"Kita selesai."
Zea menatap Revan, "maksudnya?" tanyanya ingin memastikan kalau dia tidak salah dengar, Zea paham dengan kata itu.
Revan berjalan meninggalkan Zea, tapi saat keduanya saling memunggungi satu sama lain, Revan berhenti dan kembali berbicara. "Lo tau kata itu Zea. We're done."
Matanya mulai memanas, Zea bisa mendengar suara langkah Revan yang semakin menjauh. Zea menelan salivanya susah, berusaha tidak mengeluarkan suara tangisannya. Air matanya mengalir dan langsung dihapusnya dengan kasar.
Tanpa penjelasan? Revan memutuskannya tanpa penjelasan apapun. "Brengsek." gumam Zea dengan kepala yang bersandar di dinding seraya memejamkan matanya.
Deringan disaku roknya membuat Zea mengambil ponselnya, dia menatap layar ponselnya yang tertera nama Bella di sana. Zea menekan ikon hijau untuk menjawab telpon dari Bella.
"Ze? Lo dimana?" tanya Bella dari sebrang sana.
Tangisan Zea pecah, di sebrang sana Bella panik dengan Zea yang menangis. "Ze? Kenapa? Lo dimana?" Bella bertanya beruntun dengan suara yang terdengar khawatir.
"Rooftop." jawab Zea pelan.
Zea meremas ponselnya. Zea tidak bisa memberhentikan tangisannya, rasanya sesak sekali di dadanya. Di rooftop hanya ada Zea, suara tangisan Zea terdengar jelas.
Ditinggalkan dengan seorang yang penting dalam hidup itu sangat menyakitkan. Dengan Revan, pertama kalinya Zea jatuh cinta. Rasanya dia memiliki hidup yang lebih berwarna, tapi saat Revan memutuskan untuk tidak bersamanya, rasanya menyakitkan. Zea tidak pernah berpikir kalau Revan akan meninggalkannya.
Zea harap ini mimpi, tapi ketika dia membuka matanya dan dia ada di atas rooftop sendiri. Padahal baru kemarin Revan menemaninya di rumah sakit, baru kemarin Revan menghantarkannya pulang. Tapi kenapa sekarang Revan mengatakan itu?
Brak!
Bella menghampiri Zea yang jongkok dengan kedua telapak tangan cewek itu menutupi wajahnya. Bella benar-benar tidak tau apa yang terjadi antara Revan dan Zea, pasalnya sebelum pulang Revan mengajak Zea sebentar, katanya.
Bella membawa Zea ke dalam dekapannya sambil mengusap punggung Zea lembut. Bella tidak meminta Zea untuk berhenti menangis, dia ingin Zea menangis sampai hatinya lega. Hati Bella terus bertanya, apa yang Revan katakan pada Zea sehingga sahabatnya ini sampai menangis? Dilihat-lihat juga, Bella tidak melihat tanda-tanda Revan di sini.
"Gue selesai..." ucap Zea di sela tangisnya.
"Selesai? Apa yang selesai?" Bella mengerutkan dahinya dalam. "Iya mereka sudah selesai ujian dihari pertama ini."
"Gue sama Revan, selesai, Bel," Tangan Zea semakin mengerat di seragam Bella.
Bella membelak matanya. Selesai yang dimaksud Zea, putus 'kan? Tidak, itu tidak mungkin, Revan 'kan bucin abis dengan Zea. Tidak mungkin 'kan? Setahunya Revan bukan cowok brengsek yang cuma bikin cewek baper saja.
"Apa Ze?" tanya Bella untuk memastikan asumsinya.
"Kita selesai..."
*****
"NGOMONG YANG BENER BANGSAT!"
BUGH
"Ka, tahan." Agas menahan Azka untuk tidak memukul Revan kembali. Agas menempatkan Azka untuk duduk jauh dari Revan. Cowok itu menarik kerah seragam Revan agar cowok itu berdiri. "Za, bawa Azka keluar." perintah Agas pada Eza yang sedari tadi diam.
Agas mendorong tubuh Revan kasar ke sofa setelah Eza berhasil membawa Azka pergi dari kamarnya walaupun Azka sempat menolak dan memberontak, tapi untungnya Eza berhasil.
"Alasan lo mutusin Zea?" Agas menatap Revan dingin.
Revan membisu, dia mengelap sudut bibirnya yang berdarah akibat pukulan keras dari Azka yang ketiga kali. Revan tidak menatap Agas, tapi dia bisa merasakan kalau Agas berusaha tidak memukulnya.
"Lo jadi bisu? Jawab bangsat!" Bugh, Agas melayangkan bogeman pada rahang kanan Revan.
Revan tetap tidak menjawab, dia hanya meringis kecil. Agas menyugarkan rambutnya. Dia tau Revan tidak sebrengsek itu memutuskan cewek tanpa alasan.
Agas tersenyum miring. "Lo selesai 'kan sama Zea?" Revan mendongak. "Bagus, gue bisa jadi pengganti lo, lo pikir gue deketin Bella karena apa?"
Bugh
Kini Revan yang memberikan bogeman pada Agas hingga cowok itu tersungkur, dadanya semakin gemuruh ketika melihat Agas masih tersenyum mengerikan itu. "Jangan pernah deketin Zea." kata Revan menekan semua kata, setelahnya dia pergi dari kamar Agas.
Agas terkekeh kecil melihat punggung tegap Revan yang perlahan menghilang dari pandangannya. Sekarang dia paham, sangat paham.
Agas memilih untuk bangkit dan keluar kamar, kedua matanya menajam saat dia melihat punggung Bella yang menuruni anak tangga dengan cepat. Agas langsung berlari menghampiri Bella, Agas berhasil mencekal tangan Bella setelah tangga terakhir.
"Lepas." ucap Bella pelan.
Dugaan Agas benar kalau Bella mendengar percakapan dirinya dan Revan tadi di kamarnya. "Bell?" Agas tidak melepaskan tangan cewek itu.
"Lo paham bahasa manusia?" Bella menatap Agas tajam.
Agas bisa melihat ada kekecewaan di dalam mata Bella. "Bell gue-"
"Gue mau pulang, capek." Bella berusaha untuk tidak menjatuhkan air matanya. Di dadanya ada rasa kecewa dan marah, "harusnya gue tau diri 'kan?"
Agas menggelengkan kepalanya. "Bell?"
"Harusnya gue sadar kalau lo emang gak ada rasa sama gue, tujuan lo deketin gue karena Zea 'kan? Hati gue emang lemah banget, masa baru dideketin lo udah baper aja, gue-"
"Bell, please kasih kesempatan buat gue jelasin." ucap Agas hati-hati.
Bella menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir dengan kasar, dia tertawa kecil. "Buat apa? Kita gak sedekat itu, Ga. Kita cuma teman."
*****
selesai.
maksudnya part 30-nya yg selesai.
see you.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVAZE [Segera Terbit]
Teen FictionRevan dan Zea, perpaduan yang sangat cocok. Revan dengan keminusannya dan Zea dengan nilai plus di mata orang-orang. Sebenarnya tidak semenyenangkan itu berpacaran dengan seorang Revan bagi Zea, karena: 1. Revan yang cemburuan. 2. Revan yang posesif...