Bab 33.

112 4 0
                                    

Davi membereskan pakaian dan memasukkannya ke koper

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Davi membereskan pakaian dan memasukkannya ke koper. Bawaan miliknya sejak menikah dengan Sera hanya sedikit. Tidak perlu sakit kepala seperti yang dialami istrinya.

"Kita kan cuma pindah sepuluh langkah, Sera. Tidak perlu diangkut semua, bisa dicicil kan."

Sera masih fokus pada pekerjaan melipat dan memindahkan potongan pakaian dalam pada sebuah kotak bening berukuran agak besar. "Malas kalau nggak diangkat semua, Mas."

Dengan jahil, Davi merentangkan salah satu lingerie istrinya. "Menurutku, ini yang penting dibawa. Sedangkan sisanya hanya pelengkap."

Ucapannya ternyata berhasil membuat Sera mengalihkan perhatian. Sepasang alis istrinya terangkat heran, "Mas, mesum."

"Bukan. Mas hanya melaksanakan kewajiban sebagai suami." Davi mendekati istrinya yang duduk bersila di atas karpet lalu ikut duduk disampingnya.

"Mas, jangan coba-coba ya. Aku sedang beres-beres," keluh Sera ketika telapak tangan Davi menyusup ke balik crop tee berlengan sabrina yang mengekspos bahu dan tulang dadanya.

Tidak menghiraukan larangan sang istri, bibir Davi sukses mendarat pada salah ujung bahu Sera. Lelaki itu pula menciumi rambutnya yang tergerai.

"Jangan cantik-cantik tiap pagi, bisa nggak? Mas kan jadi nggak bisa jauh dari kamu, Sera."

Bisikan Davi tepat pada telinga membuat bulu kuduk Sera meremang. Perasaan hangat yang menjalar beberapa pekan terakhir menjadi familiar.

"Mas."

"Sera," balas Davi tidak kalah lembut sambil membasahi bibir dan terbuai aroma strawberry mint dari shampo yang digunakan istrinya.

***

Setelah menikmati sabtu paginya yang menyenangkan bersama sang istri, Davi pamit untuk menemui salah satu anggota Dewan Direksi. Salah satu yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian karena hasil panen tahun ini tidak begitu baik.

Davi memang tidak menceritakan situasi yang sedang dialami perusahaan pada Sera. Bukan tidak mau berbagi tapi ia sangsi perempuan akan mengerti urusan laki-laki. Apalagi Sera juga belum pernah terjun mengurusi urusan perusahaan keluarganya.

"Bu Yasmeen, apa kabar?" Davi menyapa ramah Dewan Direksi yang hendak ditemuinya. Mereka tidak sengaja bertemu di depan lobby restoran.

"Lha, Pak Davi baru datang juga? Saya pikir tadi saya yang terlambat," ujar Yasmeen, perempuan paruh baya yang mengenakan pakaian sporty, setelan tenis lengkap dengan topinya.

"Bu Yasmeen, baru selesai olahraga?"

"Latihan tenis seperti biasa, Pak. Kalau tidak dipaksa ya makin rontok onderdil, sudah tua seperti ini wajib dirawat."

"Wah, saya harus belajar banyak dari Bu Yasmeen."

Yasmeen menepuk pelan bahu Davi, "Bisa saja merendahnya. Ayo, kita makan siang. Sepertinya Theo sudah menunggu lama."

Om Theo. Kalau bukan karena usul Om Theo mana mungkin ia mau berbasa-basi dengan Bu Yasmeen, salah satu anggota Dewan yang begitu semangat mengajukan ekspansi perusahaan keluarga Sera pada sektor bisnis perbankan.

***

Davi jengah dengan pembicaraan antara Yasmeen dengan Omnya sendiri. Kalau mau sadar diri seharusnya ia bisa memanfaatkan waktu untuk belajar pada dua orang pebisnis handal di hadapannya.

Om Theo berhasil mempertahankan perusahaan keluarga mereka dan bahkan menggandakan kekayaan keluarga Halim berkali lipat. Sedangkan, Yasmeen sendiri selain anggota Dewan Direksi, perempuan itu juga anggota parlemen pada Komisi Sebelas.

Tentu saja kedua orang itu melihat peluang perusahaan Hanafy International untuk dijadikan ladang baru.

Sesaat setelah diskusi di sela-sela makan siang yang dilakukan bertiga, Yasmeen harus undur diri karena harus menghadiri resital piano cucu kesayangannya. Davi memperhatikan perempuan berusia pertengahan lima puluh itu melenggang keluar dari restoran hotel bintang lima yang mereka kunjungi.

"Rencana ini pasti berhasil, Dav. Yasmeen sudah ada di pihak kita." Om Theo kembali menyesap teh ginseng khusus yang diimpor dari China.

"Aku tidak tahu kalau Om Theo ternyata satu almamater dengan Bu Yasmeen."

"Kebetulan," ujar Om Theo pendek.

"Mantan kekasih?"

Om Theo meringis, "Terhalang restu. Keluarganya yang bersahaja tidak setuju dengan Om yang datang dari keluarga pebisnis. Lha, tidak tahunya mendiang suami Yasmeen adalah abdi negara merangkap pengusaha."

"Ada kemungkinan cinta lama bersemi kembali?"

Pertanyaan Davi membuat Om Theo terbahak, "Jelas Om pilih yang usianya lebih muda dan kaya dibanding Yasmeen. Masa nenek-nenek, Davi. Kamu itu ada-ada saja."

Davi ikut terbahak, "Meski nenek, Bu Yasmeen rajin olahraga, Om."

Senyum Theo punah dari wajah tegasnya, sedikit mirip dengan Davi karena tubuh mereka dialiri darah yang sama. "Urusan kita murni bisnis. Tidak ada urusan cinta-cintaan dalam hal ini. Sekarang giliran kamu memastikan anggota dewan direksi lain sepakat dengan rencana kita."

Rahang Davi mengeras, ia tidak pernah merasa nyaman dengan tekanan dari Om Theo. Apalagi saat ambisi bisnis pria yang membesarkan Davi itu harus menyeret perusahaan keluarga milik istrinya. Davi mulai berpikir pernikahannya bersama Sera akan menjadi sumber masalah.***

Add this book to your library! Love and Vote!

Bad CEO's Babymama [Tamat50BabFullKryaKrsa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang