“Kamu memikirkan apa, Atha?”
Sesuatu, apapun untuk membuatku semangat pada semuanya.
“Mm, kamu tidak makan?”
Jika aku makan, apakah aku bisa pergi?
“Bicaralah ... Aku mohon, katakan apa yang kamu inginkan, katakan ...”
Pergi.
“Atha ...”
“Biarkan dia dulu ... Jangan memaksanya seperti itu. Dia terlihat sangat lelah.”
“Baiklah.”
Trang!
Suara dentingan piring dan sendok yang beradu dengan meja, terdengar cukup keras. Kantin sekolah yang terbilang cukup sepi, membuat apapun yang bersuara akan terdengar keras.
Atha, anak itu masih saja setia menelungkupkan wajahnya pada meja. Rambut putih yang semula panjang itu terlihat berantakan, tidak rapih.
Tidak ada yang tahu apa yang dia pikirkan. Semuanya tampak suram, seakan mengikuti mood Si Tuan.
“Aku merindukan Keith ...”
Ah, jangan bilang kita melupakan Keith? Laki-laki itu sepertinya sangat jarang sekali terlihat saat ini. Bahkan, ketiga temannya pun, sama-sama tidak terlihat.
Adriel, laki-laki remaja itu mengusap kepala Atha dengan perlahan, dia tersenyum simpul, “kita akan menemuinya nanti.”
Tidak ada respon dari si Putih, hal ini membuat kedua remaja yang duduk bersamanya tampak semakin kebingungan.
“Andai semudah itu ...”
“Atha ...”
“Anggi, Azva memanggilku, aku harus pergi sekarang. Jaga Atha, jangan sampai dia kenapa-napa, jika ada sesuatu, katakan saja padaku.” Adriel mengantongi ponselnya, dia menepuk bahu Anggi kemudian pergi dengan terburu-buru.
“Anggi—”
“Aku ingin masuk Organisasi!”
Ucapan Atharya terpotong karena atensi mereka berdua teralihkan pada seorang gadis sebelumnya. Anggi memicing curiga ketika melihat Leo dengan santainya menanggapi gadis itu, “Kenapa Leo bisa dekat dengannya? Kenapa dia tidak pergi bersamamu?”
Pertanyaan itu merujuk pada Atharya, yang ditanyai hanya terdiam dengan mata layu, dia menggeleng pelan, lengannya bergerak menarik Almamater milik Anggi, “lebih baik kita ke kelas saja, Anggi.” Atha berucap lirih, dengan enggan Anggi mengangguk patuh. Dia membantu Atharya berdiri, dan memapahnya dengan perlahan.
“Kenapa dia berjalan seperti itu? Haha, sudah aku bilang, dia memang cacat! Kamu lihat itu 'kan, Leo?”
Anggi dan Atharya sedikit tertegun ketika mendengar perkataan itu. Atharya hanya melirik sekilas pada Leo dan Dewi, yang tidak jauh dengan mereka, hanya tersekat oleh satu meja kosong yang cukup berantakan.
Atharya merotasikan matanya, mata abu itu menyorot tanpa binar. Leo yang melihat itu, menggigit bibir dalamnya.
“Cacat? Sepertinya matamu memerlukan kacamata, Jalang.”
“Anggi ...”
Atharya menahan bahu Anggi, namun sepertinya gadis itu tidak mau diam. Dia menyeret Atharya dengan perlahan untuk duduk di kursi yang tidak jauh dari Leo dan Dewi.
“Tenanglah, Anggi, aku ingin ke kelas ...”
Ucapan itu hanya seperti angin lalu bagi Anggi, sorot matanya yang terlihat memancarkan perasaan kecewa, membuat Atharya kebingungan. Gadis itu meninggalkan Atharya dengan beberapa anak kelas yang sedang makan siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atharya: Reborn as an Outcast.
RandomAtharya Fredrika. Seorang remaja laki-laki yang baru saja lulus SMA, harus mati setelah ia mengamuk karena Novel cringe yang ia baca. Atharya Gabriel Naradipta, seorang remaja laki-laki berusia lima belas tahun, anak ke-3 dari tiga bersaudara, anak...