13

33 1 0
                                    

Pagi ini secara tiba-tiba, Dokter mengatakan bahwa Eliza harus segera di operasi, karena penyakitnya sudah menyebar ke sejumlah organ pencernaannya. Setelah melakukan pengecekan pada Eliza, Dokter Jo dengan sangat menyesal mengatakan bahwa kemoterapi yang dilakukan kemarin tidak banyak membantu Eliza. Malah saat ini, Eliza masih belum sadarkan diri sejak terakhir diberikan obat.

Seluruh keluarga Eliza sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, setelah sebelumnya Carlos menghubungi mereka. Saat ini Carlos sedang menunggu diluar ruang operasi, menunggu kabar dari Dokter Jo mengenai keadaan adiknya. Rasa kalut menghampiri dirinya, beberapa kali Carlos mengusap wajahnya, jengah. Ia begitu khawatir akan keadaan Eliza.

Carlos mencoba berpikir jernih, berusaha percaya pada keajaiban bahwa Eliza bisa sembuh. Ini baru hari keduanya kembali ke rumah. Setidaknya Eliza harus menikmati waktunya bersama keluarga.

Tidak berselang lama, Carlos mendengar suara gaduh disekitar koridor rumah sakit. Suara itu berasal dari keluarga Eliza⸺ayah, ibu dan Dion⸺berlarian di koridor rumah sakit, buru-buru menuju ruang operasi.

Dengan napas terenggah-enggah, ibu Eliza menghampiri Carlos dan memegang pundak keponakannya itu. Wajah sang ibu tampak begitu khawatir.

"Bagaimana keadaan Eliza?"

Carlos menghela napas, terlihat pasrah. "Eliza baru saja masuk ruang operasi, kata dokter kemoterapi tidak berpengaruh untuknya. Kemungkinan besar organ pankreasnya akan diangkat sepenuhnya, tapi bertahap."

Ibu Eliza hampir merosot ke lantai kalau saja Carlos dan dua laki-laki⸺ayah juga adik Eliza⸺tidak cepat-cepat menyangga sang ibu.

"Eliza." Panggil wanita paruh baya itu.

"Eliza pasti akan baik-baik saja." Ujar Dion berusaha menenangkan sang ibu.

Sementara sang ibu mulai menangis histeris, ayah Eliza langsung membawa sang istri menjauhi tempat tersebut, supaya wanita paruh baya itu bisa sedikit menenangkan pikirannya. Tersisa Carlos dan Dion disana. Mereka yang akan menunggu dan memberikan kabar perihal Eliza.

"Separah itukah kondisi Eliza?" tanya Dion setelah terdiam selama beberapa saat.

Kali ini Carlos mengusap wajahnya kasar. "Dari awal Eliza tidak punya kesempatan untuk sembuh, maka dari itu dia bersikeras untuk berobat."

"Kenapa dia tidak pernah bicara?"

"Karena dia tidak ingin menyusahkan kita semua!" Sungut Carlos, emosinya bercampur dengan rasa sesak. "Itu sebabnya dia memilih melarikan diri, meski dia tahu kalau pada akhirnya kita semua akan tahu."

"Dasar gadis bodoh!" rutuk Dion pada kakaknya, sementara tubuhnya sudah merosot lebih dulu ke lantai sambil memegangi rambutnya. Rasanya laki-laki itu ingin sekali mengomeli sang kakak⸺Eliza. Kenapa gadis itu harus menanggung penderitaannya sendiri? Kenapa dia tidak membiarkan keluarganya tahu? Setidaknya itu bisa membantunya untuk bertahan.

Carlos menepuk pundak Dion, dan ikut berjongkok disebelah pemuda itu. "Bukan kau saja yang merasakannya, aku juga merasa bersalah pada Eliza, bahkan pada diriku sendiri."

"Tapi setidaknya dia bisa terbuka padaku." Sahut Dion masih tidak terima.

"Sudah ku bilang dia punya alasan." Carlos meraih bahu Dion, "tenangkan dirimu dulu, sepertinya kau terlalu shock pada kondisi Eliza sekarang."

Carlos menyadari kalau saat ini yang Eliza butuhkan adalah dukungan dan kekuatan dari orang-orang sekitarnya, bukan dengan tangis tapi dengan semangat menggebu-gebu.

"Sekarang kau duduk dan tenangkan dirimu, aku pergi sebentar membeli minuman untukmu."

Carlos perlahan membantu Dion untuk berdiri dan mendudukan laki-laki itu di kursi tunggu dekat ruang operasi. Sementara Carlos sendiri mulai menjauh dari tempat tersebut, berjalan menuju kantin. Ditengah perjalanan, Carlos ingat kalau dirinya belum mengabari Amelia selama dia berada di rumah. Pasti gadis itu sangat menunggu kabar darinya.

Hard But EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang