6. Melarikan Diri

1.6K 342 106
                                    

Kaget banget baru ngeh belum update hampir 3 bulan 😩. Maaf banget yaa. Nggak kerasa udah selama ituu.

Sejujurnya draft BAB ini udah ada dari 3 bulan lalu. Tapi...aku insecure WKWKWKWKWKWKWKWK.

Dulu aku nulis asal nulis aja. Nggak terbebani gituloh, karna aku tau gak ada (atau mungkin bakal dikit) yang baca.

Meski aku tau cerita Maura nggak akan banyak yang baca, tapi mulai banyak ketakutan aku kalo yang aku tulis tuh salah dan aneh.

Tapi yaudah yah, udah terlanjur rilis nih judul, jalan aja dulu ya. Kalo ada yang aneh atau nggak sesuai, tolong kasih tau ya guys. Semoga masih ada yang penasaran sama kisah Maura 🤣. Tapi gapapa yang baca dikit juga, kalo banyak malah bikin makin panik 🤣.

---

"Mi!" Pekikan Maura terputus karena kepalanya kembali ditenggelamkan oleh Mami.

Setelah berkali-kali menyelupkan kepala anaknya ke dalam bathtub, mendengar kalimat-kalimat minta ampun dan nggak berdaya dari anaknya, emosi Mami mulai menurun.

Dengan napas terengah sisa pelampiasan emosi dan memuntahkan umpatan yang kencang, Mami mendesis, "Anak pembawa sial! Aib keluarga! Kemaskan koper kamu sekarang juga! Jangan sampai kehadiran kamu menghalangi jalan Papa di dunia politik."

Beberapa bulan terakhir Mami masih mengerahkan segala upaya demi mengembalikan karir Maura. Minimal nggak hancur lebur. Tapi di titik Maura dipecat dari pihak manajemen dan kehidupan politik suaminya terancam, Mami mulai berpikir untuk mundur beberapa saat. Sebelum kembali menjadikan Maura sebagai pionnya di dunia entertain.

Terbatuk berkali-kali, Maura terkulai lemas dengan mata yang memerah. Kepalanya tertopang pada tepi bathtub. Berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya meski hidung dan kepalanya terasa tertusuk.

Menendang pelan paha Maura dengan sepatu yang masih terbalut di kaki, Mami kembali mengomel. "Karir kamu yang hancur nggak terselamatkan lagi! Jangan sampai Papa ikut terseret dan terjatuh karena kegagalan kamu. Kehadiran kamu itu bisa mencoreng nama baik keluarga. Mana paspor dan dompet kamu? Jangan coba-coba mengejutkan Mami dengan segala ide konyol kamu."

Sejak dulu, Maura selalu menjadi boneka Mami. Kini sang boneka yang rusak nggak terpakai lagi, sehingga harus dibelenggu di dalam sangkar, sebelum dipaksa bergerak lagi sesuai gerakan tali Mami yang mencekik.

"Di dalam handbag Momo," jawab Maura singkat. Percuma Maura menyembunyikannya.

Keluar dari kamar mandi, Mami mengambil handbag Maura dan menyerahkannya pada asisten pribadi yang setia berdiri di depan pintu kamar hotel.

"Mami sudah siapkan tiket. Kita akan pergi ke Swiss, penerbangan terakhir malam ini. Jangan coba-coba kabur dan merusak rencana. Kemasi barangmu, Mami beri waktu lima menit!" ucap Mami tegas.

Memang ini yang Maura rencanakan. Menetap sementara di Eropa, atau negara-negara di Asia Tenggara tanpa visa jika visa Schengennya sudah expired. Tapi bukan dengan Mami.

Maura nggak mau lagi menjadi boneka tali Mami. Bergerak sesuai arahan dan cekikan Mami. Hidup penuh kecemasan akan kemarahan Mami yang sering meledak.

Sepanjang perjalanannya ke bandara, kalimat netizen yang sering Maura baca terasa menghantuinya, berseliweran tumpang tindih di dalam otaknya. Banyak suara bergema yang menyumpahi Maura menderita dan mati. Kini suara itu terasa nyata, seiring ketakutannya yang semakin mengental.

Maura meremas kuat tangannya di dalam mobil. Tubuhnya gemetaran dan berkeringat dingin. Membayangkan kehidupan macam apa yang akan dia alami di Swiss bersama Mami?

Sampai Tak Terlihat LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang