14

34 1 0
                                    

Vian Gabriele berjalan menelusuri koridor rumah sakit ditengah ramainya orang berlalu-lalang. Laki-laki itu berjalan dengan tenang, meski saat ini dalam pikirannya sedang kacau. Yeah, bagaimana tidak? Vian begitu kaget setelah mendengar Eliza Fern masuk rumah sakit.

Awalnya Vian ingin mengunjungi Eliza di rumah, tapi orang tua Eliza yang saat itu baru saja sampai di rumah mengatakan kalau Eliza sedang dirawat di rumah sakit. Saat itu juga Vian langsung menuju ke rumah sakit tempat Eliza dirawat. Yang membuat Vian merasa khawatir ialah mengenai penyakit serius yang diderita gadis itu. Vian cukup heran, bisa-bisanya Eliza menutupi penyakitnya dari semua orang.

Begitu sampai di ruang rawat Eliza, Vian langsung masuk dan mendapati Carlos sedang menyuapi Eliza makan. Dapat Vian lihat bagaimana pucatnya wajah Eliza.

"Oh, hai?" Sapa Carlos sambil meletakkan mangkuk bubur milik Eliza diatas meja. Perlahan laki-laki itu itu berdiri dan pandangannya seolah bertanya, 'siapa, ya?' pada Vian.

"Maaf, aku belum memperkenalkan diri, aku Vian teman Eliza di teater dulu." Ujar Vian dan langsung mendapatkan sambutan ramah dari Carlos.

"Oh." Jawab Carlos sambil mengangguk, kemudian dia berkata, "kau mau bicara dengan Eliza?"

Vian mengangguk, "boleh?"

"Tentu saja, kalau begitu aku tunggu diluar."

"Apa tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, santai saja."

Kemudian Carlos berjalan keluar dan menutup pintu ruang rawat Eliza, memberikan ruang untuk Vian dan Eliza bicara. Vian mengambil tempat Carlos disebelah ranjang rawat Eliza, laki-laki itu duduk sambil meraih tangan Eliza. Vian sebenarnya sangat kaget dan khawatir, namun semua itu ia sembunyikan dibalik senyum manis yang kini terukir diwajahnya.

"Sudah merasa baikan?" tanya Vian memulai sesi obrolan mereka.

Eliza langsung menggeleng. "Kalau boleh jujur badanku sakit semua."

Tangan Vian yang satunya langsung mengelus sisa rambut Eliza yang masih menempel dikepalanya. "Kau terlihat sedikit kurusan."

Eliza tersenyum tipis, "aku jadi jelek, ya?"

Vian pun menggeleng, "kau selalu terlihat cantik. Jangan pikirkan penampilanmu, pikirkan mengenai kesembuhanmu."

Eliza menghela napas, pasrah. "Aku tidak yakin bisa sembuh, aku seperti sudah ada diambang⸺"

"Sssstttttt, jangan bicara begitu. Jangan pesimis, kau harus sembuh ya? Demi kita semua yang mencintaimu." sela Vian dengan menghibur gadis itu.

"Ngomong-ngomong kenapa kau tahu aku disini?" tanya Eliza mengalihkan pembicaraan yang mulai dramatis.

"Oh, tadi aku sempat berkunjung ke rumahmu, mau mengajak jalan-jalan keluar. Lalu aku bertemu dengan ibumu dan ibumu bilang kau sedang dirawat. Ibumu juga bilang soal penyakitmu, jadi setidaknya aku tahu keadaanmu sekarang." kata Vian, "kau.... benar-benar menyembunyikan ini dari semua orang, ya?" tanya Vian ragu.

Eliza tidak menjawab. Dalam kebungkamannya, gadis itu merasa bersalah karena harus menyimpan semuanya sendirian, sekarang disaat Eliza merasakan kehadiran orang-orang disekitar yang sangat menyayanginya, ia malah harus berjuang agar tetap hidup, demi orang-orang yang ia sayangi. Tapi, kalau pun Eliza beritahu, toh tidak akan ada kesempatan untuk ia sembuh. Eliza pasti sudah keluar masuk rumah sakit saja, tidak menikmati hidup sama sekali. Dokter juga sudah mengatakan bahwa kesempatan hidup Eliza cuma beberapa bulan saja, hal itulah yang menjadi alasan Eliza kabur ke New York.

Namun, sampai di New York, nyatanya hidup Eliza tidak semonoton yang ia bayangkan. Ia banyak bertemu dengan orang-orang yang begitu menyayanginya. Termasuk bertemu dengan Jonathan Darrel. Yeah, nama itu lagi-lagi muncul dipikirannya. Muncul akibat rasa bersalah yang Eliza pendam. Harusnya Eliza tidak boleh jatuh cinta disaat hidupnya sedang diujung tanduk begini. Harusnya Eliza bisa menjaga dirinya agar tidak jatuh cinta pada siapapun. Harusnya kesalahannya yang lama tidak usah diulang kembali.

Hard But EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang