Bab 2

4.4K 244 0
                                    

Sebenarnya Agnia sudah lama mengenal Baskara, jauh sebelum mereka menikah. Ia mengenal Baskara saat masih kuliah di Sydney. Lelaki itu satu tingkat di atasnya.

Dikalangan mahasiswa dan mahasiswi Indo yang kuliah di Australia, Baskara memang cukup terkenal.

Dia ganteng, keren, anak orang kaya dan pintar pula. Bukan cuma itu, dia juga terkenal sebagai playboy yang reputasinya tidak usah diragukan lagi.

Banyak cewek yang antri jadi pacarnya, begitu putus dengan satu cewek. Maka seribu perempuan lainnya bakal antri buat jadi pacarnya.

Heran, padahal cowok ganteng juga banyak. Yang lebih keren juga ada, tapi entah apa pesona yang dimiliki cowok itu hingga banyak cewek yang antri jadi pacarnya.

Baskara sendiri heran, padahal dia tidak pernah mengejar atau sengaja mendekati seorang perempuan untuk dijadikan pacarnya. Justru perempuan-perempuan itu yang mengejarnya. Menyatakan cinta dan terang-terangan bersedia dijadikan pacar. Kalau sudah begitu, masa kan dia menolak? Itu mubazir kan namanya?

Karena itu, meski Baskara tidak bersungguh-sungguh menyukai seorang gadis. Atau serius dengan satu orang perempuan, tapi karena tidak mau membuang-buang kesempatan. Diterimanya sajalah perempuan yang mengejarnya.

Toh bukan salahnya kalau kemudian dia bosan atau kepincut cewek lain. Siapa yang menyuruh mereka buat mengejar-ngejar dia? Siapa yang bisa menjamin dia bakal setia? Kucing kok dikasih paha ayam. Jangankan paha ayam, ikan asin aja doyan kok.

Hingga suatu hari ia bertemu Agnia. Dalam satu pesta ulang tahun yang diadakan temannya. Pesta ala-ala bule, lengkap dengan musik disko dan minuman keras segala. Yah, mumpung jauh dari rumah kan? Kapan lagi bisa puas-puasin mabok? Kalau di Indonesia, belum tentu bisa kayak gini. Apalagi yang masih tinggal sama orang tua, bisa digorok kalau ketahuan minum alkohol. Dipotong uang saku sudah lumayan, lah kalau sampai leher digorok, siapa yang mau?

Oleh karena itu pesta ini benar-benar dimanfaatkan mereka dengan baik. Joget sepuasnya, minum sepuasnya. Yang mau ngamar juga silakan. Asalkan tidak merugikan orang lain. Yang penting suka sama suka.

Malam itu Baskara juga minum banyak. Dia sudah agak mabuk. Setengah sadar, setengahnya lagi mabuk, dia berjalan mendekati seorang gadis yang sedari tadi menarik perhatiannya.

Gadis itu mengenakan jeans dan sweater putih. Rambut panjangnya di kuncir kuda, wajahnya polos tanpa make up. Tapi itu tidak mengurangi kecantikannya sama sekali. Malah diantara gadis-gadis yang datang dengan make up tebal dan wangi parfum menyengat, kehadiran gadis ini terlihat mencolok.

Semenjak datang, gadis ini cuma duduk di pojokan seorang diri. Asyik sendiri dengan ponselnya. Setiap tawaran minum dan dansa yang datang padanya, selalu dijawab dengan gelengan kepala.

Baskara yang melihat itu tentu saja penasaran sekaligus bingung. Kalau datang ke pesta cuma buat duduk main ponsel, tanpa niat membaur dengan keramaian pesta, buat apa dia datang? Bukankah lebih baik diam saja di asrama atau apartemen? Daripada duduk jadi patung bisu di pojokan seorang diri.

Baskara tentu saja tidak tahu, Agnia memang tidak berniat datang ke pesta ini. Hanya karena rengekan dan desakan teman sekamarnya, dia bersedia datang. Padahal kenal saja tidak sama yang punya pesta.

"Ayolah, Ni. Temani aku ke pestanya Tristan. Di sana pasti banyak cowok ganteng yang bisa kau jadikan gebetan. Juga banyak mahasiswa Indo kayak kita, lumayan kan bisa dapet kenalan baru?" Bujuk Mita saat dilihatnya Agnia sama sekali tidak tertarik dengan iming-iming cowok ganteng buat dijadikan gebetan. "Kita ini kan mahasiswa baru, harus banyak bergaul dong. Biar kenal banyak mahasiswa lainnya. Nah pesta ini salah satu kesempatan buat kita membangun relasi. Jadi kamu ikut ya, Ni. Ya? Ya?"

"Tapi aku kan gak kenal yang punya pesta, Mit. Masa gak diundang aku harus datang? Malu ah. Kalo aku diusir gimana?"

"Mana ada yang tega ngusir gadis secantik kamu? Lagi pula kamu kan dateng sama aku. Banyak juga kok yang dateng sama temannya dan gak kenal sama Tristan. Tapi its oke. Yang penting kan pestanya, bukan kenal apa nggaknya. Lagi pula apa di pesta nanti semua orang juga saling kenal?"

"Tapi ini hari selasa, Mit. Besok kita mesti kuliah, aku gak mau bolos loh. Lagian siapa sih orangnya yang ngadain pesta ulang tahun di hari selasa? Kayak gak ada hari lain saja."

"Justru itu uniknya. Hari week end sih biasa. Makanya diadain hari biasa. Tenang, kita gak bakal pulang pagi. Paling mentok jam dua belas udah balik, oke?"

"Jam dua belas? Sinting kau!" Belalak Agnia memprotes. "Kita balik jam sembilan! Lebih malam dari itu aku pulang sendiri!"

"Pulang pesta sih jam sembilan? Emang pesta ulang tahun anak TK?" Protes Mita.

"Mana ada anak TK ngadain pesta pakai acara disko segala? Pasti bakal ada minuman keras juga." Yah, Agnia bukan cewek yang polos-polos amat. Dia tahu, pesta kayak gini, pasti melibatkan minuman keras. Dan musik disko. Asal jangan obat terlarang, kalau itu juga terlibat. Agnia bertekad bakal telpon polisi! Bodo amat kalau pesta bakal kacau atau yang ditangkap teman-temannya sendiri. Baginya keselamatan diri nomor satu. Dia kuliah jauh-jauh ke Sydney bukan untuk berurusan dengan polisi!

"Oke, jam sepuluh. Lebih dari itu kita cabut." Mita masih berusaha nego. Dan Agnia yang dasarnya gak mau ribut, akhirnya mengangguk setuju.

Namun baru sepuluh menit ia tiba di tempat pesta, mendadak ia menyesali keputusannya buat ikut Mita. Suara musik yang hingar bingar, asap rokok dan bau alkohol memenuhi udara. Bikin sesak napas.

Beberapa pasangan muda mudi asyik melantai, berpelukan bahkan ada yang adu lidah. Sementara alkohol terus diedarkan. Suasana makin panas dan meriah. Suara gelak tawa sesekali terdengar, diiringi pekik manja satu dua gadis yang entah kenapa memekik manja gak jelas kayak gitu. Mungkin mereka sedang melakukan permainan.

Agnia tidak menyukai pesta liar seperti ini. Tapi sebagai mahasiswi di luar negeri, memang tidak bisa dihindari bakal menghadiri pesta semacam ini. Kalau selalu menolak datang, bisa-bisa dia dikucilkan. Dijauhi, dianggap gak gaul.

Masa kuliah jauh-jauh keluar negeri cuma mendekam di kamar asrama? Gak gaul dong. Jadi satu-satunya jalan, selama pesta berlangsung dia tidak mau menyentuh alkohol. Atau menerima minuman dari orang yang tidak dikenal. Ngeri. Takutnya minuman itu dikasih obat bius atau obat perangsang, bisa gawat kan?

Meski begitu, meski Agnia sudah meminimalisir kehadirannya di pesta ini, dengan cara duduk di pojokan sendirian. Tetap saja bakal ada orang iseng yang menghampiri. Yah, contohnya seperti saat ini.

Saat Cinta Harus Memilih (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang