Bab 17

3.7K 613 32
                                    


Babang Yuu dan Hae kambeeeekkk...


🍡🍡🍡


Di luar hutan bambu, di depan gerbang yang ada di bawah anak tangga menuju kediaman Sendai, ada beberapa tubuh pria berpakaian serba hitam yang bergelimpangan di tanah dengan darah memenuhi tubuh mereka. Darah mengalir ke tanah, menggenang di bawah sepatu seseorang.

Noe sedang berjongkok dengan tangan dipenuhi darah sambil memegang pisau lipat. Dia memiringkan kepalanya hingga rambut merahnya yang dikuncir dua terlihat bergoyang-goyang saat dia bersenandung.

Kegelapan malam, dan suara tonggeret dari hutan di depannya mengalahkan suara senandungnya. Namun, Haelyn masih bersenandung senang. Dia mendongak mengangkat wajahnya sambil mengangkat sebuah jari berlumuran darah dengan cincin yang tersemat. Wajahnya terdistorsi di bawah lampu kekuningan, dengan senyum lebar dan mata berkilat liar.

"Wah, sepertinya dia memiliki kekasih," katanya.

Suara langkah kaki lain terdengar di belakangnya, tapi Noe masih asyik dengan dunianya. Dia melemparkan jari dengan cincin itu, lalu menunduk dan menatap lagi pada tubuh lainnya yang berlumuran darah.

Dia mengambil ponsel dan membukanya hingga menampakkan pemandangan seorang gadis kecil yang sedang tersenyum.

"Wah, kau mengambil Ayah seorang gadis kecil," suara seorang pria terdengar.

Noe mengedikkan bahunya sambil melemparkan ponsel itu ke belakang. "Dia sendiri lebih memilih mati daripada pulang menemui anaknya."

Pria itu berjongkok di samping Noe sambil memandang lima pria yang berlumuran darah di seluruh wajah dan tubuh mereka.

"Itulah risiko menjadi pembunuh bayaran. Meski kau tidak menghabisi mereka, Yuu Akuma sudah pasti akan menghabisi mereka."

Noe mengangguk beberapa kali hingga rambutnya bergoyang-goyang liar. Dia menoleh pada rekannya, kemudian tersenyum jahil ketika diam-diam menaruh dua tangannya di pakaian rekannya, lalu menggosok-gosokkannya hingga darah di tangannya berpindah ke pakaian lelaki di sampingnya.

Pria itu menggeram kesal seraya melompat mundur. "Noe Tiarnan!"

Noe bangun sambil tertawa terpingkal-pingkal seolah itu adalah hal paling menggembirakan. "Hahaha! Rasakan itu!" kata Noe sambil menjulurkan lidahnya.

Pria itu mengumpat kesal sambil membersihkan darah yang terlanjur menempel di kemejanya yang berwarna putih. Dia memang salah memilih warna pakaian, karena Noe sendiri saat ini memakai rok selutut berlipit dan kaos berwarna hitam hingga darah tak begitu nampak.

"Luck, kenapa mereka ingin membunuh istri Yuu Akuma?" tanya Noe begitu berhenti tertawa.

Pria bernama Luck pun berhenti berjuang membersihkan pakaiannya. Dia mengedikkan bahunya, lalu berjongkok lagi dan memeriksa tubuh-tubuh tak bernyawa di depannya. "Bukan istrinya, tapi Yuu Akuma. Mereka tidak berniat membunuh istrinya, hanya akan membawanya pada Ayahnya Dancho."

Noe memiringkan kepalanya dengan wajah lugu. "Kenapa begitu?"

"Karena Yuu Akuma sudah membunuh seluruh klan Genkei di Tokyo dan mengambil alih Tokyo. Jadi, Ayahnya Dancho ingin mengambil istri Yuu Akuma yang merupakan kunci dari gudang harta keluarga Tiarnan. Ayahnya Dancho ingin mengambil harta Tiarnan dan menguasai underground Jepang."

Noe mengedipkan matanya, terlihat berpikir sejenak sebelum dia tersenyum lebar dengan wajah senang yang memancarkan kedipan liar di matanya. "Oh, jadi begitu!" Senyumannya semakin liar dan misterius. "Kenapa bukan aku saja yang jadi kuncinya?"

End Up With Evil Yakuza [END] / (Tersedia di Google Play dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang