Zea menutup pintu mobil itu, dia menghembuskan napasnya berat setelah mobil hitam yang menghantarkan dirinya ke sekolah. Dia antar oleh Mamanya, sangat senang pastinya. Namun, perkataan Mamanya yang membuat hati Zea memburuk. Cewek itu berjalan memasuki sekolah dengan pandangan menunduk, sesekali kakinya menendang batu kerikil kecil dengan kesal.
Kepala Zea kembali menegak, dan tepat saat itu kedua netranya menangkap dua remaja yang berada di depannya jauh beberapa meter darinya, terlihat keduanya keluar dari parkiran dan asik bercanda. Zea menghembuskan napasnya, tadi ia sudah menghubungi Revan untuk tidak menjemputnya karena Mamanya yang akan menghantarkannya, tapi bukan berarti Zea mau Revan malah berangkat bareng dengan orang lain. Zea mengepalkan kedua tangannya, dia menggerakkan tangannya ke udara seolah-olah dia sedang memukul seseorang.
Zea mendengkus, kemudian kembali melangkah, bahkan dia melewati kedua remaja berbeda jenis kelamin tersebut yang asik bercanda, sebenarnya Revan memanggilnya namanya tapi ia memilih pura-pura tidak mendengar panggilan dari sang kekasih.
"ZEA!"
Teriakan yang memanggil namanya kali ini mampu membuat kedua langkah kaki Zea berhenti, Bella berlari menghampiri Zea yang akan menaiki anak tangga, kebetulan sekali ia sehabis dari toilet dan bertemu sahabatnya, jadi dia tidak akan capek sendirian ketika menaiki satu persatu anak tangga. Kadang Bella berharap sekolahnya mempunyai eskalator saja biar ia tida capek-capek naik ataupun turun tangga.
"Ih kenapa tuh muka lo udah ditekuk aja pagi-pagi cerah ini secerah muka gue yang glowing, seplining, drinking, washing, everything, overthinking?" ucap Bella yang ngawur entah kemana, sepertinya Bella belum sarapan makanya omongannya rada sedikit ya gitu deh.
"Omongan lo ngawur semua." sahut Zea menatap malas cewek berbando tersebut.
Bella memperlihatkan deretan giginya yang rapi, tangannya merangkul pundak Zea lalu melangkah menaiki tangga satu persatu. "Lagi ya?" pertanyaan yang keluar dari mulut Bella membuat Zea menoleh pada sang pemilik suara tapi cewek berbando itu memandang lurus ke depan.
"Jam berapa seleksinya Bel?" tanya Zea menatap koridor yang banyak siswa maupun siswi yang berlalu lalang.
"Kata Bu Mega, sekitar abis istirahat pertama." jawab Bella antusias. "Gue deg-degan banget cuy!" Bella melepaskan rangkulannya, tangannya beralih memegangi dadanya, tangannya sendiri bisa merasakan detak jantungnya sendiri.
"Semangat!"
"Oke, semangat!"
********
"Lo duluan aja, gue mau ambil hp gue dikelas." ucapan Zea langsung diangguki Bella. Seusai makan di kantin, kedua remaja tersebut akan pergi ke Lab Biologi untuk melakukan penyeleksi pertama, beberapa menit yang lalu pengeras suara berbunyi memberitahukan orang-orang yang mengikuti seleksi olimpiade untuk pergi ke Lab Biologi setelah bell, dan beberapa menit setelahnya bell istirahat selesai berbunyi.
Keduanya berpisah di bawah tangga, Bella yang akan langsung ke ruang Lab dan Zea yang akan menaiki tangga menuju kelasnya. Kantin sekolah SMA Taruna Bangsa terdapat dua kantin, kedua kantin tersebut berada di lantai satu namun letaknya yang saling berjauhan.
Langkah Zea berhenti tepat di koridor kelas 11 Bahasa karena seseorang yang mencekal tangannya, dengan kesal cowok itu menarik tangan Zea kencang membuat tubuh mungil itu berbalik menghadapnya. "Kenapa?"
"Apanya kenapa?" tanya Zea balik, dia bisa melihat jelas mata Revan yang begitu tajam menatapnya.
"Lo! Lo pura-pura budeg gue manggil lo? Kenapa Ze? Gue ada salah, bilang! Jangan ngabain gue gitu aja!" ucap Revan meninjau tembok yang berada dibelakang Zea. Dia tidak suka diabaikan! Revan yang tadi pagi ingin mengejar Zea malah tertahan karena Alana-cewek yang berangkat bareng dengannya itu tiba-tiba saja perutnya sakit akibat hari pertama datang bulan dan mengharuskan ia membawa Alana ke UKS. Kemudian istirahat tadi, dia yang ingin menemui Zea lagi-lagi terhalang karena Bu Linda-guru Ekonomi yang memintanya untuk membelikan cilok di depan sekolah karena kemauan calon anak yang ada di perut guru Ekonomi tersebut.
"Aku mau ke Lab." Zea meremas roknya.
"Answer me." suara Revan merendah, tapi tatapan tajamnya tidak pudar. Dia sungguh kesal dengan Zea, padahal tadi dia memanggil cewek itu beberapa kali, tapi Zea tampak pura-pura tidak mendengar dan menghindarinya, tapi untungnya Zea tidak berlari dan itu memudahkan Revan mengejar Zea. "Tadi pagi gue manggil lo, lo gak dengar?"
"Aku udah telat, Revan. Aku mau ke Lab," Zea kembali bersuara, kedua netranya tidak menatap Revan. Ia jadi tidak mood lagi setelah Revan membicarakan persoalan tadi pagi, dia kesal dengan cowok ini karena berangkat bareng cewek lain.
Revan terkekeh, cowok itu semakin melangkah maju yang mengharuskan Zea melangkah mundur dan berhenti karena dinding dibelakangnya. "Revan." lirihnya, ini sangat dekat, ingat ini masih area sekolah dia tidak mau orang-orang menganggapnya sedang macam-macam. Zea menggigit bibir bawahnya saat merasakan deru napas hangat milik Revan yang menerpa kulit wajahnya.
"Gue ada salah?" tanya Revan lagi.
Sea menggelengkan kepalanya cepat, kedua tangannya menahan tubuh Revan agar keduanya memiliki jarak walaupun kini beberapa jengkal saja. "No, you have nothing wrong,"
"So, what made you avoid me? "
Zea menghembuskan napasnya kasar, kedua netra cokelat miliknya menatap kedua netra tajam milik Revan. "Aku kesel sama kamu! Aku ngabarin kamu buat gak jemput aku bukan berarti kamu jemput cewek lain!" kini kedua netra Zea menatap Revan kesal. "Enak berangkat bareng cewek lain? Enak asik bercanda, ngobrol sama cewek lain?" Zea mendorong dada bidang Revan.
Zea mendelik, cewek itu semakin kesal dnegan Revan yang sekarang tengah tersenyum. "Are you jealous?" tanya Revan.
********
Zea dan Bella keluar dari Lab yang sudah sepi, keduanya terkejut saat melihat ada tiga remaja yang berdiri di sana. "Ngapain lo?" tanya Bella, cewek itu bingung karena ketiga cowok tersebut tidak mengikuti seleksi olimpiade tapi kenapa ketiga cowok ini ada di sini?
"Jangan geer ya Anabelle, kita bukan nunggu lo tapi kita nunggu Agas." jawab Eza. Bella yang mendapat jawab Eza mengerutkan keningnya, lagipula siapa yang mau ditunggu situ?
"Lo jangan liatin gue sampai segitunya dong, Anabelle. Ntar kalau lo suka gue, gue gak mau tanggung jawab. Ntar kayak di cerita-cerita fiksi, lo obsesi sama gue berakhir lo ngejar-ngejar gue." Azka memasang wajah angkuhnya.
"Fuck! Dan itu gak akan terjadi!" Bella menatap tajam Azka sambil mengacungkan jari tengahnya, setelahnya ia membawa Zea pergi dari sana.
"ANABELLE, KAKI LO BALAPAN!" Revan tertawa bersama ketiga sahabatnya, ketiganya bisa melihat Bella yang menghentak kakinya dengan kesal.
"AWAS LO BENERAN SUKA SAMA GUE!" teriak Azka.
"Anjing banget!" Bella mendengkus, demi apapun kalau ia lulus ia akan pergi jauh agar tidak kembali bertemu dengan orang-orang setengah waras itu. Mungkin jika Bella tidak kuat iman, dia akan gila karena orang-orang yang membuatnya naik darah. "Revan, Eza, Azka. Siap-siap lo semua muntah paku malam ini!" desis Bella.
"Sabar Bel," Zea terkekeh kecil, sangat asik ketika Bella sudah beradu argumen dnegan Azka, Eza ataupun Revan.
"Bisa gila gue kalau gini!" Bella memijat pelipisnya.
********
kasian banget bella :)
see you.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVAZE [Segera Terbit]
Teen FictionRevan dan Zea, perpaduan yang sangat cocok. Revan dengan keminusannya dan Zea dengan nilai plus di mata orang-orang. Sebenarnya tidak semenyenangkan itu berpacaran dengan seorang Revan bagi Zea, karena: 1. Revan yang cemburuan. 2. Revan yang posesif...