"Kamu mau bertemu dengan Damar lagi? Untuk apa? Damar ingin kamu melupakannya, Ni. Damar hanya ingin kamu menjadikan dia sebagai kenangan dalam hidupmu, sebagai seseorang yang pernah hadir ke dalam kehidupanmu. Bukan sebagai sebuah masa lalu yang kemudian kembali."
"Bagaimana aku bisa menjadikan Damar sebagai kenangan bila ia nyata ada di depanku? Bagaimana aku bisa menjadikan ia masa laluku sementara hanya dia yang ada di pikiranku?"
"Kamu sudah menikah, Ni. Kamu wanita bersuami, untuk apa menemui Damar lagi bila kamu sudah menjadi istri lelaki lain? Bukankah itu namanya perselingkuhan?"
"Tapi pernikahanku tidak bahagia. Selingkuhkah namanya bila aku ingin mengejar kebahagiaanku sendiri? Selingkuhkah namanya bila pria yang kusebut suami justru melakukan perselingkuhan lebih dahulu?"
"Dan kamu ingin membalas perbuatan suamimu itu dengan cara melakukan perselingkuhan pula? Kamu ingin menjadikan Damar sebagai pelarianmu? Obyek dari perselingkuhanmu?"
"Damar bukan pelarianku, Mas Pras. Hanya Tuhan yang tahu bahkan sampai detik ini hatiku masih miliknya." Suara Agnia terdengar bergetar saat mengucapkan kata-kata itu.
Prasetya menghela napas berat. Ini pertemuan kedua mereka, masih di kafe yang sama. Semenjak hari di mana Agnia datang ke rumahnya untuk bertemu Damar, entah sudah berapa kali Agnia menghubunginya. Memohon agar ia kembali diizinkan bertemu dengan Damar.
Melihatnya Prasetya tentu saja tidak tega. Tapi ia juga menghormati keputusan Damar yang tidak ingin bertemu Agnia semenjak kecacatannya. Apalagi Agnia sudah menikah, ia tidak ingin Damar dianggap sebagai perusak rumah tangga orang.
Dan sekarang untuk kesekian kalinya Agnia memohon padanya. Dan untuk kesekian kalinya pula Prasetya menolak.
"Pertemuan pertama kamu dengan Damar, ia mungkin tidak mengenalimu. Tapi bagaimana dengan pertemuan kedua dan selanjutnya? Karena aku tahu, ini tidak akan menjadi pertemuan terakhir buatmu kan?"
"Mas Pras bisa mengatakan pada Damar aku bisu dan menggunakan nama lain seperti saat itu. Dengan begitu Damar tidak akan mengenaliku."
"Sampai kapan kamu mau bersandiwara dan berpura-pura bisu di depannya?"
"Jika itu demi pria yang kucintai, aku rela menjadi bisu seumur hidupku Mas. Asalkan aku bisa berada di sisinya."
Prasetya bisa melihat tekad yang begitu kuat di mata Agnia. Ia tidak menyangka, perempuan berhati lembut seperti Agnia ternyata begitu keras kepala bila sudah menyangkut Damar. Sebesar itukah cintanya pada Damar?
Bahagiakah Damar bila ia tahu bila Agnia memiliki cinta yang begitu besar untuknya? Meski ia kini cacat, meski ia kini tidak bisa melihat.
Bukankah sebagai seorang kakak ia seharusnya merasa senang, ada wanita yang begitu tulus mencintai Damar. Bukankah seharusnya ia memuluskan jalan cinta mereka berdua?
Seandainya saja Agnia belum menikah, maka Prasetya tidak akan ragu untuk mempertemukan Agnia kembali dengan Damar. Tidak akan ragu untuk membantu agar cinta mereka kembali bersatu. Tapi pelajaran moral yang ia miliki melarangnya melakukan itu.
Bagaimanapun, menghancurkan rumah tangga orang bukanlah sesuatu yang bisa diterima nuraninya. Dan Prasetyapun yakin, Damar tidak akan mau melakukan itu. Ia lebih rela kehilangan wanita yang dicintainya, lebih rela hidup dalam sepi dan kegelapan seumur hidupnya daripada merebut apa yang sudah menjadi milik orang lain.
"Damar akan marah besar bila ia tahu aku bersekongkol denganmu untuk menipunya, Ni. Ia tahu kamu sudah menikah, karena itu juga salah satu faktor yang membuat ia tidak ingin bertemu denganmu."
"Jika aku bercerai ... apakah Damar akan bersedia bertemu denganku? Kembali padaku?"
"Ni!" Belalak Prasetya kaget. "Jangan sinting kamu, Ni! Semudah itu kamu mengucapkan kata perceraian? Pernikahan itu ikatan suci yang tidak boleh dianggap main-main! Ikatan suci yang direstui oleh Tuhan dan sekarang kamu mau menceraikan ikatan itu begitu saja?"
"Aku hanya ingin bahagia Mas Pras, aku hanya ingin menentukan jalan hidupku sekali ini saja."
"Tapi bukan begini caranya, Ni. Apa kau pikir setelah kau bercerai Damar akan bersedia kembali padamu? Ia mungkin bersedia, tapi bila ia tahu kau melakukan itu demi dia. Damar tidak akan memaafkan dirinya sendiri."
"Aku tahu Damar, Mas Pras. Aku sangat mengenalnya. Bila ia tahu aku tidak bahagia dengan pernikahanku ini, Damar pasti tidak keberatan aku bercerai. Ia pasti tidak rela aku menghabiskan hidupku bersama seorang lelaki yang tidak pernah membuatku bahagia. Seorang lelaki yang tidak kucintai. Seorang lelaki berstatus suami yang hanya tertulis dalam selembar kertas!"
Ada kesungguhan dan tekad yang kuat dalam kata-kata wanita ini. Membuat Prasetya tidak mampu berkata-kata, bahkan mungkin kalimat bujukan seperti apapun tidak akan mampu meluluhkan hati Agnia dan tekadnya yang bulat.
Agnia bersungguh-sungguh dengan ucapannya dan Prasetya tahu tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mencegah Agnia melakukan niatnya.
Ia hanya bisa berdoa semoga apapun keputusan yang diambil Agnia, tidak akan membuatnya menyesal dikemudian hari.
Selasa, 18 Juli 2023
Teman, saya tamatkan cerita ini dulu ya. Baru lanjut ke Love in Mumbai. Saya juga ada proyek baru untuk menulis kumpulan cerpen, tapi mungkin bakal saya publish di karyakarsa. Kumpulan cerpen yang sudah lama saya tulis semenjak zaman SMA!
Terima kasih untuk semua yang sudah mendukung saya di karyakarsa. Bikin saya tambah semangat buat nulis.
I love you all
Eykabinaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Cinta Harus Memilih (End)
RomansAgnia terjebak dalam pernikahan tanpa cinta. Sebuah pernikahan yang bahkan tidak ia inginkan. Dua tahun lamanya ia bertahan, menutup mata atas perselingkuhan yang dilakukan suaminya. Baskara mengira wanita yang dinikahinya hanyalah perempuan bodoh d...