BABAK ELIMINASI 2 (QUIZ & MISION X)

16 5 22
                                    

Aira memandang kearah luar jendela, melihat deretan pohon berbaris rapi yang seakan tengah melambai mengucapkan salam perpisahan.

Tiga mobil dari Drita E-Combit High School tampak berbaris menyusuri jalan tol penghubung antar kota.

Mereka sengaja tidak menggunakan pesawat karena para guru merencanakan liburan ke Jogja setelah olimpiade di Bali berakhir.

Revan yang sedari tadi fokus dengan tablet nya pun kini mulai merasakan sedikit pegal dipunggung nya.

Pemuda itu berniat untuk bangkit dari kursinya dan mengambil sebuah minuman kaleng serta makanan ringan yang ada di lemari belakang.

Saat pemuda itu berdiri, ia melihat gadis yang duduk di kursi sampingnya tengah melamun menatap ke luar.

"Hei." ucap Revan sangat halus, sembari menepuk pelan pundak Aira.

"Hm?!" sontak Aira menoleh menatap Revan.

"Kenapa? Kok ngelamun?" tanya Revan dengan suara yang nyaris berbisik karena tak mau mengganggu yang lainnya.

Aira menggeleng lemas. "Nggak papa."

Revan tersenyum mengerti. "Sini!" tanpa adanya tanda-tanda, Revan tiba-tiba menarik tangan Aira dan membawanya kebelakang.

Setelah keduanya duduk bersama, barulah Revan kembali bertanya. "Nggak usah bohong. Meskipun gue nggak lama kenal sama Lo, tapi gue ngerti dan paham kalau Lo lagi ada masalah. Dengan Lo cerita, seenggaknya Lo bisa ngurangin rasa sesak di hati Lo. " jelas Revan panjang lebar.

Aira menghela napas berat. Ia tau jika Revan yang sejatinya kaum irit bicara kini malah mirip dengan Bara dan Dyo, maka ia sedang serius.

"Sekarang jelasin ke gue ada masalah apa. Lo kenapa?"

"G-gu gue... Gue..." Aira terdiam sejenak. "Emm... Gue..."

"Gimana caranya gue ngomong kalau gue bingung sama perasaan gue ke Lo, Van. Gue nggak tau gue beneran suka apa nggak sama Lo. Sedangkan waktu itu Aunty Lucy ngira kalau gue sama Arfa ada rasa satu sama lain." batin Aira.

"Kenapa Aira? Jangan bilang Lo kepikiran sama temen-temen Lo di sekolah yang lama, karena kita mau ke Bali." tebak Revan menerawang kedalam mata Aira.

"Enggak kok, gue nggak mikirin itu." Aira memberi jeda pada ucapannya, masih ragu akan pertanyaan di otaknya yang hendak ia utarakan. "Lo pernah nggak, bimbang sama perasaan Lo yang nggak tau apakah itu cinta atau hanya sekedar rasa kagum?"

Revan tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan yang Aira ajukan, tapi rupanya pria itu nampak berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi pada rekan satu timnya itu.

"Siapa?" Revan balik bertanya sembari menatap Aira intens.

"Maksud Lo?" Aira terlihat bingung.

"Lo ada rasa sama siapa?"

Aira terdiam.

Revan menghela napas panjang. "Gue nggak pernah ngalamin hal itu. Saat gue sadar kalau gue tertarik sama seseorang, gue langsung tau kalau itu cinta tanpa adanya penyebab apapun. Walaupun kita nggak tau apa yang kita suka dari dia dan kita tetap tertarik sama dia, itu yang namanya cinta. Kalau Lo suka sama seseorang karena perbuatan atau sifatnya, itu artinya kagum bukan cinta." Revan tersenyum di akhir ucapannya.

"Berarti perasaan gue ke Lo ini bukan cinta, Van?" ucap Aira dalam hati sembari tetap menatap wajah Revan lekat.

Setelah keduanya sama-sama terdiam dalam jangka waktu yang cukup lama, akhirnya Revan bersuara. "Kalau Lo nggak mau cerita nggak papa, tapi jangan sampai itu ganggu konsentrasi dan kesehatan Lo. Ya?"

ZATARFA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang