Bab 15

3.1K 263 10
                                    

Baskara melirik jam dinding di ruang tamu rumahnya saat mendengar suara mobil yang memasuki halaman. Jam 11. 50. Hampir jam dua belas malam dan Agnia baru kembali.

Baskara sudah pulang dari kantor sejak siang tadi, berharap dapat bertemu istrinya begitu ia kembali. Tapi siapa nyana saat ia pulang, Agnia justru tidak ada di rumah.

Padahal kata Mbok Mah, Agnia hari ini tidak bekerja. Dan Baskara juga sudah menelpon ke klinik tempat Agnia bekerja. Dan hari ini ia memang izin tidak masuk. Lalu ke mana ia pergi?

Dengan jengkel Baskara menunggu istrinya pulang. Satu hal yang belum pernah ia lakukan selama mereka menikah. Baskara mengira ia sudah sinting atau ada yang konslet dengan otaknya.

Sejak kapan ia jadi begitu bersemangat untuk bertemu Agnia? Sejak kapan ia jadi uring-uringan saat pulang ke rumah dan istrinya belum kembali? Sejak kapan ia rela menunggu Agnia pulang sampai tengah malam begini?

Mbok Mah saja sampai bingung, apa Tuan besarnya ini salah minum obat? Atau kemasukan jin ifrit? Buat apa menunggu Agnia pulang kalau masing-masing dari mereka membawa kunci rumah?

Tapi Mbok Mah tidak berani bertanya. Ia dengan patuh undur diri ke kamar. Meski sedikit gembira, mungkin Tuan Baskara sudah berubah. Lebih perhatian pada Nyonyanya. Wah, ini berita bagus yang harus ia sampaikan pada Nyonya besar! Ibunda Agnia.

Agnia cukup terkejut saat membuka pintu ruang tamu dan ternyata lampunya masih menyala. Ia pikir mungkin Mbok Mah menunggunya pulang. Tapi tidak disangka bukan Mbok Mah yang sedang duduk di sofa ruang tamu, melainkan Baskara!

Lelaki itu menatap tajam pada Agnia, auranya dingin. Tangannya bersidekap di depan dada. Wajahnya seperti ada badai.

"Dari mana kamu?"

Agnia yang baru saja akan melangkahkan kaki menuju kamarnya tertegun. Apa Baskara sedang bertanya padanya?

"Kamu nanya aku?"

"Apa ada orang lain di sini selain kamu dan aku?"

Agnia angkat bahu. "Tumben. Gak biasanya kamu peduli."

"Aku tanya, kamu dari mana? Jam segini baru pulang? Kamu tahu jam berapa sekarang?"

"Itu bukan urusanmu aku dari mana. Biasanya juga gak peduli. Buat apa tanya-tanya?"

"Aku suamimu. Aku berhak tahu!"

"Jangan bercanda. Sejak kapan kamu bawa-bawa status? Lagian sejak kapan kamu peduli aku pulang jam berapa? Aku sendiri gak peduli kamu mau pulang jam berapa."

Baskara mengertakan giginya. Rasanya amarahnya sudah di ubun-ubun. Ia bangkit mendekati Agnia, wajahnya sudah jelek. Ekspresinya suram. Tanpa sadar Agnia terhuyung ke belakang, untung dengan sigap Baskara merengkuh pinggangnya.

"Lepaskan." Agnia mencoba meronta saat menyadari ia kini berada dalam pelukan Baskara. Tapi tangan Baskara begitu ketat memeluk pinggangnya. Hingga Agnia tidak bisa melepaskan diri.

"Kamu habis minum?" Baskara mengernyitkan hidungnya. Samar ia mencium bau alkohol di tubuh Agnia. Sejak kapan istrinya jadi suka mabuk?

"Bukan urusanmu!" Agnia masih mencoba meronta. Kepalanya pusing, otaknya penuh kabut. Tubuhnya agak goyah. Sebelum pulang, ia memang sempat mampir ke night club. Coba-coba minum dan merokok.

Tapi baru satu gelas, kepalanya sudah pusing. Dan dia juga tidak tahan dengan asap rokok yang dia hisap. Jadi ia memutuskan untuk pulang.

Niatnya ingin melupakan masalahnya dengan alkohol, tapi tubuhnya tidak memiliki toleransi. Ah, kata siapa alkohol obat mujarab untuk menghilangkan masalah? Yang bilang begitu pasti orang sinting. Agnia sendiri tidak suka rasanya. Dan asap rokok membuatnya batuk-batuk.

"Dengan siapa kamu minum?" Baskara menatap Agnia dingin. Ia sama sekali tidak menyadari nada suara berbahaya dari Baskara. Karena kepalanya sangat pusing, mana dia sadar mata Baskara yang memerah karena menahan amarah?

"Sudah aku bilang itu bukan urusanmu!"

"Aku ini suamimu! Mulai sekarang semua urusanmu itu menjadi urusanku juga! Dan kamu nyetir dalam keadaan mabuk?"

Agnia tidak menjawab. Ia agak cemberut. Baskara yang sudah dikuasai amarah meraup bibir Agnia dan melumatnya kasar.

Entah kenapa, melihat Agnia yang pulang dalam keadaan mabuk. Dan membayangkan Agnia minum ditemani pria lain, membuat emosinya tersulut.

Di ciumnya Agnia dan dilumatnya bibir lembut gadis itu. Agnia awalnya memberontak, tapi mungkin karena pengaruh alkohol ia malah menyambut ciuman Baskara. Dilingkarkannya kedua tangannya di leher Baskara. Agnia bahkan membuka mulutnya hingga lidah Baskara bebas menjelajahi mulutnya.

Mendapat sambutan hangat dari Agnia, Baskara tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Segera di bopongnya tubuh Agnia ke kamar. Di tendangnya pintu kamar hingga tertutup rapat. Lalu dengan tergesa dilepasnya seluruh pakaian yang menempel di tubuhnya dan juga tubuh Agnia.

Bahkan saking tidak sabarnya, Baskara bahkan sampai merobek baju yang dipakai Agnia. Melemparkannya ke lantai dan melepas bra dan celana dalam Agnia dengan sekali sentakan.

Lalu di masukinya Agnia dengan gairah yang membara. Agnia menerima semuanya dengan pasrah. Bahkan melilitkan kedua kakinya di pinggang Baskara.

Keduanya tenggelam dalam nafsu yang memabukan. Saling pagut, saling melilit. Tubuh telanjang keduanya menempel erat. Udara berubah panas oleh nafsu mereka.

Entah berapa lama tubuh mereka saling terjerat. Baskara semakin mendidih oleh gejolak birahi melihat tubuh telanjang Agnia yang tersentak-sentak karena gerakannya. Melihat tatapan sendu Agnia yang dibaluri gairah.

Dan ia melepaskan semuanya di dalam tubuh Agnia. Tidak peduli bila ia tidak memakai pengaman. Tidak peduli bila Agnia bisa hamil karena perbuatannya. Baskara hanya merasakan kepuasan setelah melepaskan semuanya.

Ia memeluk Agnia erat setelah segalanya usai. Menatap Agnia puas melihat perempuan itu juga sudah mengalami orgasmenya. Terbaring lemah dalam pelukannya. Lelah, puas dan bahagia.

"Damar ...," bisik Agnia pelan. Pelan sekali, tapi tidak cukup pelan untuk telinga Baskara yang tajam. Dan Baskara membeku, seolah-olah seember air dingin dituangkan ke atas kepalanya.

16 juni 2023

Saya senang banyak readers yang memasukkan novel saya ke daftar perpustakaan kalian. Bahkan banyak yang memasukan semua novel yang saya tulis ke reading list kalian. Terima kasih untuk apresiasi kalian semua readers. Terkejut karena masih banyak yang suka dengan tulisan receh saya ini. Jangan lupa follow, vote dan commentnya ya. Biar saya tambah semangat nulis dan menuangkan ide-ide baru dalam novel-novel saya yang lainnya. Salam sayang, Eykabinaya.

Saat Cinta Harus Memilih (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang