18. Ke Desa Sebelah

1.6K 302 130
                                    

Halooo. Sumpah kangen bangettt :'). Jangan lupa baca chapter sebelumnya dulu ya biar inget 🤗.

Sudah satu bulan berlalu sejak hari pernikahan Euis  berlangsung. Banyak perubahan kecil di hidup Maura.

Acara Maulid Nabi yang diselenggarakan tiga hari lalu membuat Maura hapal hampir semua nama warga di Pancabentang dan Bentangluar. Bahkan nama Maura pun semakin dielukan warga karena pada acara puncak Maulid Nabi, Ki Wawan mengumumkan bahwa berdasarkan hasil rapat dengan para tetua, mereka mengijinkan para perempuan Pancabentang untuk diajari membaca dan berhitung oleh Maura dan Bima.

Saat itu Sekar dan teman-temannya mengerubungi Maura, mengucapkan rasa terima kasih dengan amat tulus dan mata berkaca. Seolah Maura adalah pahlawan dusun mereka, padahal dia belum mengajari apapun. Kegiatan belajar mengajar baru akan dimulai ketika perlengkapan sudah dibeli oleh Bima.

Selain itu, Maura dipaksa Bima untuk ikut sholat subuh berjamaah di mushola. Awalnya sungguh mengesalkan, harus bangun pagi hanya untuk ibadah. Tapi lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan. Sampai akhirnya dia bisa rutin beribadah seenggaknya sholat dua kali sehari, setiap subuh dan magrib. Rasa dongkol setiap berjalan ke musholapun perlahan mulai berkurang.

Terkadang setelah sholat subuh, ada tausyiah tujuh menit dari para sesepuh. Akhir-akhir ini tema ceramahnya mengenai rasa ikhlas. Yang membuat Maura merenung saat jurnaling setiap malam. Mencari pembenaran.

Pada akhirnya, Maura memutuskan untuk menikmati hidupnya di Pancabentang. Dia harus hadapi episode kehidupannya di sini, agar bisa lebih siap dan kuat menghadapi realita kehidupan yang lebih keras di luar sana. Dia butuh fisik dan jiwa yang sehat untuk bangkit menjadi lebih kuat.

Kata Bu Inggrid, coba ingat hal kecil yang membuat kamu masih bertahan.

Di Pancabentang banyak terdapat binatang lucu kesukaan Maura. Juga ada...Bima. Ada Ambu yang kian hari sudah Maura anggap seperti Ibu sendiri. Ada Sekar yang kini sosoknya menjelma seperti adik yang nggak pernah Maura punya.

Belum lagi warga Pancabentang yang kini selalu memujinya cantik dan hebat, hanya karena hal-hal sepele yang Maura kerjakan.

Hari ini Maura akan menemani Bima menjual opak ke desa sebelah. Bulan lalu dia batal ikut Bima menjual dodol karena Maura tepar selepas masak-masak seharian.

Maura bersiap dengan penuh semangat. Tanpa sadar dia bersenandung sambil memilih pakaian yang nggak seberapa jumlahnya.

"Teteh mau ke mana?" tanya Sekar penasaran. Masih pagi buta tapi Maura sudah mandi pagi.

"Pergi sama Bima," jawab Maura sambil berpikir keras, lebih cocok pakai dress selututnya atau sepasang kaus dan celana cargo.

"Pantesan semangat pisan," Sekar terkikik sendirian.

"Aku cuma seneng soalnya mau keluar Pancabentang. Aku udah lama nggak jalan-jalan," Maura mengonfirmasi.

"Iya atuh, Teh. Kalem weh. Mau Sekar kepangin nggak rambutnya?"

"Kamu bisa kepang dua?"

"Bisa."

Sesuai omongannya, Sekar mampu membuat dua kepangan di rambut Maura dengan sangat rapi. Jenis kepang daun yang dijalin dari atas.

Pada dasarnya wajah Maura memang cantik. Kepangan tersebut membuat tampilan Maura sedikit berbeda.

"Kamu cocok dikepang," puji Bima saat menjemput Maura.

"Cocok doang?" Maura memberi kode.

"Bagus," komentar Bima bertambah satu kata.

"Teh Rara cantik kan, Kang?" tanya Sekar yang mengintip di belakang bahu Maura.

Sampai Tak Terlihat LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang