Tiga orang itu kini menatap layar laptop seksama, menatap seseorang yang berbaring ditempat tidur rumah sakit sesekali. Salah satunya menyorot sendu, bahkan ia lupa jika kini dirinya harus bisa perfeksionis.
"Mbak Ara, balik aja deh yuk." Genta menyapa wanita dengan balutan blazer creamy yang tengah fokus pada laptopnya.
"Pak Gandi butuh ditemani Gen." Genta berdecak.
"Percuma Mbak, kehalang kaca gini. Mending balik aja kita berdua, biar Hema yang jagain." Genta berusaha mengkode Niara namun wanita itu malah menampakkan wajah bingungnya.
"Mbak takut ada yang berniat jahat sama Pak Gandi, kalo kita disini bertiga'kan aman." Memang sih, lagi pula Niara ataupun kedua cecunguk kuliahan itu tengah libur sebab ini akhir pekan.
"Udah sih Gen, lagian jaga ramean lebih seru. Gue gak mau ditinggal sendirian disini." Ucapan Hema membuat Niara terkekeh menatap Genta penuh kemenangan.
"Kusut amat? Oh mau pacaran sama Mbak Ara makanya ngajak dia pulang?" Tanya Hema, Genta langsung memukul bahu gadis disampingnya.
"Gigi lo! Mana doyan gue sama janda kayak Mbak Ara." Niara dan Hema tertawa.
"Heh Mbak janda gini masih body goals ya, kamu jangan macem macem." Ancam Niara sambil menunjuk wajah Genta dengan kotak kacamata ditangannya.
"Ampun Bu." Genta menampakkan wajah tak sedapnya, membuat kotak kacamata itu betul terlempar.
"Permisi? Dengan keluarga pasien atas nama Bapak Gandi Arthawirya?" Ketiganya menoleh, mengangguk serempak.
"Mari masuk, beliau sudah siuman." Ketiganya langsung bangkit, meninggalkan semua peralatan elektronik tanpa takut hilang.
"Bang! Ya Allah Bang, kalo sakit ya jangan nakutin Bang, setengah bulan lo koma, bikin orang lain mau mati aja karena panik." Dengan tidak tau dirinya Genta malah mengebom Gandi dengan ucapan menyebalkannya.
"Tolong tenang ya Mas, beliau sedikit melupakan memori ingatannya." Hema mematung mendengar penuturan perawat jaga itu, dirinya melirik sebuah berkas yang disodorkan pada Niara, wanita itu membuka mulutnya seperti kaget saat membaca berkas tersebut.
"Hem." Ujarnya lirih, dirinya mengerjap menatap Hema dengan mata sayu.
"Amnesia pasca trauma, kondisi dimana pasien kehilangan ingatan akibat cedera kepala yang tergolong parah. Salah satunya adalah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cedera di daerah kepala. Orang dengan kondisi ini biasanya akan mengalami kehilangan kesadaran singkat atau koma. Amnesia jenis ini bersifat sementara, namun pemulihan ingatan yang hilang tergantung pada seberapa parah cederanya." Hema kian membeku, menatap perawat yang menjelaskan itu tersenyum tipis padanya.
"Sabar ya Mbak, sebentar saya panggilkan dokter yang mendiagnosis." Perawat itu beranjak keluar, menyisahkan keheningan yang membuat ketiganya membatu dengan pikiran masing-masing.
"Hema, jangan diam saja. Ayo nangis, Mbak dengerin." Niara langsung mendekap tubuh gadis itu, tangis Hema tidak kunjung keluar juga. Matanya hanya menatap nanar pada Gandi yang menatap bingung pada mereka bertiga.
"Andrea, kemana?" Suara lirih itu membuat Genta dan Niara menoleh, menatap Gandi dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Ngapain Abang cariin kak Rea? Abang lupa dia itu udah jadi mantan?" Gandi terdiam, menatap Genta lamat.
"Anda siapa?" Genta mencelos, pandangannya langsung memburam karena air mata yang ditahannya mulai memenuhi katup mata.
"A-abang nggak inget Genta? Ini Genta Bang!" Genta berusaha membuat Gandi ingat dengan menjelaskan secara detail siapa dirinya, namun Niara langsung menyeret Genta keluar dari ruangan ICU.
Hema terdiam, matanya menatap Gandi lamat lamat lalu tersenyum tipis.
"Halo Bang, saya temannya Genta." Sakit, sakit sekali hati Hema saat mengatakan itu. Dimana Gandi yang hobi merusuhi dirinya? Dimana Gandi yang ketus namun berlaku manis padanya? Kenapa pria dihadapannya hanya menatap dengan sorot sayu dan senyuman tipisnya.
"Genta itu anak laki-laki yang tadi, ya?" Hema mengangguk tipis, membuat air matanya jatuh begitu saja.
"B-bang Gandi itu Abangnya Genta, Abang punya adik laki-laki dan yang tadi itu adik Abang." Hema tersenyum teduh menatap Gandi yang mengangguk tipis di balis masker oksigennya.
"Permisi, Selamat Siang." Dokter itu mengalihkan pandangan Hema.
"Diperiksa dahulu ya Pak." Dokter wanita itu memeriksa Gandi seksama, dirinya mengulas senyum tipis lalu menatap Hema.
"Hema bisa ikut saya sebentar, ada yang perlu saya bicara'kan ya?" Hema mengangguk kaku, menatap sekilas pada Gandi dan tersenyum tipis.
---
"Tapi Abang lupa sama aku Mbak! Dia malah ingetnya sama kak Rea! Gimana bisa begitu sih?!" Beberapa orang disekitar halaman rumah sakit menengok keduanya yang bersitegang, Niara mengurut pelipisnya pening.
"Tapi gak berontak kayak tadi Gen, Pak Gandi juga butuh waktu buat ini semua. Pelan-pelan Genta! Kamu gak bisa asal ngegas kayak tadi ke Pak Gandi, gak inget apa kata dokter hah?! Abang kamu itu gak bisa diserang setres Genta! Jangan bikin dia berpikir keras." Genta diam, laki laki itu menyadari letak kesalahannya. Tetapi, dirinya masih dirundung perasaan tidak nyaman saat mengetahui fakta bahwa kakaknya sendiri melupakan dirinya, miris.
"Sekarang mending kamu pulang aja sana, biar Mbak sama Hema yang jagain. Usut masalah kantor, jauh lebih baik dari pada kamu ngrecokin di sini." Niara beranjak masuk, menyisahkan Genta yang berdecak sebal sambil menendang udara kesal.
"Bangsat!" Umpatnya lirih, laki laki itu memilih beranjak menuju motornya dan menjalankan cepat menuju kantor.
Otaknya menerawang jauh, mengingat seberapa galaknya dulu sikap kakaknya yang selalu ia maki dalam diam, seberapa tegas dan kompetennya sang kakak ketika mengajari dirinya pelajaran, tapi sekarang? Pria itu bahkam tidak mengingat dirinya lagi.
Genta memarkirkan motornya didepan lobi, dirinya menyerahkan kunci pada petugas keamanan, membuat petugas itu mengerutkan keningnya heran.
"Mas Genta kenapa ke sini? Ada keperluan?" Genta tersenyum tipis.
"Ada Pak, di dalam ada yang kerja?" Sang petugas keamanan mengangguk tipis.
"Ada ada, lagi take vidio untuk pengajaran setau saya Mas." Genta mengangguk tipis.
"Makasih Pak, mari." Kaki panjangnya beranjak menuju ruang studio di lantai tiga, saat keluar lift telinganya dapat menangkap suara dari beberapa crew yang sedang menyuting.
"Lho Mas Genta?" Seorang karyawan menegurnya yang tengah menatap pada orang-orang yang sedang sibuk diruangan itu.
"Saya mau ketemu sama Pak Ju, ada?" Junior, yang merasa dirinya dipanggil langsung mengangkat tangannya.
"Ada apa Gen?" Junior ini seumuran dengan Gandi, dan sebenarnya salah satu karyawan yang bisa mengobrol dengan Gandi layaknya teman.
"Temui saya diruangan Pak Gandi setelah take vidio selesai." Tanpa babibu lagi, Genta langsung beranjak tanpa perduli tatapan aneh dan bingung dari para karyawan, crew kameramen, atau beberapa tutor disana.
"Genta keliatan lagi kurang baik banget deh." Ujaran itu semakin membuat salah seorang disana membeku takut menatap pintu ruangan, membayangkan sosok adik dari pemilik SosialMath yang jauh lebih galak dari pemiliknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
Чиклит(17+/18+) Penulis itu menciptakan alurnya, berbaur dengan pembacanya dan menikmati karir yang tengah ia raih. Sama seperti Hema, perempuan cantik yang merangkap menjadi Mahasiswi dan penulis itu sangat amat menggandrungi alurnya sebagai penulis. Nam...