Bab 21. Pengalihan

116 3 0
                                    

Davi tahu Sera sebetulnya tidak tidur, perempuan itu sedang menahan tangis di balik selimut ranjang rumah sakit. Dua kehilangan dalam satu masa bukanlah perkara mudah.

Selesai berbicara panjang dengan Dokter Melia tentang kesehatan Sera membuatnya serba salah. Rencana awal Davi menjadi menantu keluarga Hanafy adalah murni kepentingan bisnis. Namun, melaksanakan misi utama di tengah kepahitan seseorang bukanlah tindakan terpuji.

"Sayang, apa yang sakit? Sini Mas pijat, mau?" Davi memijat pelan betis Sera dari balik selimut.

Tidak ada jawaban pasti dari Sera yang masih pura-pura tidur.

"Atau lebih baik Mas pulang supaya kamu istirahatnya tenang?" Tawaran lain yang Davi katakan untuk mencari perhatian istrinya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Davi mengakhiri pijatan dan menjauhi ranjang istrinya. Ia bahkan menyampaikan selamat malam pada Sera yang masih memunggunginya.

Sera tidak bergerak. Davi tahu diri.

Seringkali keheningan adalah obat untuk patah hati. Sedih yang dirasakan Sera bukanlah duka yang dipahaminya. Kehilangan bayi tidak akan pernah mudah untuk ibu manapun.

***

Keesokan harinya.

"Dav, kamu ikut menjemput Sera?" Aster bertanya melalui sambungan telepon.

"Nggak tahu, Mbak. Belum bertemu Dokter lagi. Bukannya masih harus observasi dua hari ke depan? Lagipula, pagi ini aku ada rapat dengan Dewan Direksi, penting."

"Ya sudah, nanti kalau sudah pulang Mbak saja yang urus administrasinya."

"Terima kasih, Mbak."

Davi menutup telepon dan kembali mematut diri di depan kaca. Ia sudah mengenakan jas dan setelan rapih.

Hari ini ia harus meyakinkan Dewan Direksi tentang rencana perluasan bisnis Hanafy International. Ekspansi pada sektor perbankan dan keuangan usaha kecil merupakan keputusan yang akan mendatangkan keuntungan untuk perusahaan mereka.

Ia mengendarai mobil kesayangan dan menuju gedung kantornya yang berada di pusat bisnis. Hanafy Strategic Square. Gedung berlantai empat puluh itu terlihat mentereng dan megah.

Setelah memarkir mobil tepat di halaman lobby gedung, petugas valet parking segera menerima kunci mobil darinya. Davi menerima sapaan hormat dari setiap pegawai yang mengenalnya.

Kini ia adalah orang nomor satu di gedung bonafit itu, tentu saja semua orang mengenali Bapak Davi Halim, CEO Tobacco Hanafy International.

Davi bergegas menuju lift, Tobias asistennya mengekor dari belakang. Entah bagaimana pria muda itu selalu siaga setiap Davi baru menjejak langkah pada undakan tangga pertama di gedung mereka.

"Tobias, apa kamu pasang penyadap di sepatu atau mobil milik saya?"

Tobias menggeleng, "Saya hanya berusaha sebaik mungkin, Pak. Mau saya bacakan jadwal Bapak hari ini?"

Telunjuk Davi terangkat, "Nanti di kantor saja. Tidak perlu buat pengumuman di lift."

"Maaf, Pak." Tobias kembali meletakkan ipad kerjanya di samping. Ia berdiri dengan patuh di sisi Davi. Padahal, mereka hanya berdua di dalam lift.

***

Davi menyalami anggota Dewan Direksi satu per satu. Ia mengikuti mendiang Edric yang selalu ramah dan memiliki positive vibes. Salah satu pelajaran kecil untuk diingat dan dipraktekkan.

"Pak Davi, rencana yang Anda sampaikan tadi termasuk terobosan berani. Antara masuk jurang atau berpesta di atas kapal mewah, Anda nakhoda nya." Ferdinand, salah satu anggota Dewan Direksi yang terakhir meninggalkan ruangan.

Davi tersenyum simpul. Ia mengetahui latar belakang Ferdinand, pria tinggi yang berpenampilan perlente berusia hampir enam puluh itu bukanlah orang sembarangan. Ferdinand juga pemilik salah satu Bank Swasta yang bergerak pada perbankan usaha mikro.

"Apa saya bisa pastikan suara dukungan Pak Ferdinand untuk terobosan baru ini?"

"Tentu saja, Pak Davi." Ferdinand menepuk bahu Davi saat keduanya melewati lorong ruang rapat dan menuju lift. "Sudah tugas kami yang tua-tua ini untuk mendukung ide segar dan mendatangkan cuan."

Senyum Davi makin mengembang. Satu hal yang tidak diketahui Ferdinand, ia sudah menentukan Bank Swasta mana yang akan menjadi rekanannya nanti. Tentu bukan perusahaan milik pria itu.

Selesai berbasa-basi dan mengirim Ferdinand masuk ke lift, Davi kembali ke ruangannya. Ia memeriksa beberapa berkas penting yang sudah disiapkan Tobias untuk diperiksa. Seperti biasa, asisten Davi itu sudah berdiri siaga berada di sisi meja kerjanya.

Davi menyerahkan berkas yang ditandatangani olehnya. "Berikan pada Pak Darius langsung. Ada beberapa poin yang harus diperhatikan Divisi Keuangan. Saya tidak habis pikir bagaimana bisa terlewat begitu saja."

Tobias mengangguk dan kembali membacakan sederet rapat yang harus didatangi Davi untuk dua hari terakhir sebelum akhir pekan.

"Kosongkan jadwal saya untuk dua hari kedepan," potong Davi sebelum Tobias menyelesaikan laporannya.

Tobias memandang atasannya dengan pandangan aneh. "Beberapa rapat ini penting, Pak."

"Kamu hadiri, kirim poinnya pada saya, seperti yang sering kamu lakukan untuk Edric."

"Baik, Pak."

Davi bangkit dari kursi dan merapikan ujung jas, "Laporan rapat hari ini paling lambat dikirim sebelum jam lima."

Tangan Tobias dengan lincah mencatat perintah atasannya di sebuah notes kecil.

"Push orang keuangan untuk membuat draft cost planning keuangan untuk proyeknya tadi minggu ini."

"Bukankah waktunya terlalu singkat, Pak?" Tobias memprotes.

Davi meralat ucapannya, "Kalau minggu ini terlalu singkat, maka Senin laporan keseluruhan tim sudah ada di atas meja saya. Buat jadwal meetingnya sekalian."

Wajah Tobias mendadak pucat mendengar perintah lanjutan atasannya. Davi bukannya menambah waktu untuk pengerjaan laporan, lelaki itu justru minta laporan keseluruhan tim sudah dikumpul sebelum Senin.

"Sampai jumpa Senin, Tobias."

Tobias hanya bisa mengangguk lemah. Davi melalui bawahannya menuju pintu.

"Lalu, apa bedanya membuat seribu candi dengan laporan seluruh tim dalam dua tiga hari," gumam Tobias yang masih bisa terdengar oleh Davi.

Davi berhenti di ambang pintu dan menoleh pada bawahannya, "Apa ada yang mau ditanyakan?"

Kepala Tobias menggeleng secepat kilat. "Semua aman terkendali, Pak."

Senyum Davi kembali tersungging, memori seolah terulang saat ia pernah di posisi Tobias, membuat semua yang mustahil menjadi kenyataan dengan kerja keras.***

Add this book to your library! Love and Vote!

Bad CEO's Babymama [Tamat50BabFullKryaKrsa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang