Lelah - 37 - Akhir Semua Perjuangan

4.2K 341 85
                                    

Terima kasih untuk 123 vote!!
Shirei up lagi!

Kalau dapat 123 vote dlm 24 jam, besok up lagi.

Kalau tidak, hari Rabu, ya!

Selamat membaca!!

Ketakutan itu mencengkeram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketakutan itu mencengkeram. Kilasan masa lalu antara aku dengan Mas Radi kembali berputar. Mas Radi yang sejak dulu irit bicara, tapi lebih suka memberiku banyak hadiah mahal. Kalau dipikir, aku dulu lebih banyak bercerita dan Mas Radi yang mendengarkan. Sesekali dia menimpali, tapi lebih banyak hanya tersenyum memandangku bicara.

Apa itu bentuk cintanya? Memberi dan menerima barang berharga. Cinta yang akhirnya luntur ketika dia tak lagi bisa memberi aneka rupa? Atau cinta yang akhirnya sirna ketika aku tak bisa memberi impiannya?

Dadaku semakin sesak meski aku berusaha mengatur napas.

Setelah itu, aku cukup banyak beristirahat. Berusaha menekan ke bawah semua pikiran buruk yang mendera. Akhir pekan ini, semua terasa menegangkan. . Mas Radi mengambil cuti sejak Kamis. Ummi ada kemungkinan tidak bisa menemaniku saat bertemu Mutia. Aku antara bersyukur, tapi juga cemas. Kemenakan istimewaku kondisinya memburuk. Semoga tidak ada kejadian tidak mengenakkan padanya.

Aku lebih sering terbaring di kasur. Hanya bangun untuk salat, mandi, dan makan. Selebihnya, Mas Radi yang ke sana-ke mari dengan sibuknya.

Aku enggan ke dokter lagi. Sudah dua kali tes darah tidak mengindikasikan ada kelainan tertentu. Semua sehat.

"Mas bisa? Enggak apa-apa? Aku bantuin, ya?" tawarku siang itu.

"Kamu istirahat aja pokoknya. Ndak usah mikirin rumah, oke? Aku bisa kok urus semuanya." Ada senyum tipis bertahta di sana. Senyum yang menurutku sedikit menyiratkan keraguan yang sangat.

"Yakin?"

"InsyaAllah. Pokoknya, kamu cepet sembuh, ya."

Aku hanya bisa mengangguk pelan. Andai dia tahu kalau aku cuma menginginkan wacana poligami itu dihentikan.

Yah, Mas Radi benar-benar membuktikan ucapannya dengan membantuku. Setidaknya 'berusaha' membantu.

Telur ceplok gosong, nasi goreng berkerak, juga drama tertukarnya minyak wangi dan minyak telon mengisi hari libur kami. Sedikit-banyak aku terhibur pada usahanya meski amburadul. Padahal biasanya Mas Radi cukup bisa masak jika aku mencegah anak-anak mengganggunya saat berjibaku di dapur.

Namun, kebahagiaanku tak lama. Minggu ini, kami bersiap pergi ke rumah Mutia. Mas Radi mengaku, dia nyaris tak sempat membalas pesan-pesan yang dikirim Mutia sejak merawatku dan membantu memegang anak-anak sebisanya.

Ummi tampak memaksakan diri untuk datang. Kondisi Faqih sudah membaik hingga Ummi bergegas ke rumahku. Semoga Faqih akan selalu sehat. Aku tak bisa membayangkan betapa berat perjuangan iparku itu menjaga Faqih dan adiknya yang masih balita.

END Rahim untuk SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang