"Sssh..." Kesadaran liozora sudah pulih usai 2 hari tidak sadarkan diri. sedikit demi sedikit ia membuka matanya. Meski berat, liozora terus mencobanya.
"Nyonya?" Juvida yang sedang beres-beres langsung menghampiri liozora ketika mendengar suara ringisannya.
"Nyonya, ini saya. Nyonya dengar saya?" Juvida menggenggam telapak tangan liozora erat.
"Ais...sakit."
"Sakit? Sebelah mana nyonya, saya akan memanggil dok-"
Liozora menggeleng tidak mau. "aku dimana?" tanya liozora yang kini sudah membuka lebar matanya.
"Nyonya ada di istana. Saya khawatir dengan nyonya, saya takut nyonya tidak akan bangun..." Juvida mulai menangis. Ia segera menutup wajahnya karena malu di lihat oleh liozora.
Liozora tersenyum. "Jangan menangis, nanti istana ini akan banjir karena air mata mu itu."
Candaan liozora justru membuat tangisan juvida bertambah keras. Juvida menangis karena senang liozora sudah sadar dan bisa bercanda seperti biasanya.
"Ejek saya nyonya. Panggil saja saya jubaidah atau siapapun itu asal nyonya tidak pergi meninggalkan saya," kata juvida sembari mengusap-usap kedua matanya yang sedikit gatal akibat menangis.
"Hahahahaha...." Sebenarnya liozora masih pusing, tapi perkataan juvida membuatnya tertawa cukup keras.
"Nyonya? Anda tertawa, anda sudah bisa tertawa?"
"Haha...memang tidak boleh?"
Juvida menggeleng dengan cepat. "Boleh, anda harus tertawa, tidak boleh sedih!"
Liozora merasa terharu dengan juvida yang tulus merawatnya. Padahal liozora sering menjahili juvida. Bagaimana bisa juvida tidak dendam ya? Jika liozora yang di ejek, tentu saja ia langsung marah, liozora kan baperan.
"Eh, ini di istana?" Liozora sedikit melotot ketika sadar dirinya ada di istana.
"Iya, Nyonya. Tadi saya sudah mengatakannya," jawab Juvida.
"Loh loh, terus william? Dan kenapa aku bisa disini? Coba ceritakan padaku, aku tidak ingat apa-apa setelah di pukul william."
Mendengar nama william membuat juvida mengepalkan tangannya. Ia masih dendam dengan mantan tuannya yang kurang ajar kepada nyonya nya.
"Saat nyonya tidak sadar setelah dipukul tuan, saya dan demian sudah ada di kediaman dengan membawa kaisar dan pendeta."
"Hah, terus apa yang terjadi?" tanya Liozora penasaran.
"Saya terkejut dan menangis. Kaisar dan demian sangat marah, mereka seperti patung saat melihat nyonya tergeletak tidak sadarkan diri. Apalagi si william itu sedang menjambak rambut anda," kata Juvida meneruskan ceritanya.
"Ah...aku penasaran dengan ekspresi mereka. Ternyata demian bisa marah juga ya? Hahaha dia peduli juga dengan ku, padahal dia gengsian." Liozora tersenyum jahil membayangkan wajah khawatir demian.
"Demian bahkan sampai berubah wujud karena marah nyonya di perlakukan seperti itu. Sampai-sampai kepalanya muncul tanduk dan punggungnya terbentang sayap hitam. Jari-jari nya juga jadi besar dan tajam. Benar-benar seperti iblis..."
"Woahhh? Sampai seperti itu?" tanya Liozora, sedikit tidak percaya jika demian akan berubah wujud seperti itu.
"Iya, Nyonya! Tapi... kenapa wajahnya tetap tampan ya meski sudah berubah wujud seperti monster? Hehe...." ucap Juvida, kemudian ia menggaruk-garuk leher belakangnya ketika melihat ekspresi datar liozora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Souls: Transmigrasi
Teen Fiction"Ribet amat di zaman ini. Biasanya aku mandi dua hari sekali, kadang lebih..." Gumam nya. Tok Tok "Nyonya, tolong buka pintunya!" Teriak pelayan itu. "Berisik! diam kau Jubaidah, jangan ganggu aku!" Balas Liozora tak kalah keras. "Nyonya, nama sa...