"Zeana? Maaf Papa gak bisa ikut sarapan sama kamu, pagi ini Papa harus ke New York."
Zea yang baru saja turun sudah disuguhkan Darren yang rapi serta satu koper dan sekertaris Darren yang juga ada di sana. Zea mendekati Papanya. "It's okee. Yang penting Papa jangan lupa sarapan di pesawat yaa?"
"Papa pergi, jaga kesehatan. Papa di sana sekitar seminggu." ucap Darren pada putrinya.
Zea sebenarnya sedih karena Darren harus pergi lagi, padahal tadi malam Darren baru saja pulang dari Kanada, tapi harus kembali pergi ke New York. Tapi tidak papa, dia mengerti Papanya berkerja untuknya, yang terpenting Darren selalu sehat. "Iya, Papa juga!" peringat Zea yang mendapatkan anggukan tegas dari Darren. "Tante juga jaga kesehatan, kalau Papa lupa, tolong ingatkan buat minum vitamin dan makan yaa?" lanjutnya pada wanita yang berstatus sebagai sekertaris Papanya.
Wanita itu tersenyum. "Iyaa, saya akan melakukannya."
"Papa pergi." Darren mencium kening Zea setelahnya Zea menyalimi Darren.
"Hati-hati, Pa!"
"Saya permisi." Zea juga ikut menyalimi Karina membuat wanita itu tertegun dan tidak enak hati.
"Hati-hati juga, Tan!" Zea semakin melebarkan senyumnya seusai Karina reflek mengusap puncak kepalanya.
Zea menatap kepergian mereka. Terkadang Zea ingin Papanya kembali menikah dengan Karina karena wanita itu baik, Zea tidak papa memiliki dua Ibu asal Papanya tidak kesepian. Zea mengenal Karina sejak dia menduduki bangku SMP, dari yang ia lihat, Karina memang wanita baik. Karina memang lebih muda dari Darren.
"ZEAAAA!"
Suara milik Bella menggelegar di penjuru rumah besar ini, Zea kaget dengan kedatangan sahabatnya itu yang rapi memakai seragam dan berlari ke arahnya.
"Ayoo berangkat!" ucap Bella semangat.
Zea mengerutkan dahinya bingung. "Gue sarapan dulu. Tapi kok lo bisa di sini?" tanyanya.
Seraya mereka berjalan ke meja makan, Bella menjawab dengan antusias. "Gue tadi bangun jam empat, dari pada pagi buta gue ke sekolah sendiri mending ajak lo, jadi gue ke rumah lo deh!"
"Lo gak sarapan?" tanya Zea pada Bella setelah mereka sudah duduk manis di kursi meja makan.
"Oh! Iya sarapan dong!" Bella membalik piring di depannya dan mengambil dua lebar roti ke dalam piringnya juga mengambil selai kacang. "Eh tadi gue liat mobil Bokap lo keluar, kok pagi banget sih?"
"Iya biasalah, pembisnis." jawab seraya memasukan roti ke dalam mulutnya.
*****
Zea mengambil tas sekolahnya dengan lemas, Mamanya sudah menjemputnya untuk pemotretan hari ini, rasanya dia ingin mengatakan, kalau dia tidak mau menjadi model di agency Wilona ataupun agency lainnya. Zea tidak ada impian ingin turun ke dunia entertainment.
"Sekarang?" tanya Bella yang duduk manis di kursinya.
Zea mengangguk. "Iyaa, gue duluan yaa?" pamit Zea seraya melangkah keluar kelas. Ini pergantian jam, dan guru belum masuk, jadi dia tidak perlu izin pada guru yang mengajar karena Wilona sudah meminta izin kepala sekolah.
Zea berjalan ke parkiran mobil bersama Wilona, tadi Wilona menunggunya di lantai koridor bawah.
"Papa kamu, masih di luar?" tanya Wilona setelah mereka masuk ke dalam mobil.
Zea menoleh, "tadi malam udah pulang, tapi tadi pagi, Papa berangkat lagi," jawab Zea menatap ke arah jalanan.
"Kalau kamu tidak betah dengan Papa kamu, kamu bisa tinggal dengan Mama, Ze." ucap Wilona yang sibuk dengan iPad dipangkuannya.
Zea terdiam, cewek itu memilih menatap jendela disebelahnya dengan kepala yang bersandar di punggung kursi mobil.
"Kamu paham, Ze?" tanya Wilona lagi.
