17. REVAN'S HOME

203 11 0
                                    


"Takut di liat Pak Toni." ucap Zea lirih.

Revan semakin mengeratkan pelukannya, dia menghirup aroma strawberry di tubuh Zea. "Diem Ze. Lo gak tau gue kangen banget?" kata Revan yang memejamkan mata. Kemarin dia tidak bisa melihat Zea sehari, dan hari ini juga? Oh tidak bisa, rasanya dia ingin membawa Zea ke apartemennya dan memeluk Zea sampai pagi. Tapi Revan masih mau hidup, Darren akan membunuhnya kalau dia tau bahwa putrinya diculik dirinya.

"Ngantuk." rengek Zea seraya mendengkus kesal dengan wajah yang berada di dada bidang cowok itu.

Revan menghembuskan napasnya, dia terpaksa melepaskan pelukan itu tanpa melepaskan kedua tangannya yang melingkar di pinggang ramping Zea. "Ngantuk banget?" tanyanya menatap Zea dengan wajah lelah cewek itu.

"Iya aku ngantuk, capek." jawab Zea mengangguk. "Kamu emang gak capek? Udah malam."

"Abis pelukan sama lo, capek gue ilang." balas Revan membuat Zea tak bisa menahan senyumnya.

"Apaan sih!" Zea memukul pelan dada bidang Revan.

Tinnnn!

Kedua remaja itu kaget yang membuat Revan reflek melepaskan tangannya di pinggang Zea, keduanya menoleh ke sumber suara.

"Sudah malam, kamu masih mau ngapelin anak Papa?" tanya Darren yang masih berada di dalam mobil.

"Papa ganggu anak muda lagi pacaran aja!" Revan menyahut sewot.

"Oh kamu berani sama Papa?" tanya Darren menatap Revan.

"Engga! Sumpah tadi Revan cuma khilaf Pa, ya ampun." Zea tertawa menyaksikan Darren dan Revan.

"Awas Papa mau masukan mobil," Kedua remaja itu sontak meminggir, memberikan akses mobil Darren untuk masuk. "Revan, kenapa kamu gak bukain gerbangnya?" omel Darren menatap cowok remaja itu kesal, kenapa pacar anaknya itu tidak peka sekali?

"Siap bos!" Revan langsung membukakan gerbang rumah Darren dengan lebar supaya Tuan rumah itu bisa memasukkan mobilnya ke dalam.

Zea mendekati Revan yang masih berdiri di gerbang. "Kamu mau pulang sekarang?" Zea menatap Revan.

"Lo ngusir?" Satu alis Revan terangkat.

"Engga, ya ampun, gak maksud ngusir. Ini udah malam Revan." balasnya.

Revan menatap Zea, wajah itu sudah membuktikan kalau Zea sedang lelah dan mengantuk. "Gue pulang, lo langsung tidur." ucap Revan.

"KALIAN GAK INGAT WAKTU? INI SUDAH MALAM. ZEANA MASUK! REVAN KAMU PULANG!" teriak Darren yang berada di ambang pintu utama menatap tajam kedua remaja itu.

"Iya Pa!" sahut Zea sedikit berteriak.

"Iya Pa, ya ampun ini mau pulang." Revan langsung masuk ke dalam mobil, tapi sebelumnya dia mengecup pipi kanan Zea dengan kilat, sebelum Darren memanggangnya.

****

"Kamu makin cantik aja Ze?"

Zea tersenyum malu. "Biasa aja kok Ma. Malah Mama yang makin cantik." ucap Zea menoleh sekilas ke arah Clara, lalu kembali mengatur suhu oven.

"Mama udah tua, masa masih cantik sih?" Clara tertawa kecil, wanita itu fokus mengaduk adonan dengan mixer.

"Masih Ma." balasnya berjalan mendekati Clara.

"Kamu cobain, pas gak? Tadi Mama coba udah pas, tapi gak tau pas kamu makan." Clara menyodorkan brownies yang sudah tersaji di piring dengan rapi.

Zea mengambil satu brownies yang ada di piring, lalu memakannya. "Enak, pas kok Ma." Zea mengangguk.

"Zea? Tolong masukin adonan ini ke tempatnya, terus langsung masukin ke oven, Mama mau isi tumbler minum Revan, soalnya airnya tinggal dikit." Zea mengangguk dan mengambil alih adonan yang sudah jadi.

"Mama liat foto kamu di majalah yang Mana beli, itu beneran kamu?" Clara bertanya seraya menuangkan air putih ke dalam tumbler milik Revan.

Zea sedikit tersentak. "I-iya Ma." jawab Zea sedikit ragu.

Clara mendekati Zea setelah dia mengisi tumbler Revan dan menutup kulkas, tangannya mengusap puncak kepala Zea lembut membuat Zea tertegun menatap mata Clara yang menatapnya lembut. "Kamu hebat, Zea."

Zea tersenyum. "Dari tadi aku gak liat Revan, Ma? Dia belum bangun?" tanya Zea yang mengedarkan pandangannya. Pasalnya, dia di sini hampir setengah jam, tapi tidak melihat tanda-tanda Revan di sini.

"Kamu tau, Ze. Revan pasti keluar rumah lebih cepat kalau hari libur." jawab Clara sedih.

"Pelan-pelan Ma. Revan pasti bakal balik kayak dulu lagi." Zea menggenggam tangan Clara, menguatkan wanita itu.

"Udah yuk, kita ngobrolnya di ruang tengah. Ini biarin aja, ntar Mba Wulan yang terusin." Clara mengandeng tangan Zea keluar dari dapur. Sebelum keluar dari dapur, Clara sudah meminta tolong pada ART-nya itu untuk melanjutkan apa yang mereka kerjakan di dapur.

"Mama mau tau gak, supaya Revan masih pulang ke sini?" tawar Zea setelah mereka duduk di sofa ruang tengah rumah ini.

Clara menatap Zea penasaran. "Gimana?" tanyanya semakin penasaran dengan melihat senyuman misterius dari Zea.

*****

"Gue kekenyangan gara-gara minum teh anget." keluh Eza seraya meminum teh hangatnya.

"Kenyang pala lo, lo aja udah minum dua gelas teh, itu namanya kembung bego!" sahut Revan setelah menghembuskan asap rokoknya.

Eza memasang wajah terkejut. "Lah anjir? Udah ganti nama?" tanyanya.

"Lo emang selalu bego." sambar Agas menatap datar sahabatnya.

Eza berdecak. "Please deh, gue butuh Azka sekarang. Gak kuat gua di bully lo berdua!" Eza memegang kepalanya dramatis.

Pagi menjelang siang ini, ketiga remaja itu berada dikawasan komplek milik Agas, mereka sarapan di tukang bubur depan komplek Agas. Sebenarnya Agas dan Eza sudah sarapan, tapi tiba-tiba Revan menghubungi mereka dan menyuruhnya untuk langsung datang ke depan komplek Agas, dan mau tidak mau, mereka harus mau. Sayangnya Azka tidak bisa, dikarenakan cowok itu berada di Bandung karena menghadiri acara pernikahan sepupunya yang ada di sana.

"Hari ini jangan ada yang ganggu gue." ucap Revan yang langsung mendapatkan tatapan bingung dari kedua sahabatnya.

"Gaya banget anjir, lo yang biasanya ganggu gue." timpal Eza.

Revan berdecak. "Mau quality time sama Zea."

"Quality time sama gue aja. Gimana?" tawar Eza dengan satu alisnya terangkat.

"Engga, males banget gue quality time sama lo! NAJIS!"

"EH! LO-"

"Berisik!" ucap Agas memotong ucapan Eza dengan cepat.

"Ya udah, lo gue ajak quality time aja!" Azka menatap Agas dengan sewot.

"Males." balas Agas lempeng.

Suara notifikasi dari ponsel Revan membuat sang pemilik ponsel membukanya, dan matanya membelak melihat isi pesan itu. Tanpa pamitan, cowok itu langsung pergi dari sana, mengabaikan panggilan dari Eza.

"Temen lo noh!" sewot Eza menatap motor besar Revan sudah mulai menjauh. "Lo mau kemana?" raut bingung Eza terlihat saat cowok itu menatap Agas yang sudah beranjak meninggalkannya.

"Pulang."

"LAH ANJING! SIAPA YANG BAYAR? AH TAI LO PADA!" Eza mengeluarkan umpatan seraya membayar.

*****

see youuu kak bro✨

REVAZE [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang