"Habis ini harus langsung pasang KB IUD, ya, Bu."
Aku masih ingat betul kalimat dokter kandungan yang menanganiku setahun yang lalu. Meski bibirnya tersenyum, aku bisa merasakan sirat kekhawatiran terpancar tulus di sana.
Saat itu, aku hanya mengangguk ragu. Selintas kulirik suamiku yang langsung mengerutkan kening tak suka. Dari sana aku sudah tahu, KB hanyalah angan-angan.
"Ibu harus operasi caesar lagi." Dokter itu memandangku serius. Aku lagi-lagi terbayang wajah terkejutnya saat aku kembali datang tiga bulan paska persalinan dengan testpack bergaris dua.
Sementara suamiku masih tak acuh seperti biasa. Dia selalu yakin bahwa banyak anak, banyak rezeki. Sama seperti dirinya yang merupakan anak kedua dari sepuluh bersaudara.
Dia percaya aku pun bisa seperti ibunya. Anak empat dengan dua kali operasi caesar tampaknya belum membuatnya puas.
"Mas, aku pendarahan!" Aku menjerit keluar tergesa dari kamar mandi hari itu.
"Ya sudah, ayo ke rumah sakit," balasnya santai.
Aku menjerit menahan sakit yang terus menggerus perutku. Bukan! Ini bukan kontraksi, ada sesuatu yang lain. Sesuatu tersayat lebar di dalam sana. Sesuatu yang membuat kepalaku terasa melayang diterjang sakit yang begitu hebatnya.
Aku langsung dinaikkan ke brankar dan didorong entah ke mana. Aku bisa merasakan darah itu terus merembes. Aku menangis dalam diam sembari terus menyebut nama-Nya. Berdoa agar Allah masih memberiku kesempatan untuk merawat kelima anakku kelak.
"Pasien terkena placenta akreta! Kita butuh transfusi golongan darah AB!" Suara demi suara petugas kesehatan terdengar samar.
Kesadaranku semakin menghilang ketika lampu-lampu ruang operasi dinyalakan. Tubuhku terasa semakin dingin.
"Ya, Tuhan, pasien sudah kena plasenta previa dengan pendarahan hebat di operasi sebelumnya! Umurnya juga sudah 44! Ada riwayat pelekatan di rahim juga. Suaminya kenapa enggak mau mengerti juga kalau ibu ini tidak boleh hamil lagi!" Suara dokter yang menanganiku kembali muncul dengan nada penuh empatinya.
Ah, betul juga. Mungkin suamiku lupa, aku tak sekuat ibunya. Aku tak semuda ibunya yang menikah di usia belasan. Sangat berbeda denganku waktu menikah di usia 30.
Mungkin dia lupa, tak semua proses kelahiran akan berakhir bahagia.
Saat itulah, masker bius dipasang ke wajah.
Kusebut nama Rabb-ku sebelum hanya kegelapan yang melingkupi tubuh.
13 Maret 2023
Tadinya Shirei unpub gara-gara dilamar penerbit. Eh.... di PHP. Ahahaha
Akhirnya Shirei repub aja, deh.
ini adalah cerita Shirei satu-satunya yang VIRAL di KBM. Wakakak
Awalnya cuma mau cerpen yang di prolog. Eh lha yang like 19k, yang komen tembus 6k. Akhirnya melar jadi cerbung. 🙈
Nah, versi kali ini akan Shirei revisi agar bisa cukup jadi novel.
Btw, ini pertama kali Shirei pakai POV 1. Agak kacau. Namun, harap maklum, yaaaa. Semoga bisa diperbaiki kali ini. Hahahha Mohon koreksinya, yaaaaa
Karena yang lebih ditekankan adalah keutuhan rumah tangga dan bukan romantisnya, makanya ini masuk general fiction, bukan romance.
Silakan maki-maki protagonisnya (lho).
Jujur, Shirei justru suka kalau protagonisnya itu menderita. Hanya saja nggak semua orang paham kalau "perjuangan" orang tuh beda-beda.
Bahkan melawan diri sendiri juga sebuah perjuangan. Iya, kan?
Semoga kisah kali ini membawa hikmah, ya!
UPDATE InsyaAllah SENIN, RABU, JUMAT!
Tolong komen dan vote-nya biar cerita Shirei makin dibaca banyak orang. Kalau ramai, Shirei semangat di WP lagi nggak perlu pindah platform lagi. Ahahahah
Makasiiih
KAMU SEDANG MEMBACA
END Rahim untuk Suamiku
General Fiction[18+ NOVEL DARK RELIGI] Darah yang membasah tak jua membuatmu peduli. Nyawaku mungkin sudah tak lagi berarti. Kau inginkan keturunan yang akan menyelamatkanmu di dunia dan akhirat. Namun, rahimku tak lagi mampu memenuhi keinginanmu. Ia pergi dituka...