>39: Cerita Tanpa Judul<

1.3K 226 6
                                    

“Dia sudah selesai.”

Aku mengerutkan keningku, apalagi ini? Setelah tadi pagi dikejutkan oleh kehadiran Leo di ranjangku, kini Zeta bilang Dewi telah selesai?

Jangan bilang jika gadis itu sudah mati?

“Maksudmu, dia sudah mati?” Leo menatap nyalang ke arah Zeta.

Zeta menyeringai, “kenapa? Kamu tidak terima?”

Leo mendengus gusar, dia memalingkan wajahnya dari Zeta. Cassi tertawa renyah, dengan suara tuk! Jari-jarinya bergerak mengetuk permukaan meja.

“Sudah ku bilang, Zeta! Anak laki-laki satu ini begitu menyukai gadis pembuat onar itu! Tidak seharusnya Kau bicara seperti itu.” Lengannya bergerak menopang dagu, dapat aku lihat, pandangannya menyapu setiap orang yang sedang duduk melingkar, “Gadis itu, tidak mati.”

Keith menatap ragu pada Zeta dan Cassi, “to the point saja, apa maksud kalian?”

“Mereka membuat gadis itu tersiksa, namun dia belum mati.”

Zeta dan Cassi tergelak, “Bingo!” Zeta terkikik geli, anak itu berjalan perlahan memutari ruang keluarga, “asal kalian tahu, tangan kami berdua masih bersih. Kami tidak akan membunuhnya, tapi, kami akan membuat dia mati karena dirinya sendiri.”

Keturunan Naradipta yang sejati.

Aku melirik Heze yang duduk tenang, laki-laki itu duduk di samping Alka dan Keith, dia dengan santai menaruh cangkir teh di meja, “aku dengar ... Beberapa bulan lalu, Atha pernah mengalami hal yang serupa? Bagaimana dengan anak itu? Apakah dia mendapatkan ganjaran yang setimpal?”

Keith menegang, ketika dia akan menjawab, Alka terlebih dahulu menyela, “dia diasingkan bersama ibunya.”

“Oho! Kenapa hanya seperti itu saja? Seseorang—”

“Perlahan dia akan mati, karena tidak ada orang lain, selain dia dan ibunya.”

Heze mengangguk, pada akhirnya laki-laki itu kembali terdiam.

“Kak Heze, untuk masalah ayahnya gadis itu, aku sudah menyelesaikannya.”

“Bagus.”

“Apa yang kalian rencanakan?” Papa bertanya dengan penasaran.

Heze dan Arka menggeleng. Raut wajah mereka seakan mengatakan, “tidak perlu tahu.”

“Kau itu anakku, atau anaknya?”

Arka menatap nanar ke arah Papa, “ayolah, Papa! Itu tidak ada kaitannya apapun dengan ini!”

Papa berdecih, “dasar pelit.” gumamnya. Lengannya masih saja sibuk mengganti perban di tubuhku, “kenapa kamu diam saja?”

“Papa, kenapa tidak mengganti perbannya di kamarku saja? Aku lelah di sini.” aku jujur, tahu! Lelah sekali melihat pembicaraan mereka yang selalu sama saja. Ayolah, selain telinga dan mataku, tubuhku juga lelah.

“Jika kamu mengganti perbanmu di kamar, mereka juga akan mengikuti mu, Atha.”

Aku mendengus, “usir saja mereka semua. Lagian, mereka tidak berguna untuk kesembuhan luka ku. Tanpa obat pun, aku akan sembuh, kok."

“Jangan sok iya, deh!”

“Awch! Apa yang Kau lakukan?!”

Zeta menekan-nekan luka bakar di bahuku, anak itu menyeringai, “yakin?”

“Kau pikir ini tidak sakit?! Kau ingin mencobanya juga?” aku tersulut emosi, “baiklah! Aku akan mengambilkan air mendidih untukmu! Bibi!” aku berdiri hendak pergi ke dapur, namun lengan Papa menghalangi ku untuk berjalan.

Atharya: Reborn as an Outcast.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang