Disinilah Aira dan The Perfect Boys sekarang berada. Dibelakang garis start yang menghubungkan mereka dengan sebuah taman labirin yang gelap dikarenakan tidak adanya pencahayaan.
Waktu menunjukkan pukul 19.30 WIB, kini para peserta sedang bersiap untuk berlari kedalam labirin untuk mencari sebuah piala perak yang tersembunyi dan hanya tersedia sebanyak lima belas buah saja.
Piala ini juga merupakan penentu keberhasilan setiap tim karena mencetak 50 persen dari jumlah keseluruhan poin masing-masing tim di babak eliminasi satu ini.
"SATU... DUA... TIGA!"
KRIIINGG!!!
Sekitar lima ratus orang pelajar kini berlari kencang dari garis start, menuju pintu masuk labirin. Di dalam labirin yang gelap gulita mereka harus dengan cepat mencari satu piala untuk dapat membantu mereka untuk lolos dibabak ini. Hanya cahaya rembulan saja satu-satunya penerang jalan mereka.
"Bara jangan mencar!" cegah Aira saat melihat Bara hendak berlari sendiri seperti yang lain.
"Kalau mencar, kita bakal cepet dapet pialanya." jawabnya berbalik menatap Aira.
"Iya, tapi bakalan susah kalau kita mau ngumpul lagi pas keluar. Peraturannya, selain harus dapetin piala itu, anggota kita juga harus tetep utuh." bantah Aira. "Gue curiga bakalan ada sesuatu yang bisa bikin kita hilang dan jadi nggak utuh. Lebih baik kita saling jaga." tambah Aira menjelaskan kegelisahan yang ia rasakan.
Bara ganti menatap Arfa. Dan sebuah anggukan samar diberikan oleh Arfa kepada seluruh anggotanya yang lain agar menuruti keinginan Aira.
Sedikit kecewa sebenarnya, namun Bara tetap berjalan mengikuti perintah sang kapten.
Tak selang berapa lama, akhirnya ucapan Aira terbukti. Seorang gadis yang tengah berlari di depan tim Arfa mendadak terseret masuk kedalam semak-semak yang merupakan dinding labirin.
Seketika Aira menatap Arfa dan juga Revan secara bergantian.
"I-itu apa?" tanya Aira takut-takut.
"I have no idea." jawab Dyo masih tak bisa mengalihkan matanya dari semak itu.
"Alright, lets see!" ucap Arfa memimpin jalan, namun tetap dengan pandangan waspada.
Baru beberapa langkah saja, tiba-tiba_
"AAAA!!!"
Aira berteriak saat sesuatu seperti mencengkram pergelangan kakinya.
Sontak keempat pria disampingnya menoleh kearahnya. Lalu sedetik setelah itu Aira spontan berpegangan erat pada tangan pria disampingnya saat sesuatu itu menarik kakinya masuk kedalam semak-semak.
Air mata Aira mengalir deras saat ia berusaha mati-matian bertahan agar tak terseret.
Sementara Revan menahan dengan memeluk badan Aira, Bara dan Dyo menahan dengan menarik kaki Aira.
Lalu dengan sigap Arfa berusaha melepas jeratan tersebut sekuat tenaga, memutus satu-persatu tali jerat di pergelangan kaki gadisnya.
Setelah beberapa saat akhirnya semua jerat di pergelangan kaki Aira bisa terlepas.
"Bisa jalan nggak?" tanya Arfa memperhatikan pergelangan kaki Aira yang tampak memerah.
"Bisa kok." jawab Aira berusaha bangkit dibantu oleh Revan.
Sejak itu mereka selalu berjalan berdampingan dengan Aira berada di tengah-tengah. Walaupun Bara dan Dyo telah berkali-kali menawarkan untuk menggendong Aira, namun gadis itu tetap tidak mau. Ia lebih memilih untuk berpegangan saja pada tangan Revan yang menggenggam tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZATARFA (On Going)
Teen Fiction"perihal masa putih abu-abu yang tak akan pernah terlupakan" ••••• Zunaira Linka Alivia. "Gue? Suka sama salah satu dari mereka? No way!!" ~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~• Zatarfa Cadfael Adijaya. "Gue bakal dapetin apapun yang gue mau, termasu...