Udah ganti bulan Agustus, harusnya udah update lagi ya 🤣🤣🤣.
Semalam baru diadakan acara nisfu syakban. Solat berjamaah dan membaca yasin tiga kali di malam 15 syakban, setengah bulan sebelum bulan Ramadhan tiba. Momen tutup buku di mana amalan manusia setahun terakhir ditutup, dan dibuka lembaran baru yang masih bersih.
Karena ceramah Pak Ustad, baru kali ini Maura merasa punya banyak dosa. Terhadap orang-orang yang pernah dia zalimi. Tapi katanya Allah Maha Pemaaf. Mungkin suatu saat nanti jika dia berkesempatan bertemu orang-orang di masa lalunya, dia akan mencoba untuk meminta maaf. Karena ternyata mengucapkan kata maaf nggak sesulit itu.
Maura bertekad akan mengisi lembaran putih catatannya setahun ke depan dengan hal-hal baik. Agar hidupnya selalu disertai kemudahan.
Dua minggu menjelang bulan Ramadhan, Maura sibuk mendalami materi mengenai puasa. Karena ini akan menjadi pengalaman puasa pertamanya. Dulu, setiap bulan puasa, dia sering berpura-pura sedang menstruasi. Atau sesimpel bilang puasa, tapi ketika nggak ada siapapun, dia makan dan minum seperti biasa.
Bagi Maura, puasa pertamanya ini nggak bisa hanya dijalankan dengan niat dari imsak, lalu nggak makan dan minum hingga magrib. Dia harus mendalami materi yang membuat pertanyaan di kepalanya terpecahkan, "Kenapa sih gue harus puasa? Apa untungnya gue menjalankan puasa?"
Selain bertanya pada Pak Ustad, Bima pun memberikannya sebuah buku mengenai makna puasa Ramadhan. Padahal Maura nggak meminta, tapi Bima sepertinya tahu bahwa Maura sedang mencari jawaban.
Ah, ngomong-ngomong tentang Bima. Pria itu menyewa lahan milik keluarga Ki Wawan dan Ki Hadi, untuk memproduksi pupuk cair buatannya. Seperti ucapannya, Bima mulai menjual pupuknya ke toko-toko tani di Kota. Juga ke desa sebelah.
Selain pupuk, Bima mulai mengelola tanah sewaannya sendiri untuk menanam sayur dan buah. Bima menanam brokoli dengan hasil panen segar, besar, renyah, manis dan tanpa ulat. Juga buah melon dan naga.
Meskipun waktu kebersamaan mereka semakin berkurang, karena Bima sibuk bolak balik Kota, tapi Maura bangga dengan kemajuan di hidup Bima.
Seumur hidupnya Maura nggak pernah mau dibelikan sesuatu atau dibiayai oleh pasangannya, karena dia merasa mampu membeli dengan uangnya sendiri. Tapi ketidakberdayaannya di Pancabentang membuat Maura mau nggak mau menerima semua pemberian Bima.
Apalagi lelaki itu berkata dengan bangganya, "Ini hasil penjualan pertamaku. Aku belikan semua makanan dan minuman kesukaan kamu. Tolong diterima ya, Maura. Di sini ada hasil jerih payah kamu juga yang membantu aku untuk mengepak barang." Iya, Bima tetaplah Bima yang selalu bisa memberi makan ego Maura. Dia selalu memberi tanpa membuat Maura lupa bahwa perempuan itu juga ikut berusaha.
Dua minggu terakhir Maura dan Bima disibukkan dengan acara munggahan, yaitu makan bersama sebelum bulan puasa. Munggahan dengan keluarga Ki Wawan, keluarga almarhum nenek Sekar, keluarga almarhum bapak Sekar, sampai sesama anggota pengajian remaja. Padahal semuanya masih sama-sama warga Pancabentang.
Lalu tiba-tiba Maura memiliki ide untuk mengadakan munggahan bersama murid-muridnya. Bima menyambut baik ide tersebut. Tepat tiga hari sebelum bulan Ramadhan, Bima sengaja mengosongkan waktunya satu hari.
Bima berencana untuk membuat ikan bakar, yang dimasak langsung di pinggir sungai. Maura dan Bima sudah menyiapkan alat pancing, serokan jaring, serta tombak agar murid-murid mereka bisa menangkap ikan sendiri. Anak kecil dibiarkan mengambil ikan dengan serokan jaring, anak yang lebih besar diberi alat pancing, sedangkan anak remaja memakai tombak.
Seluruh murid Maura adalah perempuan, tapi untuk acara siang ini para anak dan pemuda berjenis kelamin lelaki pun tetap diperbolehkan ikut.
"Emangnya kamu bisa cari ikan pakai tombak, Bim?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Tak Terlihat Lagi
ChickLitHanya ingin melarikan diri, sampai tak terlihat lagi.