Revan membuka pintu mobil untuk Zea dengan wajah datarnya, yang kemudian Zea masuk tanpa melihat wajah Revan yang datar itu. Setelah dirasa Zea sudah masuk, cowok itu menutup pintu sedikit kencang membuat Zea yang di dalam kaget. Cowok itu benar-benar marah.
Zea melirik ke arah Revan yang sudah berada di sebelahnya. "Seatbelt lo." ucap Revan tanpa menatap Zea, dia malah memakai seatbelt sendiri.
Zea memakainya, "kita mau kemana?" tanya Zea pelan dengan mencuri-curi pandang ke arah wajah tampan Revan.
"Lo emang keras kepala, dan pembangkang." Revan mengeratkan tangannya di stir, tatapannya menajam jalanan.
Zea tertegun mendengarnya. "Revan aku-"
"Gue udah kasih tau berulang kali!" sentak Revan seraya memukul stirnya yang lagi-lagi membuat Zea kaget dan takut.
Zea menatap Revan takut, tapi kalau dia tidak bertindak, keadaan seperti ini terus ada saat dirinya bersama Revan. "Revan, aku minta maaf." ucap Zea lembut, menatap Revan.
"Lo selalu mengulang kata yang sama dan tindakan yang sama!"
"Aku cuma mau-"
"Cuma lo bilang?"
"Revan!" sentak Zea dengan tatapan marah. Cowok itu meminggirkan mobilnya. "Kamu terus-terusan begini sama Mama, kamu gak capek?"
Revan menatap Zea tajam. "Dia yang memulai semua keadaan seperti ini!"
"Setidaknya kamu bisa dengerin penjelasan Mama 'kan?" Revan terkekeh. Mendengar penjelasan?
"Buat apa, Ze?" sahut Revan dengan vokal rendah. "BUAT APA? SAMA-SAMA MENYAKITKAN 'KAN?"
"SETIDAKNYA TAU KEBENARANNYA!" balas Zea tak kalah kencang. Zea hanya ingin, hubungan Revan dan orangtuanya tidak seperti ini.
"Lo gak urusin keluarga gue bisa? Urusin keluarga lo dulu!" ucapnya itu secara spontan keluar dari mulut Revan.
Zea yang tadinya menatap tajam Revan, kini berubah menjadi sendu. Keduanya saling menatap, Revan bisa melihat kedua mata itu berkaca-kaca. "Ze?" panggil Revan pelan.
Zea membuka seatbelt dengan cepat, membuka pintu yang tidak di kunci oleh Revan dan keluar begitu saja. Di dalam sana Revan juga mengikuti aktivitas yang dilakukan Zea beberapa detik lalu. Cowok itu melangkah lebar ke arah Zea yang menjauh darinya, Revan mencekal tangan Zea.
"Lepasin!" Zea memberontak, mencoba melepaskan cekalan tangan Revan di pergelangan tangannya yang begitu erat.
"Ze, gue minta maaf, gue-"
"LEPASIN REVAN!" teriak Zea kesal, air matanya jatuh. Dia tidak peduli dengan orang sekitarnya yang pastinya memperhatikan mereka dan berasumsi dengan pikiran mereka masing-masing.
Revan membawa Zea ke dalam pelukannya, suara Zea yang meminta dilepaskan dan pukulan dari tangan Zea di dadanya. Revan semakin mengeratkan pelukannya, takut Zea pergi. "Maaf Ze." ucapnya penuh sesal berulang kali.
"Aku juga capek Revan, capek dengan Mama yang selalu nuntut dan ngatur aku..." tangan Zea yang tadinya memukul dada Revan, kini meremas hoodie Revan. Rasanya sakit. "Aku juga mau keluarga yang utuh..." Di sela isakkan tangisnya, Zea mengutarakan apa yang selama ini dia ingin katakan.
"Maaf Ze." Revan terus mengatakan kata 'maaf' berulang kali. Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutnya.
"Aku juga butuh sosok Ibu. Dan Mama Clara ngasih kasih sayangnya ke aku secara cuma-cuma, Revan." Tangisan Zea semakin kencang.
Revan menyesal telah mengatakan itu pada Zea, dia mengeratkan pelukannya, dia juga merasakan kasih sayang seorang Ayah dari Darren untuknya. Sebelumnya, Revan tidak pernah merasakan itu. Walaupun Darren tidak menunjukkannya secara langsung, tapi dia merasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVAZE [Segera Terbit]
Teen FictionRevan dan Zea, perpaduan yang sangat cocok. Revan dengan keminusannya dan Zea dengan nilai plus di mata orang-orang. Sebenarnya tidak semenyenangkan itu berpacaran dengan seorang Revan bagi Zea, karena: 1. Revan yang cemburuan. 2. Revan yang posesif...