3

57 12 6
                                    

Carlos Vince mengeratkan jaketnya ketika angin musim dingin mulai berhembus. Saat ini waktu menunjukkan pukul tujuh malam dan dia baru saja berjalan menuju studionya setelah mengantar Amelia pulang. Udara musim dingin bulan Desember memang begitu menusuk sampai tulang-tulangnya ikut menggigil. Untungnya, jarak studio dengan tempat tinggal Amelia tidak terlalu jauh, jadi dia cuma perlu berjalan ke ujung jalan sampai menemukan perempatan. Studio Carlos cuma tinggal menyebrang jalan saja.

Ketika Carlos sampai didepan studio, ia langsung membuka pintu kaca tersebut sembari mengusap kedua lengann saking dinginnya. Bahkan uap-uap dingin muncul dari mulutnya, mekipun sudah berada didalam ruangan.

Laki-laki itu sedikit terkejut mendapati Jonathan Darrel duduk di meja resepsionis sambil memutar-mutar kursi yang didudukinya. Sepertinya Jonathan tidak menyadari kehadiran Carlos, karena kedua telinga laki-laki itu terpasang earphone dan pandangannya mengarah ke atas, entah menatap apa.

"Hei, Jo!" Carlos menepuk pundak Jonathan sampai laki-laki itu tersentak dan refleks melepaskan earphone ditelinganya.

"Ya ampun, bisa tidak, jangan mengagetkan." prostesnya saking terkejut. Sementara Carlos cuma bisa cekikikan.

"Siapa suruh melamun." ujar Carlos setelah ia mengambil tempat duduk dihadapan Jonathan. "Omong-omong kenapa bisa disini?"

Jonathan tidak langsung menjawab, ia terlebih dahulu memasukkan ponselnya ke dalam kantong celana. "Awalnya aku memang datang mau mengunjungimu, tetapi saat aku kesini, Eliza bilang kau pergi. Jadi aku mengobrol dengannya."

"Tadi aku bertemu Amelia, sekalian membantunya di toko dan mengantar dia pulang."

"Sudah kuduga." balas Jonathan.

"Oh iya, Eliza mana? Kenapa tidak menemanimu?"

"Tadi sore dia mengeluh pusing dan mual, lalu kusuruh saja dia istirahat. Kasihan wajahnya pucat sekali."

Carlos menghela napas. "Padahal tadi dia sempat baikan."

"Dia sakit?"

Carlos mengangguk. "Wajahnya tadi sempat pucat sedikit, tapi setelah itu hilang. Makanya aku berani meninggalkannya."

"Mau diajak ke dokter? Mumpung kita berdua ada disini." tawar Jonathan.

"Boleh. Tunggu sebentar, aku akan memastikan keadaannya dulu dan menyuruh dia makan." kemudian Carlos bangkit dari duduknya dan berjalan menaiki tangga, menuju ke kamar Eliza.

Carlos mengetuk pintu kamar Eliza ketika dia sampai didepan kamar gadis itu. Karena tidak ada jawaban dan Carlos juga sudah merasa was-was, laki-laki itu pun membuka pintu kamar si gadis dan mendapati adiknya berada diatas kasur sambil menyandarkan tubuhnya. Mata sayu Eliza menatap Carlos yang kini berada diujung pintu.

"Masih sakit?"

Eliza menggeleng lemah. "Sudah baikan, kok."

"Mau ke dokter?"

Gadis itu kembali menggeleng. "Tidak."

"Makan dulu, ya? Supaya lebih enakan."

"Aku masih mual." sahut Eliza lemas.

"Jangan dibiarkan begitu, nanti semakin parah. Makan ya? Atau mau makan dibawah? Jonathan masih ada dibawah."

"Aku mau istirahat saja." saat Eliza akan merosot masuk ke dalam selimut, Carlos buru-buru menghampiri Eliza dan menarik lengan Eliza pelan.

"Makan dulu, nanti sakitnya makin parah." ujar Carlos penuh penekanan.

Mendengar perintah sang kakak, mau tidak mau Eliza menurut pada Carlos. Ia pun menyibak selimutnya dan mulai berjalan keluar kamar dibantu Carlos, karena jalannya masih terhuyung.

Hard But EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang