Semakin keras Sera berusaha, maka makin sulit sepasang matanya terpejam. Usaha untuk tidur sia-sia bahkan dengan bantuan keheningan sekalipun.
Untung saja Davi tahu diri, lelaki itu memilih pulang dan meninggalkannya dalam sepi. Meski sebetulnya Sera lebih memilih ditemani di ruang rawatnya, tapi kehadiran Davi membuatnya canggung.
Pagi tadi kakak iparnya Aster sempat berkunjung. Kesedihan yang ditahan Aster dapat dirasakan oleh Sera. Satu-satunya harapan mereka bahwa kehadiran suara bayi akan mengganti duka atas kepergian Mas Edric buyar sudah.
"Mbak, nggak perlu nemenin aku sebetulnya. Sudah ada Moon juga kan. Kalau ada apa-apa nanti pasti aku kabari. Jadwal kunjungan Dokter Melia memang tidak tentu, namanya juga obgyn favorit."
Aster mengangguk, "Kamu ada benarnya, tapi kalau Mbak tinggal nanti sendirian. Yakin nggak apa-apa?"
Sera menunjuk asistennya, "Sendirian bagaimana, Mbak? Moon nggak dihitung orang memangnya?"
"Jahat banget nih, Mbak Aster." Moon mendadak bersungut-sungut.
"Paling hari ini diminta extent lagi untuk observasi, biasalah rumah sakit."
"Badan belum enakan memang? Masih ada yang nyeri? Bagian mana, Sera?" Aster bertanya khawatir.
Hatiku yang sakit, Mbak. Sera menggeleng pelan. "Sudah agak enak kok, Mbak."
Aster mengelus rambut Sera dan mendekapnya dalam pelukan.
"Mbak, lihat bayiku sebelum dikubur Davi?" tanya Sera sambil mendongak dan mendapati wajah jelita iparnya.
Sesaat Aster ragu menjawab pertanyaan tapi tepukan Sera pada bahunya seolah memberi tanda bahwa perempuan itu berusaha tegar.
"Wajahnya bersih, Sera. Sekarang baby sepertinya sudah bahagia bersama Mas Edric disana."
Air mata kembali turun tanpa permisi. Sera tidak tahu bagaimana membuat dukanya hilang. Kepergian Mas Edric bersama satu-satunya harapan yang membuatnya terus bertahan pergi bersamaan.
Butuh beberapa waktu sebelum akhirnya Sera berhasil menahan diri di depan Aster. Keduanya berpelukan lama, lalu Aster berpamitan karena ada jadwal pertemuan yang tidak bisa ditunda.
Bertepatan saat kedatangan Dokter Melia, Davi juga masuk ke kamar rawatnya.
"Dokter Melia, sudah lama?"
"Baru mau kontrol ini, Pak Davi." Dokter Melia berdiri di sisi ranjang lalu memeriksa Sera. Setelah melihat laporan dari perawat, Dokter mengatakan bahwa ia diizinkan pulang hari ini.
"Banyak istirahat saja, Bu Sera. Fisik bisa sembuh dengan cepat, tapi tidak dengan hati. Padahal, untuk membuat tubuh selalu bugar dibutuhkan kesehatan emosi yang stabil," ucap Dokter Melia dengan perhatian.
"Kalau berlibur atau naik pesawat sudah boleh, Dokter?"
Dokter Melia mengulas senyum, "Traveling sudah boleh karena tidak ada larangan perempuan yang keguguran untuk naik pesawat. Hasil usg Bu Sera juga sudah bersih. Aman-aman saja. Paling bulan depan dijadwalkan kontrol lagi."
Davi mengangguk, sedangkan Sera sedikit bingung dengan pertanyaan yang diajukan suaminya.
Memangnya ia punya rencana kemana? Sampai harus naik pesawat segala. Ada-ada saja, Davi.
Dokter kandungan Sera kembali mengingatkan Davi agar siap berpuasa minimal dua minggu kedepan untuk mencegah pendarahan.
"Pak Davi, ingat puasa dulu. Mengingat, organ reproduksi Ibu Sera agak lemah. Oleh karena itu, harus dijaga baik-baik."
Davi mengangguk mantap, "Semua akan saya lakukan apapun untuk kesehatan istri, Dok. Tenang saja."
Ucapan Davi berhasil membuat Sera yang sedang minum hampir tersedak. Namun, ia melihat ketulusan di wajah suaminya saat lelaki itu menjawab peringatan dokternya.
"Kalau begitu saya pamit. Ibu Sera, semoga lekas pulih. Jangan terlalu sedih, rahim ibu baik-baik saja. Cuma lebih berhati-hati untuk kehamilan selanjutnya karena preeklamsia yang diderita Ibu."
Sera mengiyakan perkataan Dokter Melia. Bagaimanapun juga jelas ia tidak akan mengandung dalam waktu dekat. Lelaki bukanlah prioritas hidupnya saat ini.
"Kemana Moon?" Sera bertanya tentang keberadaan asistennya pada Davi.
"Menyiapkan pakaianmu, Sera."
"Memangnya kita mau kemana? Pakai dibereskan segala," ujar Sera sambil memijat punggung tangannya yang masih ngilu setelah infusan dilepas.
Davi menyodorkan dua tiket di hadapan Sera. "Pilih mau ke gunung atau ke pantai?"
Sepasang netra Sera memperhatikan dua tiket yang diletakkan Davi di atas pangkuannya. Lelaki itu meraih jari Sera lalu memijat punggung tangan kirinya dengan lembut.
Sera mendongak dan menangkap wajah Davi yang sedang menatapnya dengan intens. Ia lalu memalingkan wajah dan menimbang dua tiket tawaran suaminya.
"Bagaimana, Sayang? Pulang ke rumah hanya akan membuatmu tambah sedih, Sera." Davi menarik kepalanya agar bersandar di dada lelaki itu.
Sera menarik nafas panjang lalu mendongak kembali, "Gunung."***
Add this book to your library! Love and Vote!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad CEO's Babymama [Tamat50BabFullKryaKrsa]
RomanceDavi mencari istri sebagai tiket warisan keluarga, sedangkan Sera membutuhkan suami untuk bayi hasil perselingkuhan. Keduanya sepakat menikah kontrak. Ketika Davi pailit dan mulai menaruh hati, Sera justru kembali ke pelukan mantan kekasih. Apa Davi...