Bab 29.

224 6 0
                                    

Persoalan tentang istrinya bisa teralihkan sementara, Davi antara bersyukur atau justru merasa makin terbebani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Persoalan tentang istrinya bisa teralihkan sementara, Davi antara bersyukur atau justru merasa makin terbebani. Urusan perusahaan setelah iparnya meninggal ternyata menyisakan pekerjaan rumah yang menumpuk.

Apalagi perusahaan tembakau milik keluarga istrinya kini sedang disorot dunia bisnis. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok berimbas dapat profitabilitas perusahaan mereka.

"Pak Davi, apa ada yang bisa kami bantu lagi?" tanya Arya, kepala perkebunan yang bertanggung jawab pada aktivitas operasional di perkebunan tembakau.

Davi menggeleng sambil mengembalikan laporan yang ditunjukkan Arya sebelumnya. Seringkali laporan di atas kertas tidak menunjukkan fakta sesungguhnya di lapangan.

Ia mengambil salah satu daun tembakau hasil panen. Bentuknya bulat lonjong pada ujung yang meruncing. Jari Davi menyusuri tulang daun yang menyirip dan berakhir pada tepi daun yang bergelombang dan licin.

Seolah paham dengan amatan Davi, bawahannya kembali menyalahkan cuaca ekstrim yang membuat kegagalan pada hasil panen tahun ini.

Keberhasilan tanaman tembakau memang sangat tergantung pada cuaca. Hal ini yang membuat lahan bekas tembakau seringkali alih fungsi pada tanaman lain, seperti palawija.

"Bagaimana kondisi para buruh perempuan?"

Arya membeberkan laporan lain. "Minggu ini bangunan baru untuk penitipan anak-anak usia dini para buruh sudah selesai, Pak. Kebetulan Ibu Aster juga sudah beberapa hari ini ada disini, Pak."

Davi mengangguk. "Nanti antar kesana, saya juga mau lihat."

"Baik, Pak."

***

Sepatu penuh lumpur Davi dibersihkan pada keset di depan bangunan sederhana yang dimaksud Arya. Jangan bayangkan gedung megah, bangunan baru yang dimaksud bawahan Davi itu hanya bangunan bercat putih dan berlantai dua.

Langkah kakinya menginjak undakan tangga pertama dan mendengar suara ramai anak kecil. Davi tidak terlalu familiar dengan kegiatan Hanafy Foundation, meski istri dan kakak iparnya Aster adalah petinggi di yayasan itu.

Sosok perempuan mungil muncul dari balik ambang pintu. Dress berpotongan A line berwarna putih gading dan berlengan pendek mengikuti lekuk tubuh iparnya. Aster masih berbincang dengan salah satu buruh perempuan dan tidak memperhatikan undakan tangga di belakangnya.

Davi melesat ke belakang Aster dan menahan punggung iparnya yang hampir terpeleset. Suara tertahan keluar dari mulut kedua bawahan mereka.

Kepala Aster refleks menoleh ke belakang dan menangkap pandangan Davi. Keduanya saling berpandangan untuk beberapa saat.

"Hati-hati dong, Mba."

"Lha, kamu ada disini, Dav. Sera kok nggak cerita."

Soalnya aku nggak bilang ke Sera mampir ke perkebunan setelah pulang dari Singapura.

"Ini juga baru datang kemarin, Mbak. Tanggung kalau langsung pulang, biasanya Mas Edric tidak pernah bolos periksa lapangan," ujar Davi pelan saat menyebut nama kakak Sera yang sudah tiada.

Aster menegakkan tubuh dan berdiri menghadap Davi. Melihat kedua atasan sibuk bercakap, kepala perkebunan dan buruh perempuan yang menemani Aster pamit untuk kembali ke gudang tembakau.

"Mbak, sudah pernah keliling perkebunan?" Davi bertanya sopan pada Aster meski mereka seumuran dan satu angkatan di bangku kuliah.

"Belum sempat, Dav. Mas Edric bilang aku nggak boleh kepanasan," keluh Aster memprotes perkataan suaminya semasa hidup. Protes dari bibir perempuan jelita itu diakhiri dengan senyum sedih atas duka yang belum usai.

"Mau diantar melihat gudang tembakau dan aktivitas pasca panen?"

"Wah, asyik banget. Boleh, Dav. Mumpung masih disini," jawab Aster dengan riang.

Davi memberi jalan pada Aster agar mengikuti langkahnya. Sejak kuliah, Aster memang dikenal sebagai mahasiswi aktif, ramah dan selalu positif. Tidak heran jika mendiang Edric tidak membuang waktu segera meminang Aster untuk menjadi istrinya.

"Bagaimana kabar kalian, Dav?"

"Sera?"

Aster mengangguk, "Tadi pagi Mbak baru ngobrol sama Sera. Semua baik-baik saja kan?"

Davi ragu menceritakan peristiwa saat dirinya memergoki Darius sedang mencekik Sera di kantornya. Ia masih belum yakin pada hubungan keduanya.

Melibatkan Aster dalam dugaan sementara tentang affair antara Sera dan Darius di masa lalu hanya akan menambah beban kakak iparnya.

"Kami baik-baik saja, Mbak. Hanya aku lebih sering menghabiskan waktu di kantor dan melanjutkan perjalanan bisnis yang sempat tertunda," jelas Davi dengan tenang.

"Mbak hanya khawatir kondisi kesehatan Sera, Dav." Aster lalu melanjutkan, "Jangan sungkan kalau ada yang ingin kamu tanyakan tentang Sera."

Davi tersenyum dan mengiyakan perkataan Aster. Keduanya melanjutkan perjalanan untuk melihat situasi perkebunan yang belum pernah dilihat perempuan itu.

Setelah menghabiskan sisa sore bersama. Davi mengakui bahwa iparnya memang perempuan berwawasan luas karena mereka belum kehabisan pembicaraan sampai malam menjelang.

"Ada apa, Dav?" Intonasi pertanyaan Aster seolah menangkap basah Davi yang sedang memperhatikan keberadaan perempuan itu.

Keduanya duduk pada kursi rotan yang kebetulan ada di depan gudang tembakau. Beberapa buruh sudah meninggalkan gudang dan pulang kerumah masing-masing. Dirinya dan Aster sedang menikmati kopi hitam yang disuguhkan Arya, kepala perkebunan.

"Tidak apa-apa, Mbak." Davi ragu sesaat tapi tetap melanjutkan pertanyaannya, "Bagaimana tanggapan Sera soal aku sebagai suaminya, Mbak?"***

Add this book to your library! Love and Vote!

Bad CEO's Babymama [Tamat50BabFullKryaKrsa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang