Pada akhirnya tanaman itu berhasil tercabut dari tanah. Mereka berdua tersenyum lega, akhirnya mereka berhasil melakukannya. Mereka juga tersenyum cerah karena bisa kembali ke istana malam ini.
"Ayo kita kembali ke istana, Baginda!"
Vincent menatap liozora ragu. "Tapi...kondisimu?"
Liozora memeriksa dirinya yang tampak baik-baik saja. "Eh, menggigil ku hilang begitu saja," ujarnya, terkejut.
"Kalau begitu ayo kemba—"
Vincent menghentikan ucapannya saat ia menyadari tangannya tidak bisa lepas dari batang tanaman itu.
Liozora yang mengerti segera menarik tangannya juga, namun ternyata tangannya tidak bisa lepas dari tanaman itu.
"Ba-baginda?" liozora menatap baginda panik.
Vincent juga panik. Ia berusaha keras menarik tangannya namun nihil. Ada apa sebenarnya?
"Baginda, tangan kita berdua tidak bisa lepas dari tanaman ini. Apa ini racun? Atau kita salah ambil—"
Mereka berdua langsung terdiam saat tanaman itu mulai menghilang, namun cahaya dari tanaman itu terbagi menjadi dua dan masuk kedalam tubuh liozora dan juga vincent.
Rasanya sakit, liozora merasakan dadanya seperti di tusuk-tusuk. Kepalanya pening, seolah dunia tempat ini berputar sangat cepat. Vincent merasakan hal yang sama juga, rasanya sangat-sangat tidak nyaman. Kepala mereka tiba-tiba tertarik untuk menatap langit.
"Aaaa, berhenti...." Liozora tidak tahan lagi, ini menyakitkan.
"AAA SIAL! CAHAYA APA INI!" Vincent memejamkan matanya karena merasa berat dan perih.
Tiba-tiba saja mereka berdua melihat sesuatu yang aneh saat mereka memejamkan mata mereka. Pandangan yang seharusnya gelap gulita, menjadi terang seolah menampilkan memory lampau.
"Samada, cepat lari!"
Samada tidak beranjak dari tempatnya sedikit pun. Bagaimana bisa ia meninggalkan suaminya begitu saja. Apalagi pria itu sedang berusaha melawan musuh mereka.
"Samada, kau tidak dengar aku?"
"Kita akan pergi bersama," jawab samada dengan tegas.
"Setidaknya selamatkan anak kita!"
Samada tersadar, ia segera menatap bayi yang ia gendong sejak tadi. Bayi yang ada di dekapannya itu tertidur sangat tenang, padahal kondisi mereka saat ini benar -benar kacau. Suara alat tempur dimana-mana, memekakkan telinga, hingga rasanya ingin pecah. Tapi bayi itu sama sekali tidak terganggu.
"Anak ini...mewarisi kekuatan Dewi."
Samada tersenyum. Lalu kembali melihat Gesvan yang sedang melawan dewa petir.
"Dasar pendosa!" teriak dewa petir.
"Samada, aku tidak menyangka kau akan melakukan hal seperti ini," ucap Dewa kesedihan, dengan nada kecewa.
Samada tak menggubris ucapan para saudaranya itu.
"Seorang Dewi menikah diam-diam dengan raja iblis, dan menghasilkan keturunan? Kau benar-benar menjijikan!" timpal, Dewi bunga.
Gesvan yang melihat istrinya menunduk sedih segera menatap marah dewa dewi di depannya.
"Jangan berbicara kasar kepada istriku!" teriak Gesvan, penuh emosi.
Dewi bunga berjalan pelan mendekati Gesvan. "Raja iblis, kau juga tahu kan peraturan para dewa dewi? dilarang berhubungan baik dengan iblis. Karena iblis adalah musuh para dewa. Tapi kalian? Justru menikah diam-diam dan memiliki anak. Para penduduk langit benar-benar marah atas hal ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Souls: Transmigrasi
Ficção Adolescente"Ribet amat di zaman ini. Biasanya aku mandi dua hari sekali, kadang lebih..." Gumam nya. Tok Tok "Nyonya, tolong buka pintunya!" Teriak pelayan itu. "Berisik! diam kau Jubaidah, jangan ganggu aku!" Balas Liozora tak kalah keras. "Nyonya, nama sa...