Aku meremas lengan Ayahku, perasaan hangat ini, aku benar-benar merindukannya.
Bisakah waktu berhenti sebentar saja?
Tuhan, aku mohon. Mudahkanlah segala urusan hamba di sini. Aku berdoa dalam hati, lengan kekar yang menggandengku itu, aku tatap dengan pandangan sendu. Kapan terakhir kali aku dapat berdekatan dengan ayahku ini?
Ayah ...
Hatiku rasanya seperti diremas dengan kuat, rasa sesak karena tidak bisa memanggil ayah ku dengan sebutan 'ayah' secara bebas. Dia hanya tahu bahwa aku ini anak orang asing yang cukup sering bertemu dengannya.
Netra abu-ku bergetar, kini aku memejamkan mata, berusaha menahan air mata yang mendobrak keluar.
"Atha? Kamu kenapa, sayang?"
Ah, sialan. Kenapa dia berbicara seperti itu? Dadaku rasanya semakin sesak saja!
"P-paman ... Aku tidak apa-apa. Apakah Paman memiliki waktu luang nanti sore? Ada sesuatu yang harus aku tunjukkan padamu." ujarku lirih, suaraku bergetar, dengan dada yang baik turun. Ketakutan datang menghampiriku, aku takut jika Ayah akan menolak ajakanku.
"Paman memiliki waktu luang, kok. Sepulang sekolah nanti, paman akan menunggu dirimu, di gerbang." ujarnya padaku.
Aku tersenyum, kemudian mengangguk antusias. Ketika sadar bahwa dia sudah sampai di depan ruangan kepala sekolah, dia melepaskan gandengan tangannya, kemudian mengelus singkat pucuk kepalaku.
Dia pamit pergi.
Aku hanya bisa tersenyum, aku harap, aku bisa mengatakan semuanya padanya nanti.
Aku harap, Ayah akan percaya padaku.
Berjalan santai meninggalkan lorong itu, tak butuh waktu lama untukku sampai di kelas. Ah, iya, kelas masih sepi, hanya ada Anggi dan beberapa murid yang sedang tugas piket.
"Pagi, semua.." sapaku pelan.
Siswa-siswi lain membalas sapaanku dengan sopan. Menunggu beberapa saat di luar ketika ada seorang siswi yang menyuruhku untuk menunggu sesaat.
"Atha, di mana Adriel? Hari ini adalah bagian piketnya, kenapa dia belum juga tiba?" aku tertawa canggu ketika mendengar ucapan gadis itu, suaranya dipenuhi oleh rasa jengkel.
"Tadi kami berangkat bersama, dengan Leo. Saat tiba di parkiran mereka malah bertengkar, karena lama menunggu, akhirnya aku tinggalkan mereka. Dan, kenapa ini masih sepi?" tanyaku, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Bel akan berbunyi sekitar sepuluh menit lagi.
"Biasanya juga seperti ini, aku yakin, lima menit lagi siswa-siswi lain akan datang secara bergerombol." ujarnya.
Aku ber-oh ria.
Masuk ke dalam kelas, aku duduk di tempat ku seperti biasanya. "Huh, meja baru lagi?"
Aku mengusap permukaan meja yang tampak baru. Melirik ke kanan dan ke kiri, semuanya sama. "Benar-benar sekolah elit ... Bahkan meja sebelumnya juga masih bagus tanpa coretan..."
"Hai, Atha."
Aku mendongak, ah ... Itu Anggi, "Halo, Anggi."
"Kamu berangkat sendiri?" tanyanya, dia duduk di meja sebelah kananku, "di mana Adriel?"
"Dia-"
BRAK!
"Atha!"
Aku memicing ketika yang sedang dibicarakan muncul bersamaan dengan ... Leo? Kenapa dia di sini? Bukankah seharusnya dia pergi ke kelasnya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Atharya: Reborn as an Outcast.
CasualeAtharya Fredrika. Seorang remaja laki-laki yang baru saja lulus SMA, harus mati setelah ia mengamuk karena Novel cringe yang ia baca. Atharya Gabriel Naradipta, seorang remaja laki-laki berusia lima belas tahun, anak ke-3 dari tiga bersaudara, anak...