menutupi gerak gerik Maura yang panik.
Barisan wartawan semakin kacau. Lensa kamera makin mendekati wajah Maura. Satu senti saja Maura menoleh, maka kepalanya pasti terantuk kamera.
Pertanyaan wartawan yang terabaikan membuat mereka semakin semangat mengikuti arah jalan Maura. Seperti puluhan anak ayam yang berkerubung menggapai makanan, para wartawan saling dorong mendorong dengan kekuatan ganas. Tubuh Maura terjepit, juga terdorong ke berbagai arah. Dia merasakan sengatan cubitan di lengan. Terkesiap kaget, nyaris mengumpat. Lalu dia ingat puluhan kamera sedang tertuju padanya.
Memaksa menarik napas, meraup oksigen banyak-banyak meski tetap sesak, Maura berusaha mengerahkan kemampuannya untuk berlagak tenang. Berpura-pura tenang. Bisa, Mo. Lo pasti bisa. Lagi-lagi mantra itu yang menenangkannya.
===
Beberapa menit kemudian, Maura berhasil tiba di toilet sebelah ruang serbaguna, tempat di mana Maura akan klarifikasi.
"Goblok! Nggak becus kalian kerjanya!" Maura mengomel dengan suara pelan dan mendesis. Melampiaskan amarah kepada dua bodyguardnya yang nggak mampu mencegah keganasan wartawan.
Menggulung lengan baju, Maura mendapati tangannya membiru. Berkat cubitan-cubitan yang entah ulah siapa.
Mengusir kedua bodyguardnya menjauh, Maura menghela napas panjang.
Menatap cermin, Maura mendapati wajah lelah dan kebingungan di sana. Membuka keran, Maura memasuh mukanya berkali-kali, mengusir ekspresi yang Maura benci. Sambil terus merapalkan kalimat, nggak ada yang nggak bisa lo lakuin, Mo. Lo bisa melakukan apapun yang lo mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Tak Terlihat Lagi
ChickLitHanya ingin melarikan diri, sampai tak terlihat lagi.