24. Apa Adanya

2.3K 306 126
                                    

Panjang bangettt. Biar bisa dibaca beberapa hari lah sambil nunggu update selanjutnya 🤣🤣🤣.

Maura nggak bisa tidur semalaman. Hingga Sekar membuka mata untuk bersiap solat subuh, Maura masih terjaga.

"Teteh nggak solat?" tanya Sekar saat melihat Maura tetap berbaring miring, nggak ikut bersiap bangun dan mengambil mukena.

"Enggak, Kar," jawab Maura singkat. Entah mengapa, dia ingin menghindar dari Bima.

Dia butuh waktu untuk memproses fakta.

Kedua mata Maura masih menyalang menatap langit-langit. Belum pernah dia merasa sebimbang ini.

Entah apa yang mendorongnya, tiba-tiba Maura ingin bangkit dan pergi ke bilik cuci piring di luar rumah untuk berwudu. Maura bahkan seniat itu menelusuri jalan setapak sendirian di tengah kegelapan. Lalu setelah sholat subuh sendirian di dalam kamar, Maura baru merasakan kedamaian, rasa kantukpun akhirnya datang. Ah sudahlah biarkan otaknya memikirkan Bima setelah dia bangun tidur.

Kebetulan hari ini nggak ada kegiatan belajar dan Maura bisa bangun lebih siang. Dia baru dibangunkan oleh Sekar ketika makanan untuk sarapan sudah matang.

Maura berencana mengurung diri di rumah hari ini. Dia nggak akan ke mana-mana. Iya, dia ingin menghindari Bima.

"Teh Rara," panggilan Ki Wawan memecah lamunan Maura.

"Iya, Ki?"

"Aki teh poho (lupa). Kamari Kang Bima nitip kelapa kanggo (untuk) Teteh. Tapi belum sempat dikupas. Upami hoyong (kalau mau) kelapa bilang ya. Engké Aki kupaskeun."

Tenggorokan Maura tercekat. "Muhun. Hatur nuhun, Ki."

Selesai sarapan, Maura segera masuk ke kamar dengan langkah gontai. Dia menghela napas lelah. Lalu pandangannya tertumbuk pada beberapa botol minuman dari Bima semalam. Jantungnya mencelos lagi.

Maura, stop jadi cewek melankolis! Pikirin logika!

Maura mengakui, dulu dia sering, ralat, selalu meremehkan orang lain. Apalagi yang memiliki pekerjaan rendahan karena nggak berpendidikan. Sejak kecil, otaknya selalu didoktrin bahwa pendidikan itu penting. Baik formal maupun non formal. Maura bahkan gemar sekali menuntut berbagai macam ilmu.

Jadi wajar sekali dia benci anak pemalas yang suka bolos sekolah. Atau orang-orang nggak berpendidikan. Bahkan kerapkali Maura menganggapnya sebagai beban negara. Okelah dikecualikan anak-anak orang kaya yang memang diwarisi toko atau usaha milik orangtua tanpa harus kuliah. Tapi berdagang saja juga butuh ilmu kan?

Apalagi sebagai publik figur, Maura selalu membangun imagenya dengan amat baik. Bahkan dia sengaja membatasi circlenya, hanya bergaul dengan orang-orang tanpa skandal. Maura ogah kecipratan getahnya. Meski hampir setahun lalu justru Maura yang tersandung skandal.

Di luar Pancabentang, lelaki berlatar belakang seperti Bima pasti akan Maura hindari. Nggak berpendidikan, didropout dua kali, bahkan anak narapidana pengedar narkoba kelas kakap. Bahkan Maura ingat pernah menyumpahi Ayu Budiati kala berita peringkusannya sedang viral. Juga ikut puas dengan putusan hukuman mati pada Ayu Budiati pengedar narkoba kelas kakap, si dalang utama yang menjadi otak lalu lintas pengedaran narkoba di seluruh Indonesia dan mancanegara.

Maura menjambak rambutnya sendiri ketika mendapati otaknya terus menyangkal dengan kata "tapi". Tapi Bima bukan pengedar narkoba. Tapi Bima baik. Tapi Bima adalah satu-satunya manusia yang paling mengerti Maura.

Tapi Maura juga masih mengharapkan karirnya di dunia seni kembali melejit. Meski hanya menjadi musisi. Bahkan dia sudah menyiapkan banyak lagu untuk comebacknya nanti.

Sampai Tak Terlihat LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang