Bab 24

2.4K 161 4
                                    

Apa kalian tahu penulis asal China Jiu lu fei xiang? Saya baru membaca karyanya dan saya menangis!

Ia sudah menulis banyak cerita pendek dan semuanya menyentuh hati.

Saya suka membaca novel yang berakhir dengan sad end, bahkan saat menonton film note book air mata saya tidak berhenti mengalir. Apa saya seorang masokis?🤔

Meski setelah menonton film sedih atau membaca novel yang berakhir tragedi, setelahnya saya pasti sesak dada karena menangis. Tapi tidak menghentikan saya untuk menonton dan membacanya lagi. Fix saya masokis kayaknya 😁😁😁

Tapi setelah menonton film sedih saya biasanya langsung nonton acara stand up comedy di youtube, biasanya setelah itu hilang sedihnya.

Saya cuma berbagi aja sih, tidak ada maksud apa-apa. Adakah di sini yang juga sama kayak saya, suka menonton dan membaca akhir yang sad end?

Ah, selain itu salah satu kesukaan saya adalah kopi! Tiada hari tanpa kopi! I love kopi dan i love you all.

( Eykabinaya )


*******

"Ni." Baskara cepat-cepat bangkit dari duduknya saat melihat sosok yang dikenalnya memasuki lobby. "Agnia!"

Agnia menghentikan langkahnya. Menatap Baskara yang kini sedang berjalan menghampirinya.

Selama menjadi asisten pribadi Damar, Agnia memang tidak membawa mobilnya sendiri. Ia selalu menggunakan taksi untuk pulang pergi. Hingga ia selalu berhenti di lobby utama, bukan parkiran basement yang biasanya digunakan penghuni apartemen yang lain.

Apartemen miliknya termasuk kelas atas. Ada security yang berjaga 24 jam di meja depan lobby utama. Ada sofa-sofa yang ditata seperti ruang tamu di lobby. Fasilitas yang diberikan pengelola untuk tamu yang menunggu bila ingin bertemu penghuni apartemen.

Disalah satu sofa putih itu sedari tadi Baskara duduk menunggu Agnia. Ia tidak tahu di lantai mana Agnia tinggal. Dan juga nomor kamarnya. Jadi yang bisa ia lakukan cuma duduk menunggu dengan membosankan.

Hari ini ia tidak menguntit Agnia, karena kemarin harus pergi ke Singapura urusan bisnis dan baru kembali siang ini.

Tapi bukannya pulang ke rumahnya, ia malah pergi ke apartemen Agnia. Meski Baskara tidak yakin dengan peluangnya sendiri, apa hari ini ia bisa bertemu dengan Agnia. Tapi siapa sangka, di saat ia sudah setengah mati kebosanan. Istrinya itu kembali. Maka kesempatan ini tidak ia sia-siakan begitu saja.

"Ni."

"Kamu ... kenapa kamu datang?"

"Aku mau mengajak kamu pulang, Ni."

"Pulang? Kita mau bercerai, tidak ada gunanya lagi kita tinggal bersama."

"Tapi aku nggak setuju dengan perceraian itu!"

"Terserah. Aku sudah menyewa pengacara untuk mengurus perceraian kita."

Baskara menggertakan giginya. Dilihatnya raut tidak peduli dari istrinya. Hampir dua minggu ia meninggalkan rumah, kenapa ia terlihat semakin cantik?

Tapi tidak ada waktu untuk mengagumi kecantikan istrinya. Baskara ke sini ingin membawa istrinya pulang, kalau bisa. Atau setidaknya membujuk Agnia untuk membatalkan perceraian mereka.

Semenjak Baskara menyadari perasaannya pada Agnia, ia semakin bertekad untuk membujuk Agnia membatalkan perceraian mereka. Meski peluang itu sangat tipis, tapi ia harus tetap mencobanya.

"Ni, bisa kita bicara?"

Agnia terlihat ragu. Tapi kemudian mengangguk dan berjalan menuju sofa yang awalnya tempat Baskara menunggu. "Oke."

Saat Cinta Harus Memilih (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang