Suami Kasar - 9 - Bagaimana mungkin mencintai, jika begitu dingin?

5.9K 657 100
                                    

Kalau dapat 100 vote dalam 24 jam, besok langsung up!

⚠️⚠️⚠️

Kisah sebelumnya

Ibu terdiam dan merengkuh tanganku. "Sungguh kamu nggak apa-apa?"

Aku berubah gugup. Tatapan itu adalah kasih luar biasa yang tak bisa kubantah.

 Tatapan itu adalah kasih luar biasa yang tak bisa kubantah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibu terdiam dan merengkuh tanganku. "Sungguh kamu nggak apa-apa?"

Aku berubah gugup. Tatapan itu adalah kasih luar biasa yang tak bisa kubantah.

"Monggo didahar tahu bulatnya. Isi keju mozzarella, lho! Dagangan baru launching hari ini." Ummi tiba-tiba menyela pembicaraan sembari menyuguhkan sepiring camilan dan empat gelas sirup dingin. 

Aku bernapas lega. Ummi menyelamatkanku.

"Kalau ada masukan, akan diterima dengan senang hati," lanjutnya dengan wajah berseri. Jilbab lebarnya melambai ketika beliau menghempaskan diri ke sofa. 

Ummi selalu memilih bicara didominasi bahasa Indonesia jika bicara dengan orang tuaku. Mungkin karena tidak terbiasa dengan bahasa Jawa halus dan takut dianggap tidak sopan. Lagipula, meski orang tuaku keturunan Surabaya, mereka sudah menetap di Jakarta sejak lahir dan baru pindah ke Bogor lima belas tahun silam. Bahasa Jawa sudah nyaris lenyap dalam keseharian.

"Resep siapa?" Ibu menikmati aroma gurih yang menguar. Dengan garpu ditusuknya tahu lembut dengan mozarella yang mulur sejak gigitan pertama. "Enak banget!" Matanya membeliak. "Kejunya nggak pelit," tambah Ibu lagi seraya menampung serpihan tahu yang jatuh dengan telapak tangan kirinya.

Bapak pun tak tinggal diam. Beliau langsung ikut mencicipi dengan ekspresi penasaran. "Anak Bapak sekarang jago masak." Tiba-tiba tangannya menutup mulut dengan ekspresi berlebihan. "Atau ini buatannya Ummi? Wih, sia-sia Bapak muji."

Kami terkekeh bersama. Ummi malah membelai punggung tanganku lembut. Beliau lah yang selama ini mendukungku untuk belajar memasak. Mertua yang tidak pernah sekali pun memarahiku ataupun menertawakan kekuranganku. 

Kalau diingat, awal menikah, aku tidak terlalu suka memasak. Terbiasa memiliki asisten rumah tangga, membuatku jarang ke dapur. Namun, sejak Mas Radi tampak begitu menikmati nasi goreng buatanku saat awal pernikahan kami, membuatku bertekad untuk belajar memasak lebih keras. Aku berharap Mas Radi semakin betah makan di rumah daripada jajan di luar.

Apalagi Ummi terus menyemangatiku dan terus mengajariku. Beliau tidak pernah sedikitpun menghina masakanku yang dulu keasinan bahkan sempat hitam seperti arang.

Tiba-tiba suara pintu yang terbuka membuat hatiku mencelus. Mas Radi keluar dari kamar dengan senyum yang paling kurindukan. Senyum ramah tanpa ada sedikit pun rasa kecewa maupun amarah. Pakaiannya begitu rapi dengan kemeja dan celana kerjanya. Rambutnya ditata ke belakang membuatnya terlihat lebih gagah meski hampir berusia lima puluh. 

END Rahim untuk SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang