"Jika suatu hari Damar kembali, Agnia tidak akan ragu untuk meninggalkanmu ... "
Bahkan hingga Baskara kembali ke kantornya sendiri, kata-kata Destia masih terngiang di telinganya. Berputar berulang kali di kepalanya.
Dengan muram, ia melihat pemandangan di luar jendela kantornya. Sejak kapan ia memiliki kebiasaan duduk melamun sambil melihat keluar seperti ini? Apa yang menarik dari pemandangan di bawah sana selain keramaian lalu lintas dan padatnya kendaraan berlalu lalang?
Tidak ada. Tapi melamun sambil melihat keluar jendela seperti ini sudah menjadi kebiasaan Baskara yang entah kapan sudah sering ia lakukan.
Selama hampir tiga puluh tahun hidupnya, Baskara tidak pernah merasakan sentuhan dan kasih sayang seorang wanita.
Ibunya menderita depresi yang membuatnya tidak bisa sepenuhnya menjadi seorang ibu yang baik untuk Baskara kecil. Kemudian bunuh diri setelah semua obat dan therapy tidak ada yang berguna untuknya.
Baskara ingat, di hari kematian ibunya. Ia duduk bersembunyi di bawah tangga sambil memeluk lututnya. Memandang kesibukan orang dewasa yang terlihat panik saat menemukan ibunya yang sudah meregang nyawa.
Tidak ada air mata yang mengalir, tidak ada kesedihan di raut wajahnya. Hanya tatapan kosong yang tersorot di matanya.
Bahkan saat ibunya di kuburkan, Baskara tidak meneteskan air mata. Ia berdiri tegak dan diam di sisi ayahnya yang justru menangis dengan memilukan. Meski ia tidak mengerti untuk apa ayahnya menangisi kematian ibunya bila penyebab sakit ibunya adalah ayahnya sendiri?
Untuk apa menangisi orang yang sudah pergi bila semasa hidupnya ia selalu disakiti?
Ayahnya menerima begitu banyak ucapan duka cita dan kata-kata penghiburan, namun tak satupun orang yang menghiburnya. Bagi mereka, bocah berusia delapan tahun belum mengerti apa-apa. Belum tahu rasa sedih atau kehilangan.
Mereka seakan lupa, bocah itulah yang setiap hari melihat penderitaan ibunya. Melihat bagaimana bila ibunya kambuh dari depresinya, melihat ibunya harus menenggak obat penenang. Jadi bagaimana mungkin ia tidak mengerti rasanya kehilangan orang yang disayangi?
Hanya karena ia tidak menangis, bukan berarti ia tidak sedih karena kematian ibunya. Tapi dibandingkan melihat ibunya yang bertahun-tahun berjuang dengan penyakitnya, mungkin kematian adalah solusi terbaik untuknya. Setidaknya ibunya tidak lagi merasa sakit, tidak lagi harus meminum obat yang bahkan tidak ada gunanya, tidak lagi menjadi mayat hidup tanpa semangat menjalani hidup.
Lalu ayahnya menikah lagi dengan Tante Inge. Membawa putra kandungnya yang ternyata saudara tirinya. Satu ayah hanya beda ibu.
Baskara yang waktu itu baru kelas sepuluh SMA, memutuskan untuk keluar dari rumah. Tinggal di apartemen milik ibunya. Ayahnya tidak bisa mencegah dan hanya mengirim pembantu yang datang setiap hari untuk memasak dan membantu kebutuhan sehari-hari Baskara. Serta seorang supir yang siap mengantar Baskara kemanapun.
Namun Baskara bisa melihat, meski ayahnya telah menikahi wanita selingkuhannya. Tapi itu tidak menghentikan ayahnya untuk main-main dengan perempuan lain. Entah sudah berapa kali Baskara memergoki ayahnya bersama perempuan lain.
Di puncak, di hotel, tapi Baskara tidak peduli. Tidak ada yang ia pedulikan dalam hidupnya selain kesenangannya sendiri.
Apalagi kemudian ia mulai mengenal diskotik, klub malam, minuman dan perempuan!
Baskara yang terlahir tampan dan kaya tentu saja banyak menarik kupu-kupu untuk mendekat. Perempuan mengelilinginya seperti semut merubungi gula. Mereka tidak segan naik ke ranjangnya dan bersedia ia tiduri hanya karena wajah gantengnya, mobil menterengnya dan uangnya yang berlimpah.
Ia sampai berpikir semurah itukah harga seorang perempuan yang rela menukar kehormatannya demi sebuah tas bermerek, liburan ke luar negeri dan limpahan uang yang ia berikan?
Kenapa mereka mudah sekali melepas baju bila ia sudah memberikan perempuan itu barang-barang bermerek dan limpahan materi? Mudah sekali takluk dalam pelukannya dan jatuh ke dalam rayuan gombalnya?
Hingga kemudian ia bertemu Agnia ...
Mungkin satu-satunya perempuan di dunia ini yang tidak takluk dengan pesonanya hanya perempuan itu. Yang tidak tergoda oleh rayuan mautnya atau wajah gantengnya.
Perempuan yang bahkan jarang tersenyum bila bersamanya. Yang terlihat begitu dingin dan acuh tak acuh. Namun perempuan seperti itu yang justru menarik minat Baskara.
Ia yang tidak pernah menginginkan sentuhan dan kasih sayang seorang wanita, justru menginginkan hal itu dari Agnia. Hatinya yang dulu kosong, kini terisi penuh hanya dengan memandang wajah istrinya.
Di awal-awal pernikahan mereka, Baskara pernah melihat Agnia yang mengobrol dengan Mbok Mah sambil tertawa-tawa bahagia. Atau saat ia begitu bersemangatnya merenovasi dan mengganti perabotan rumah mereka. Rumah yang sekarang mereka tempati, hadiah pernikahan dari ayah Baskara.
Tapi kemudian semakin jarang Baskara melihat senyum dan tawa istrinya lagi. Yang ada cuma rasa sepi dan dingin. Suasana sepi dan dingin yang dulu sempat dirasakan Baskara ketika ibunya masih hidup dan mengalami depresi.
Dari awal, pernikahan mereka mungkin sebuah kesalahan. Mereka berdua tidak saling mencintai, Agnia membencinya. Ia bersedia menikah dengannya semua karena ancaman Baskara dan kehendak orang tua mereka.
Dan kini bila Baskara menginginkan sebuah pernikahan yang sesungguhnya, bisakah ia berharap segalanya belum terlambat? Bisakah ia membuat Agnia mencintainya, melupakan pria itu dan hanya memandangnya?
Benarkah apa yang dikatakan Destia barusan, bila Agnia akan tanpa ragu meninggalkannya bila Damar kembali?
Tidak pernah ada perempuan yang meninggalkannya, selalu ia yang menjadi orang yang meninggalkan mereka. Hanya ada satu orang perempuan yang melakukan itu. Yaitu ibunya. Dan Baskara tidak ingin Agnia menjadi perempuan kedua yang meninggalkannya setelah ibunya.
■ Terima kasih untuk semua dukungan kalian. Arigato.
Eykabinaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Cinta Harus Memilih (End)
RomanceAgnia terjebak dalam pernikahan tanpa cinta. Sebuah pernikahan yang bahkan tidak ia inginkan. Dua tahun lamanya ia bertahan, menutup mata atas perselingkuhan yang dilakukan suaminya. Baskara mengira wanita yang dinikahinya hanyalah perempuan bodoh d...