Bab 37.

87 4 0
                                    

Masih kaget dengan pernyataan istrinya, Davi berusaha memproses. Memangnya kalau Sera hamil bayinya, ia sudah siap menjadi ayah? Bagaimana perasaan Sera terhadapnya?

"Sera, boleh bertanya satu hal?"

Sera menoleh karena nada suara Davi yang mendadak serius.

"Apa yang kamu bayangkan tentang kita?"

"Tentang kita?"

Davi mengangguk.

"Saat ini?"

"Terserah, saat ini, waktu dulu atau di masa depan? Apa yang bayanganmu? Apa Mas sudah menjadi suami yang baik?"

"Aku nggak paham kemana arah pertanyaan ini, Mas."

"Maksudku, apa kamu membayangkan ada bayi di antara kita?"

Sera hampir tersedak dengan pertanyaan yang meluncur dari mulut Davi tentang masa depan mereka.

"Bayi?"

Davi gemas sendiri karena Sera terdengar mengulang-ulang perkataannya.

"Jujur, aku nggak tahu. Meski hidup bersama, Mas tidak pernah menyatakan cinta padaku. Aku sendiri bingung dengan situasi ini. Jika masa waktu kontrak selesai, siapa yang akan menuntaskannya? Aku atau Mas?" Sera bertanya sambil menatapnya.

Mendengar pertanyaan Sera, ia cukup kaget karena perempuan itu tampak tenang. Davi menyimpulkan bahwa istrinya memang tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya.

"Masih butuh pembuktian? Jadi, selama ini kita sedang apa, Sera?" Davi berkata heran.

Sera mengangkat bahu, "Bermain rumah-rumahan di rumah keluargaku."

"Apa yang kamu maksud, Sera?"

"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang sudah Mas lakukan bersama Mbak Aster?"

Davi tersentak. Memangnya ia melakukan apa bersama Aster? Bukankah hubungan mereka hanya ipar?

Sera beranjak dari ranjang dan mengambil sesuatu dari tas tangan. Amplop berwarna coklat berukuran sedang. Perempuan itu lalu mengeluarkan isinya di hadapan Davi.

"Jelaskan padaku, Mas!" Sera berkata sinis, "Atau jangan-jangan seharusnya aku yang bertanya benih dalam kandungan Mbak Aster itu milik Mas atau bukan?"

Davi mengambil sederet foto yang memotret kebersamaannya bersama Aster, kakak ipar Sera di perkebunan. Saat mereka menikmati kopi sambil berbincang dan mengelilingi perkebunan karena Aster memang belum pernah berkeliling.

"Apa yang salah dari foto ini?"

"Coba lihat makin ke belakang," ketus Sera dengan kesal.

Foto lain ketika Davi memapah Aster saat keduanya memasuki rumah perkebunan keluarga Sera bersama-sama.

"Mbak Aster terkilir, Sera. Ya masa Mas tinggal begitu aja," bela Davi mendukung tindakannya.

"Sampai harus diantar ke kamar? Sekalian saja Mas gendong, tanggung kalau cuma dipapah." Sera hampir menjerit kesal.

Davi tahu apa yang sedang dirasakan istrinya. Cemburu. Sampai ke ubun-ubun dan tidak bisa melihat kenyataan dan dugaan tidak berdasar.

"Terus kalau Mbak Aster sekarang hamil, itu anaknya siapa? Tidak ada laki-laki lain di rumah ini, Mas. Mendiang Mas Edric kan tidak mungkin menghamili istrinya, sudah enam bulan dari kepergiannya."

"Masih ada berjuta-juta lelaki lain, Sayang. Bukan cuma Mas kan laki-laki yang bisa menghamili Mba Aster," ujar Davi berusaha tetap senang.

"Halah, bohong."

"Kalau nggak percaya tanya Mbak Aster, kita sama sekali tidak terlibat hubungan apapun. Ayo, kita buktikan."

"Mana ada penjahat mengaku, Mas. Penjara sudah penuh kan," sindir Sera berdiri di hadapan Davi sambil melipat dada.

"Percaya sama Mas, Sera. Masa Mas tega bohong sama kamu."

Sera mendecih.

Davi meraih tangan istrinya yang segera ditepis Sera. Istrinya berjarak, tidak bergerak, untuk waktu yang cukup lama. Sepasang mata Sera memandangnya dengan tatapan menantang tapi sedetik kemudian genangan air mata memenuhi kedua sudutnya.

Seakan ada yang menghujam jantung Davi seketika itu pula. Kini ia tahu apa yang harus dilakukannya. Davi bangkit dari ranjang dan menghampiri tempat Sera berdiri, menutup jarak di antara keduanya.

"Sera, I love you." Davi sudah berdiri di hadapan sang istri dan menangkup wajah sang istri.

Sepasang mata istrinya memandang kosong. Tidak ada keceriaan atau respon yang diharapkan Davi keluar dari Sera setelah ia menyatakan cintanya.

Davi berhadapan dengan Sera, "Kamu adalah perempuan kuat, Sera. Kehilangan dua orang yang kamu sayang dalam satu waktu dan tetap memberi Mas ruang di hatimu. Kesempatan untuk tidak pergi atau mengakhiri pernikahan ini."

Mulut Sera terkunci rapat, wajahnya tegang menahan emosi yang diaduk.

Jari Davi membelai pipi Sera dengan buku jarinya, mencoba melembutkan kegusaran yang tergambar di wajah sang istri. Sera masih mematung seperti patung, sama sekali tidak tergerak atau menunjukkan respon apapun.

Senyum pahit terulas di ujung bibir Davi. Ia paham dirinya sedang mengadu nasib, beberapa menit kemudian adalah penentuan nasibnya. Sera akan percaya ucapan yang keluar dari mulutnya atau justru meninggalkannya begitu saja.

Mulut Davi mulai menghitung mundur dalam hati. Sesuai dengan dugaannya. Sera memilih pilihan kedua.

Sera menepis sepasang tangan Davi, sedetik kemudian air mata pecah di pelupuk pada sepasang mata indah istrinya. Dengan kasar Sera mengusap pipi sambil memandangnya dengan pandangan hampa.

"Aku butuh waktu berpikir, Mas. Jangan ganggu aku dulu," lirih Sera sambil menahan derai tangis yang akan pecah di ujung bibir.

Jantung Davi seakan dihujam pisau berkali-kali. Dadanya kelu. Mati rasa.

Sera berbalik dan meninggalkan kamar mereka. Pintu tertutup di belakang perempuan itu. Davi berdiri di tengah ruangan, tidak mampu bergerak mengejar istrinya. Bahkan satu jengkal pun.***

Add this book to your library! Love and Vote!

Bad CEO's Babymama [Tamat50BabFullKryaKrsa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang