Harusnya sih yang masih lanjut baca cerita ini adalah golongan orang-orang yang sabar 🤣🤣🤣.
Ajaib, sudah 3x24 jam Maura masih bertahan di Dusun Pancabentang. Tapi sudah tiga hari pula dia nggak keluar dari rumah Pak Wawan.
Keberadaan Sekar yang sedang mencuci pakaian di tepi sungai menarik Bima untuk mendekat. "Sekar, Rara di mana?" tanya Bima sambil mengedarkan pandangan.
"Teh Rara masih sakit, Kang. Kasihan Teh Rara, ini bajunya lagi Sekar cucikan."
"Dia masih sakit?"
"Iya. Katanya lagi flu, takut nularin orang-orang, Kang. Jadi Sekar disuruh pindah kamar ke kamar Ambu, biar nggak ketularan."
"Katanya?" Bima mengernyitkan dahi.
"Iya. Sekar belum liat Teh Rara lagi. Katanya jangan ditengok. Kedengerannya sih bersin-bersin terus. Jadi makan juga di dalam kamar. Makanannya diantar sama Ambu."
Bima menghela napas kasar.
"Aku ijin jenguk Rara ya."
Wajah Sekar diselimuti keraguan. "Hmmm... Sekar tanya Teh Rara dulu ya. Takutnya Kang Bima ketularan."
"Aku mau bawakan obat manjur untuk Rara. Harus aku yang kasih, supaya Rara tau cara meraciknya," ucap Bima meyakinkan.
"Oh..gitu ya Kang? Yaudah nggakpapa, kasihan Teh Rara nggak sembuh-sembuh. Tapi Sekar masih belum bisa pulang, belum selesai nyuci."
"Di rumah kamu ada siapa?"
"Ada Ambu, Kang."
"Aku ke rumah kamu sekarang ya. Ada cucian yang udah selesai? Biar aku bantu angkut ke rumah kamu."
"Eh..nggak usah, teu sawios (nggak apa-apa), Kang."
Tanpa membalas kata, Bima mengangkat seember pakaian yang melilit karena baru diperas.
"Hatur nuhun, Kang Bima."
"Sawangsulna (sama-sama), Sekar." Bima memberi senyuman tulusnya.
===
Maura sedang memejamkan mata sambil bersenandung, mengira-ngira notasi nada yang tepat untuk gubahan lagu baru yang sedang dia tulis. Hingga gedoran pintu kamar membuatnya terlonjak kaget.
"Shit!" Maura bangkit berdiri dan bersiap mengomel karena gedoran pintu kencang yang tak kunjung berhenti.
"Anj... Awww!!!" Umpatan Maura terhenti karena tangannya yang tiba-tiba dicekal kencang.
"Keluar!" desis Bima. Bulu kuduk Maura meremang melihat raut Bima yang...menyeramkan.
"Lepas! Gue lagi sakit!"
"Akting kamu payah. Aku nggak akan mempan kamu kibuli," mata Bima semakin memerah, menahan emosi.
Nyaris saja Maura berteriak menyombongkan diri bahwa dia adalah aktris pemenang berbagai penghargaan. Tapi cekalan Bima terlalu menyakitkan.
"Bentar lagi tangan gue patah gara-gara lo, dan gue makin nggak mau keluar rumah!"
Tiba-tiba Bima melepas tangan Maura. Lalu melihat pergelangan tangan Maura yang memerah. "Sorry."
Menghela napas kasar, Bima memejamkan mata dan mengusap wajahnya kasar.
"Kamu bukan Ratu apalagi tamu kehormatan di sini. Keluar untuk kerjakan tugas Pak Aldo, atau minimal cuci baju kamu sendiri!"
Maura memerhatikan kemarahan Bima yang sepertinya telah menyurut. Mengerahkan sisa kemampuannya, Maura berakting menangis.
"Bim, gue beneran lagi pusing. Ditambah tangan gue sakit banget gara-gara lo. Aduh...nyut-nyutan, Bim."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Tak Terlihat Lagi
ChickLitHanya ingin melarikan diri, sampai tak terlihat lagi.