Tanpa menoleh, dia menjawab. "Iyaa, Ma."
Zea rasa, Zea tetap memilih tinggal dengan Darren walaupun pria itu sibuk terus-menerus. Darren tidak pernah menyuruh dirinya melakukan kemauan pria itu, tapi Papanya selalu membebaskan apa yang dia mau dan selalu memberikan support. Sampai saat ini, Darren belum tau kalau Zea menjadi model karena kesibukan pria itu, dia tidak tau kalau Darren tau kalau Wilona menyuruhnya menjadikannya model lagi di agency wanita itu. Zea takut kalau Darren marah padanya karena menjadi model, hanya satu yang dilarang Darren untuknya, yaitu menjadi model ataupun artis.
Zea reflek menegakan tubuhnya saat melihat Revan yang ada dipinggir jalan bersama cewek yang dia tidak kenali, namun dia seperti pernah melihat cewek itu.
"Ada apa, Ze?" Wilona menatap Zea yang menoleh ke belakang cukup lama.
"Engga ada apa-apa kok, Ma." Zea kembali duduk ke posisi awal dengan mata yang terpejam. Zea rasa, keduanya dekat.
Di sisi lain, Revan berdecak mendengar gerutuan Zia yang membuat telinganya panas. Di pinggir jalan ini, Revan bersama Zia. Cewek itu menghubungi Revan untuk ke sini karena mobil cewek itu tiba-tiba mati, karena daerah sini dekat dengan sekolah Revan, Zia langsung menghubungi cowok itu.
"Lo kalau gak ikhlas gak usah ke sini!" Zia duduk di trotoar jalan ketika dia merasakan kakinya pegal karena lama berdiri.
"Ya lo kenapa hubungin gue?"
Zia pikir dengan menghubungi Revan, mobilnya akan kembali nyala, tapi ternyata itu sia-sia, ya setidaknya walaupun mobilnya mati, cowok itu bisa menemaninya. "Ck, ya udah deh gue panggil orang bengkel langganan gue!" sentaknya dengan kesal. Dia juga tidak tau kalau ternyata mobilnya mati karena tidak diservis, itu karena Zia lupa.
"Ya udah sana! Cepet!" Revan ikut duduk disebelah Zia yang tengah menghubungi montir bengkel langganan cewek itu.
Revan menyugarkan rambutnya, pikirannya kini melayang pada mobil Wilona yang sudah ia hapal di luar kepala lewat beberapa menit lalu, di dalam mobil sana pasti ada Zea juga. Sebelum dia ke sini, dia melihat mobil Wilona ada di parkiran sekolah.
"Lo bolos?" tanya Zia yang memasukan ponselnya ke dalam saku rok.
"Yang bikin gue bolos siapa?" tanya Revan membuka kancing seragamnya lalu memperlihatkan kaos hitam polos.
"Ya maaf, kan gue kira ini cuma sebentar." balasnya yang tak enak pada Revan.
"Lo bisa di sini?"
"Itu, gue mau jemput temen gue."
Alis Revan terangkat satu. "Jam segini?"
"Iya, dia tadi izin ke rumah sakit terus minta gue jemput dia buat balik ke sekolah lagi." jelasnya.
"Udah pesan gocar?"
Zia menatap Revan bingung. "Buat apa?"
Revan berdecak. Cewek ini pemikirannya sangat lamban. "Buat lo balik lah! Lo mau ikut ke bengkel atau tetep di sini aja?"
Zia menggeplak lengan berotot Revan. "Iya anjir! Gue lupa!"
Revan memutar bola matanya malas mendengar jawaban Zia. Cowok itu hanya memperhatikan Zia yang tengah fokus pada ponselnya. Zia ini seperti?
"Lo kenapa liatin gue? Cantik banget ya gue sampai lo gak kedip?" ujar Zia percaya diri.
"Ada belek." kilah Revan menatap jalanan.
"Gak ada kok!" ucap Zia setelah memeriksa kedua matanya.
"Emang gak ada." jawab Revan enteng.
"Ngeselin lo!"
*****
see you.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVAZE [Segera Terbit]
Teen FictionRevan dan Zea, perpaduan yang sangat cocok. Revan dengan keminusannya dan Zea dengan nilai plus di mata orang-orang. Sebenarnya tidak semenyenangkan itu berpacaran dengan seorang Revan bagi Zea, karena: 1. Revan yang cemburuan. 2. Revan yang posesif...