12. ANAK-ANAK KEREMERAT

212 14 0
                                    

Revan meletakan segelas kopinya di atas meja, helahan napasnya terdengar samar. Pikirannya masih di tempat itu, ternyata memang susah sekali untuk berbicara baik-baik dengan orang itu. Deringan dari ponselnya mengalihkan perhatian Revan, di layar ponselnya tertera nama 'Azkampret' setelah menggeser ikon hijau suara di sebrang sana terdengar jelas.

"Lo dimana Pan? " bukan Azka yang menanyakan hal itu, dari suaranya itu suara Eza.

"Cafe." jawabnya.

"Bapak Repan yang terhormat, di Jakarta ini cafe banyak. Jadi cafe mana njir? " cerocos Azka menaiki oktafnya dengan kesal.

"Kalau gue kasih tau lo mau ngapain?" tanya Revan malas.

"Mau ngamen di sono, ya mau ikut nongkrong bege! Lo sherlock deh, cepet ye!"

Sambungan terputus seusai Azka berbicara seperti itu, dengan malas Revan mengirim lokasinya saat ini. Ponselnya ia taruh kembali ke tempat semula setelah mengirim lokasinya, kerutan halus di dahinya terlihat ketika atensi perhatiannya tidak sengaja melihat seseorang di pojok sana. Sepertinya tidak asing?

"Babang Repannnnnn!" Revan berdecak mendengar suara Eza yang mampu membuat ia menoleh ke sumber suara. Dia menatap ketiga sahabatnya yang sudah duduk manis.

"Cepet amat lo pada?"

"Iyalah, kita kan pake sepatu super." sahut Eza, cowok itu memilih menu dan berbicara pada Mba waiternya yang sibuk mencatat pesannya. "Lo mau apaan?" tanya Eza pada Agas dan Azka.

"Samain." sambung Azka juga mewakili Agas, sambil tersenyum manis pada Mbanya itu.

"Ini aja Mba." Eza menunjuk minuman yang ada di daftar menu, yang kemudian Waiter itu langsung pergi setelah membacakan ulang pesanan dan mengucapkan selamat menunggu. Menunggu dia yang engga peka?

"Abis ini ke Bule Tia aja gak sih? Pengen mie kuah gledeknya gue," adu Eza.

"Mampir ke warung Bude Ami, mau beli permen kaki gue." sahut Azka.

"Lo mau dikeroyok tongkrongan sana?" Revan berdecak kesal.

"Iya bego! Lo mau dikeroyok?" Eza menggeplak lengan Azka.

"Gak usah geplak, lengan gue ya anjir!" sunggut Azka kembali menggeplak lengan Eza. Ceritanya balas dendam.

Tongkrongan warung Bude Ami dan tongkrongan warung Bule Tia tidak akur, entah dulu masalahnya apa, dan itu masih berlanjut sampai sekarang. Mereka berlima memang sedikit akrab dengan Raja dan Bima, apalagi Revan dan Raja tetanggaan. Ingat, hanya sedikit, mungkin itu sedikitnya secuil upilnya Revan, hohohoho. Selebihnya hanya diisi dengan perdebatan.

"Si Jametet gue chat gak dibales anjir! Nyeleb banget dia!" protes Azka kesal.

"Ngapain lo chat dia? Mau PDKT sama dia?" sahut Revan menaikan satu alisnya.

"Najis! Amit-amit!" Azka mengetuk kepalanya dan meja bergantian. "Ya gue mau nanya Bude Ami masih nyetok permen kakinya gak?"

"Lo kira tuh permen kaki cuma di warung Bude Ami?" sentak Eza kesal.

Azka menatap polos sahabatnya. "Beneran? Ada dimana aja?" tanyanya.

Revan mengusap tengkuknya kasar. "Ini anak emang dari jaman purba apa dia yang gak tau merakyat sih?" Seingat Revan, mereka berempat sudah berteman dari kecil, mereka sering jajan tapi kenapa si satu curut ini begini?

"DI TUKANG BAKSO!" jawab Eza sewot.

"Beneran ada di sono?" tanya Azka dengan polosnya.

Agas hanya membatin kalau ini bukan temannya. Kalau Revan lebih memilih meminum kopinya, sedangkan Eza, cowok itu sudah memerah wajahnya karena emosi. Kalau di komik, akan ada dua tanduk di atas kepala Eza.

REVAZE [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang